Bab 19. Kehidupan Baru

999 60 3
                                    

Arjuna duduk melamun, pandangan matanya tertuju pada figura yang menampilkan foto kebahagiaan sebuah keluarga. Seorang anak perempuan yang bisa usianya kisaran 4-5 tahun sedang tertawa bahagia dalam gendongan seorang Ayah. Begitu juga dengan seorang ibu muda yang tersenyum ceria sambil memeluk suaminya.

Arjuna mengedarkan pandangannya di ruangan yang terlalu besar, ia duduk di depan sebuah kursi kosong berbataskan meja sebagai pemisah tempatnya duduk saat ini. Di atas meja berwarna coklat itu terdapat papan nama yang bertuliskan Andi Segara, dibawah nama tersebut terdapat huruf kecil yang bertuliskan Manager.

Arjuna memang tengah menunggu sesi interview dengan pimpinan tempatnya melamar pekerjaan.

Tak lama, pintu ruangan pun terbuka. Seorang laki-laki yang usianya tak jauh berbeda dengan Arjuna terlihat terburu-buru memasuki ruangan dan segera duduk tepat di kursi kosong yang berada di hadapan Arjuna. Laki-laki itu mengenakan pakaian casual yang terlihat sedikit formal,  kemeja putih dan blazer abu-abu disertai dengan celana jeans itu sangat cocok di tubuh laki-laki itu.

"Sorry, tadi saya kejebak macet. Biasalah Jakarta" ucap laki-laki yang sama persis seperti laki-laki di foto yang sempat Arjuna perhatikan sebelumnya.

Arjuna hanya tersenyum mengangguk, lagipula Arjuna juga belum lama menunggu di ruangan itu.

"Sebentar" ujar laki-laki yang bernama Andi, ia membuka laci mejanya dan mengambil berkas yang tak lain adalah berkas yang berisikan lamaran kerja dari Arjuna, "Arjuna Bima Sadewa."

"Betul pak" jawab Arjuna tersenyum.

"Terdengar seperti nama dari tiga orang ya" ucap Andi tersenyum.

Arjuna ikut tertawa kecil mendengar ucapan Andi, "saya juga berpikirnya begitu, pak. Tapi kenyataannya itulah nama yang diberikan oleh mendiang kedua orang tua saya."

"Tapi sepertinya cocok untuk kamu. Tampan seperti Arjuna, gagah seperti Bima, semoga kamu bijaksana seperti Sadewa" puji Andi membuat Arjuna sedikit kikuk mendengar pujian tersebut.

"Ternyata bapak tahu tokoh perwayangan juga" balas Arjuna.

"Tentu, saya sering membacakan cerita itu saat anak saya ingin ditemani tidur."

Andi membalikkan berkas lamaran kerja yang ia pegang, melihat ke lembar berikutnya dan sedikit memicingkan mata.

"Kamu serius?" Tanya Andi seperti tidak yakin melihat berkas yang ia pegang, "kamu betul-betul ingin bekerja disini?"

"Saya serius pak," jawab Arjuna mantap penuh keyakinan, "apakah ada yang salah dari surat lamaran kerja yang saya buat."

Andi menggeleng, "tidak ada, saya tidak bermaksud meragukan kamu, Bima. Ah iya ... ngomong-ngomong kamu biasa dipanggil Arjuna, Bima atau Sadewa?"

"Bima saja pak" jawab Arjuna tanpa banyak berpikir.

"Oke, jadi begini, Bim. Kamu seorang lulusan universitas ternama di kota kelahiran kamu, hampir semua orang di Jakarta jika kita sebutkan universitas ini, pasti semua mengenalnya. Apa kamu yakin ingin bekerja di tempat saya?" Tanya Andi lagi masih tidak percaya, "terlebih nilai kamu tidak ada yang mengecewakan, itu artinya kamu orang yang cerdas semasa kuliah."

"Tapi saya tidak punya pengalaman kerja pak, selama ini saya menghabiskan waktu di kebun saja" jawab Arjuna jujur.

"Bima, kamu punya modal untuk mencari pekerjaan yang lebih baik dari ini. Bisa-bisanya kamu kepikiran melamar kerja jadi montir di bengkel saya" ujar Andi lagi.

Andi memang pemilik sekaligus manager di bengkel yang lokasinya berada di Jakarta Selatan itu. Bengkel milik Andi bisa dibilang cukup besar dan megah. Tak hanya melayanai reparasi kendaraan bermotor, namun bengkel itu juga melayani cuci steam dan modifikasi, sehingga setiap harinya bengkel milik Andi cukup ramai dikunjungi.

Romance In The VillageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang