Empat

1.7K 135 17
                                    

Typo

***

Minji POV

Aku terus menusuknya, tanpa belas kasih. Setiap detik, rajamanku terus melesak lebih jauh pada liang vaginanya, bahkan terasa kepala penisku menyentuh dinding rahimnya sesekali. Dan itu menghantarkan sebuah lenguhan indah dari pita suaranya.

Kepalaku sedikit berkunang-kunang saat menatap wajah berkeringatnya. Ini terlalu nikmat. Setiap gesekan di bawah sana tercipta, setiap aku melihat butiran keringat masuk ke dalam sela-sela rambutnya, setiap dia melenguh dan mendesah―disaat itulah api semangat dalam diriku untuk terus menyentaknya berkobar hebat.

Aku ingin terus mendengar desahannya yang halus dan indah, disertai dengan dadanya yang membusung menggoda setiap kali aku menyentuh sesuatu yang kenyal di dalam sana. Itu pasti titik termanisnya.

"Armhhh~"

Aku menunduk untuk meraup bibir tebalnya lagi yang memerah dan sedikit terluka karena ulahku tadi. Posisi yang aku ambil juga semakin mempermudah laju hentakanku, karena sedari tadi aku menaruh kaki kirinya di bahu kananku, dengan kedua tangannya yang aku tahan di atas kepala karena dia tidak dapat berhenti memberontak saat aku memulai semua pemerkosaan ini.

"Anghh aahh,"

Desahan halusnya kembali membelai telingaku, dan itu sedikit membuat bulu kudukku meremang mendengarnya. Desahannya disahuti oleh suara kecipak basah dari bawah penyatuanku dengannya. Nampaknya, dia akan segera keluar, terasa juga dari liang beceknya yang menghisap lembut adik kecilku.

Aku lepaskan cumbuanku, sampai suara terlepasnya tautan bibir kami terdengar jelas―itu karena aku ingin mendengarkan desahan lantangnya di detik-detik klimaks seperti beberapa saat yang lalu.

"Aahh! Anghh!! F- faster!"

Aku tersenyum mendengarnya mengatakan hal itu setelah banyaknya berontakan yang dia lakukan dengan cara memukul, menggigit, menjambak, bahkan mencakar. Hampir datangnya pelepasan sebelum ini saja dia tidak mengatakan apa-apa, malahan dia memintaku untuk berhenti.

Tidak lama akupun menurutinya. Aku semakin menambah tempo hentakanku, hingga tubuhnya terhentak dan desahan lantangnya sedikit terpotong-potong akibat dari tubuhnya yang terkantuk ke atas ke bawah.

"Angh! Aaaahhh..." desahan panjang terakhirnya―yang disertai oleh sesuatu yang hangat menyelimuti batang kemaluanku, memberitahuku kalau dia sudah sampai untuk yang ke 2 kalinya.

Aku membiarkannya mengumpulkan napas setengah-setengahnya sejenak.

Kulepaskan cengkraman di kedua tangannya untuk menghapus keringat yang membasahi kening dengan menggunakan telapak tanganku. Setelahnya, aku menegakan punggung dan menurunkan kakinya sebelum membawanya untuk duduk di atas pangkuanku yang sedang bersandar pada sofa.

Dia memegang pundakku dan sedikit merematnya, napasnya mulai normal walau masih terasa sedikit berantakan. Aku tatap matanya yang sayu, dengan tangan kanan yang sudah merayap naik dari perut menuju salah satu payudaranya.

"Anhh-!"

Aku mengendurkan remasan kerasku yang tiba-tiba, menyebabkan sebuah desahan terkejut, sakit, sekaligus nikmat keluar dari belah bibir montoknya. Lalu, aku kembali meremas payudaranya, namun kali ini aku memakai perasaan.

Payudaranya padat, juga lembut dan kenyal. Aku suka. Apalagi ukurannya yang pas di genggaman, membuatku semakin ingin kembali meremasnya lagi dan lagi. Libidoku mulai merangkak naik saat mendengar lenguhan indahnya akibat dari ulah tanganku sendiri.

Aku memasukan puting tegangnya ke dalam mulutku. Lidahku langsung menyapa daging kecil itu dengan cara menjilatnya di sela kuluman. Setelah ini, aku akan membuat puting kecilnya menjadi lebih besar, agar aku puas saat menghisapnya.

Love and ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang