BAB 5

130 3 0
                                    

Nayla

Aku menepuk wajahku beberapa kali dengan frustasi. Aku benar-benar mengutuk diriku sendiri yang sudah melakukan hal memalukan. Bagaimana bisa aku berbicara terbata-bata dan memilih kabur begitu saja. Kalau sudah begini aku nggak sanggup untuk bertemu kak Raka lagi. Apa yang ada dipikiran kak Raka tentangku sekarang? Ya Allah, tolong Nayla ya Allah.

Ada tiupan halus di leherku sampai tengkukku meremang, aku segera menoleh kebelakang 'glek' aku menelan ludah setelah menyadari kak Raka hanya berjarak satu sentimeter dari wajahku. Oh Tuhan, aku bisa mencium harum tubuhnya yang khas itu secara jelas dan bisa merasakan napasnya yang hangat.

Kak Raka menjauhkan wajahnya dari wajahku, lalu menempelkan kedua tangannya di wajahku sambil tersenyum jahil, "sedang apa? Merah banget tuh muka kayaknya frustasi banget. frustasi karena mikirin orang yang bernama Raka ya?" goda kak Raka sambil mengedipkan mata sebelah kanannya kearahku.

Jelas saja wajahku semakin merah, bahkan jantungku terasa mau meledak," nggak lucu," aku menepis tangan kak Raka dengan keras. Tanpa menoleh lagi padanya aku segera bergegas melangkah pergi dari kamarku. Aku nggak mau kak Raka tahu bahwa aku benar-benar grogi berhadapan dengannya.

Tidak, saat di depan pintu kak Raka menahan tangan kananku, terpaksa aku berhenti melangkah. Aku memejamkan mataku sebentar lalu menoleh padanya, " kenapa?" tanyaku dengan suara bergetar.

Aku sudah berusaha mengendalikan rasa gugupku tapi tetap saja gagal. Suaraku tidak bisa menutupi rasa grogiku.

Senyum lebar menghias wajah kak Raka, aku bisa merasakan ia menyadariku kegugupanku, "kamu gugup berdekatan dengan kak Raka?" tanyanya seperti bisa membaca pikiranku.

"Nggak, ngomong-ngomong kenapa tiba-tiba sok imut sekali? Kak Raka?" tanyaku penuh selidik. Aku hanya penasaran karena tiba-tiba saja kak Raka menyebut dirinya 'kak Raka' sok sweet sekali kan.

Lagi-lagi Raka tersenyum lebar memamerkan gigi putih dan rapihnya itu, "karena kak Raka lebih tua dari kamu," Raka tiba-tiba menepuk kepalaku dengan pelan," kamu jangan gr dulu ya," sambung Raka sambil mengedipkan matanya.

"siapa yang gr?" aku melotot tajam padanya, "Ngomong-ngomong kemarin kemana aja? Kenapa baru sekarang? " tanyaku alias menyindirnya.

Raka mengernyitkan keningnya menandakan dia bingung denganku, "kok jutek banget sih lagi PMS ya," Raka membalas meledekku dengan memperlihatkan wajah jahilnya.

"Siapa yang jutek? Perasaan kak Raka aja kali." Elakku dengan wajah sok santai.

"emang jutek kayak gitu. Wajah kamu itu sekarang angker banget lebih angker dari kuburan."

Hah? Angker kayak kuburan? Keseeeel! pengen jitak kepala kak Raka sekarang.

"AKU NGGAK JUTEK," Teriakku dengan suara super kencang. Keras kepala sekali laki-laki ini.

"loh kenapa marah?"

Aaaaaaaargh...

Aku tersenyum dibuat-buat kearahnya, "Aku nggak marah kok." Jawabku dengan menekankan suara.

"terus kenapa teriak?"

"nggak mau jawab."

"loh kenapa nggak mau? Jawab dong Nay." Oh No, dia masih saja ngotot.

Bibirku langsung manyun sekarang,"karena kak Raka budek."jawabku asal.

'Pliiiiis, jangan bicara lagi kumohon atau kalau nggak akan aku kasih lem super plus lakban tuh mulut.'

Tanpa terduga kak Raka mengalungkan tangannya di leherku. "wajah kamu menggemaskan sekali kalau lagi manyun begini. Jadi pengen...." kak Raka sengaja menggantung kalimatnya.

Cinta PertamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang