Pilih kasih.

1K 56 4
                                    

Halo, sekarang Shofia kembali. Tapi, Shofia sedang sedih sekarang.

Ya sudahlah, kita langsung lanjut ke ceritanya saja.

Jika ada typo, tolong beritahu saya!

____________________________________

Alva yang terus berjalan menuju rumah, dia berharap dia bisa memberhentikan waktu. Karena dia ingin bebas dari orang tuanya yang sungguh galak dan kasar itu. Orang tuanya juga hanya galak pada Alva, beda lagi kalau sama Y/n.

Setelah sampai didepan pintu rumah, dia membuka pintu dan mengucapkan salam, "Assalamualaikum, aku datang, Ma." dia perlahan memasuki rumah tersebut.

Tapi, bukannya malah menjawab salam dari Alva, Zarina layaknya ibu dari Alva ini malah menatap Alva dengan tatapan marah. Sebentar lagi dia akan meneriaki Alva, pasti.

"Heh, sialan! Kamu dari tadi kemana aja sih?! Lihat tuh. Lantai masih kotor, cucian juga banyak, baju belum disetrika! Cepat bereskan semua, atau Mama ga bakal ngasih kamu makan."

Ucap Zarina dengan nada kasar, dia sangat muak melihat rumah yang seperti kapal pecah ini. Padahal keluarga Alva orang kaya, mengapa tidak ada pembantu dirumah ini? Mengapa harus Alva yang disuruh-suruh? Apakah Alva hanya pembantu bagi orang tuanya?

"Ma... Kenapa ga Y/n aja yang disuruh? Kenapa harus aku mulu? Sekali-kali Y/n gitu? Alva capek, Ma...," ucap gadis itu dengan wajah kelelahan seperti kurang tidur. Inilah yang dikerjakannya setiap hari, membersihkan seluruh rumah besar ini, sendirian. Tidak ada yang membantunya.

"Banyak omong kamu! Adik kamu lagi keluar, Mama ga mau ganggu dia. Dia mungkin lagi sama pacar atau temennya," ujar sang ibu dengan lantang.

"Kok Y/n dibolehin keluar? Aku, Ma? Kenapa aku selalu disuruh-suruh begini? Aku juga mau bebas, Ma. Bukan cuma Y/n yang berhak bebas, aku juga."

"Banyak mau kamu ya. Tadi kan kamu udah keluar? Masa mau pergi lagi? Lagian, masih mending Mama udah ngizinin kamu keluar rumah, dari pada enggak? Pilih mana? Ini juga Mama masih baik sama kamu. Mama cuma nyuruh kamu buat bersihin seluruh rumah, bukan nyari duit. Satu lagi, jangan lupa kerjain PR adik kamu. Kalau sampai ga dikerjakan, awas aja kamu."

"Udah deh, ga usah terlalu bacot jadi anak. Udah beban, banyak mau lagi. Sana, kerjain semua yang Mama suruh tadi. Kalau ga selesai, kamu ga boleh makan, ngerti?"

"Iya, Ma...," jawab Alva dengan suara rendah, ia iri dengan adiknya. Adiknya bisa mendapatkan kebebasan, sementara dia selalu disuruh-suruh didalam rumah ini. Andai saja dia bisa menukar nasib, dia ingin menukar nasibnya dengan Y/n.

20 menit berlalu, Alva sudah selesai mencuci piring. Sekarang ia harus menyapu dan mengepel lantai. Akhirnya dia mengambil sapu dan menyapu lantai yang tak terlalu kotor tersebut.

Sambil menyapu, tiba-tiba dia menitikkan air mata. Dia tidak peduli bahwa dirinya menangis. Bukan berarti gadis yang terlihat kasar dan dingin ini tidak bisa menangis, kan?

Pandangannya mulai kabur karena air mata, dia ingin sekali disayang oleh kedua orang tuanya. Siapa sih yang tidak mau dapat kasih sayang dari orang tuanya? Pasti semua anak butuh itu.

Sementara Alva? Dia tahu bahwa dia masih memiliki keluarga yang lengkap, tapi dia merasa bahwa ini sama saja dengan tidak mempunyai orang tua... Karena orang tuanya sama sekali tidak peduli pada Alva.

Penyesalan--angst.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang