Lima

1K 140 19
                                    

Typo

***

Cklek!

Hanni melirik pada sumber suara. Dia secara perlahan menarik selimut sampai menutupi seluruh tubuhnya saat melihat seseorang berdiri di ambang pintu sebelum masuk. Orang itu mendekat ke arah kasur.

"Bersihkan dirimu selagi aku membuat sarapan,"

Hanni menggigit bibirnya dan menatap Minji lumayan dalam. Dia juga sedikit bingung harus memjawan apa,  "A- aku ingin pulang," entah apa yang ada dipikirannya, namun mulutnya lah yang mengatakan itu.

Minji membuang napas lelah, lalu dia menggaruk rambutnya yang sedikit basah sambil melirik ke arah lantai, sebelum kembali menatap Hanni yang masih terbaring di kasur, "Pulang? Boleh. Silahkan,"

Hanni menatap Minji tidak percaya. Dia makin merasa sangat tidak percaya setelah melihat Minji merentangkan sebelah tangannya ke arah pintu kamar, seolah memberi Hanni ruang untuk pergi secara cuma-cuma. Tapi, tidak dapat disangkal juga, di sisi lain Hanni senang karena Minji tidak mempersulit dirinya.

Tadinya, Hanni pikir, Minji akan menahannya pergi dari sana, tapi syukurlah dia tidak melakukan hal menjijikan tersebut.

Bergegas Hanni mulai bergerak dari posisi terbaringnya. Dia melilitkan selimut pada tubuhnya sebagai kain yang menutup tubuh karena Minji tidak pergi dari kamar itu walau dia sudah memberikan izin pada Hanni untuk pergi.

Namun, baru sedetik dia berdiri, sesuatu yang teramat perih hinggap di lubang vaginanya. Rasa perih itu membuat kakinya lemas dan berakhir terjatuh di dinginnya lantai. Kenapa sakit sekali? Pikir Hanni saat itu.

Kernyitan di keningnya memudar saat Hanni mendengar suara kekehan berat yang seolah mengejek dirinya. Lekas dia mendongak untuk melihat orang tersebut, Minjipun balik menatapnya, "Ya. Kau boleh pergi, asalkan, kau mampu berjalan dengan kedua kakimu itu," ucap Minji menyunggingkan smirk.

Hanni meremas selimut yang melilit tubuh. Dalam hati dia merutuki kebodohannya yang langsung mempercayai perkataan Minji begitu saja tadi. Seharusnya, dia tidak boleh percaya mau sebesar apapun Minji meyakinkannya.

Bodoh sekali kau, Hanni.

Kaki panjang Minji yang dibalut celana pendek, bergerak melangkah mendekati Hanni yang tertunduk. Dia berjongkok, lalu meraih dagu Hanni dan perlahan mengangkatnya, "Silahkan pergi sebanyak yang kau mau, aku tidak akan menghitungnya, tapi ingat 1 hal, sebelum kau berhasil lolos, aku akan datang dan mematahkan kakimu terlebih dahulu,"

Lalu, Minji secara tiba-tiba membopong Hanni seperti pengantin baru. Spontan Hanni meremas kerah kaos yang dikenakan Minji disaat tangannya yang lain melingkar di leher jenjang Minji. Pipi Hanni bersemu merah dibuatnya, yeah, setidaknya Minji menggendongnya tanpa melepaskan selimut yang membalut.

Minji lalu membawa Hanni keluar dari kamar menuju kamar mandi. Hanni agak was-was saat Minji ikut masuk ke dalam kamar mandi sebelum menurunkannya dengan hati-hati, "Mandilah. Aku akan mengambilkan handuk baru dan menyiapkan pakaian untukmu,"

Setelah mengatakan itu, Minji berlalu pergi, meninggalkan Hanni yang masih kebingungan. Tapi, Hanni lekas membuang rasa bingungnya dan memilih segera mandi, tubuhnya sangat lengket dan terasa remuk, mungkin mandi akan menjadi obatnya.

-

-

-

Hanni mengintip dari balik tirai yang menjadi penghalang saat dirinya mandi di bawah pancuran shower tepat di atas bath up―bermaksud melihat sekeliling, mencari handuk yang katanya akan dibawakan oleh Minji. Namun, tadi saat Hanni mandi, tidak ada tanda-tanda bahwa Minji sudah masuk ke dalam. Apa dia berbohong?

Love and ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang