Tujuh

696 94 42
                                    

Typo

***

Hari sudah malam, ini waktunya bagi semua makhluk hidup beristirahat setelah lelah beraktivitas di siang hari, begitupula dengan yang Hanni lakukan sekarang ini. Dia sudah sangat mengantuk, bahkan sudah tidak terhitung lagi berapa kali dia menguap lebar.

Meski sudah dalam keadaan mengantuk berat, Hanni masih belum memejamkan mata. Alasannya mudah, karena dia tidak tahu harus tidur di mana. Hanni mana mungkin tidur di kamar yang semalam, apalagi bersama Minji, itu tidak mungkin. Sofa memang ada, tapi Hanni sedikit tidak dapat bergerak bebas kalau harus tidur di atas sofa.

Sudahlah, kalau ingin memahami Hanni, kalian harus memiliki gelar S4 dulu.

"Hanni...?"

Suara yang terdengar menggantung tersebut berhasil menarik Hanni untuk menoleh. Di sana ada Minji yang berada di ambang pintu kamarnya dengan kedua tangan memegang kusen pintu, juga menatap Hanni dengan air muka sulit dibaca.

"Belum mengantuk? Atau belum mau tidur...?" tanya Minji sedikit ragu.

Hanni yang mendengar pertanyaan itu sontak menguap. Dia tidak sengaja melakukannya, dia hanya refleks saat Minji berujar seperti itu. Tanpa menunggu Hanni menjawab, Minji sudah tahu apa jawabannya. Kemudian, dia berjalan mendekati Hanni.

"Ayo tidur. Ini juga sudah malam," ajak Minji, namun Hanni menggeleng pelan tanda tidak mau atau yang lain, menyebabkan sebuah dengusan geli terdengar di telinganya yang bersumber dari Minji, "Baiklah, aku tidak akan memaksamu tidur di kasur yang sama denganku. Silahkan tidur di sini, aku yakin kau akan merasa nyaman, karena sepanjang malam pasti akan ada yang mengelus rambutmu,"

Selepas mengatakan itu, Minji berjalan pergi ke arah kamarnya. Hanni mengangkat sebelah alisnya sedikit bingung, merasa ada yang janggal akan perkataan Minji barusan. Lalu, dia bersuara, "Apa kau yang akan melakukannya?"

Minji berhenti di ambang pintu kamar, memutar kepala, lalu menggeleng, "Sosok yang ada di belakangmu yang akan melakukan itu,"

Spontan Hanni melompat dari sofa dan berlari mendekati Minji. Dia terkejut, ingin menangis karena jantungnya hampir copot, kemudian merengek dan menampar lengan Minji yang sedang tertawa hingga si empunya meringis, "Jangan menakutiku, sialan!" maki Hanni.

"Aku hanya bercanda. Sensitif sekali," ucap Minji di sela kekehan kecilnya dan usapan di lengannya, "Ya sudah sana tidur. Aku juga mau tidur," ucap Minji memerintah sedikit lalu berjalan masuk, namun yang membuat Minji terkejut, ternyata Hanni mengekori dirinya, "Lho? Kenapa ikut masuk?"

"Tadi kau menyuruhku tidur, sekarang malah bertanya kenapa ikut masuk; ya jelas aku masuk ke sini karena kamar di apartemenmu hanya ini! Tidak ada yang lain!" jawab Hanni sedikit menggebu-gebu.

Minji terkekeh melihatnya, "Maksudku, aku menyuruhmu tidur di sofa, seperti yang kau inginkan tadi, 'kan? Ya sudah sana. Kenapa malah ikut masuk ke dalam kamarku?"

Hanni sedikit cemberut, lalu bersidekap dada dan membuang muka, "Aku tidur di sini... bersamamu," sambung Hanni dengan nada suara pelan, tapi masih bisa ditangkap dengan baik oleh telinga Minji.

Minji mengulum bibirnya, berusaha menahan senyum kemenangan miliknya sekaligus menahan senyum gemas karena melihat Hanni yang teramat sangat lucu di matanya sekarang, "Ehem! Baiklah, kalau begitu matikan dulu televisinya,"

"Tidak mau. Kau saja," tolak Hanni ketus.

"Lho? Kau yang menontonnya sedari siang, tapi kenapa aku yang harus mematikannya?" tanya Minji bingung, tapi tidak ada sahutan dari si mungil Pham, membuat Minji harus memutar otak dan mencari jawabannya sendiri. Setelah dapat, Minji kembali mengulum senyumnya, "Penakut. Jarak tempat dirimu berpijak dengan televisi hanya 3 langkah saja, itu tidak jauh sama sekali,"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 28 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love and ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang