Warna langit berubah menjadi jingga, menampilkan panorama indahnya senja yang tak bertahan lama. Lambat laun senja kabur, sehingga gelapnya malam menggantikan posisinya. Tak ada bintang malam ini, hanya ada bulan yang berbentuk setengah lingkaran, sedangkan setengahnya lagi seolah disembunyikan awan. Namun, sekalipun cahaya bulan tak begitu terang, lampu petromax yang Dewi bawa cukup untuk menerangi sekitaran tenda.
Seperti yang telah disepakati bersama, setelah selesai makan malam, sekelompok muda-mudi itu berencana untuk duduk di puncak bukit, menikmati malam dengan riang gembira, bersenda gurau dalam canda dan tawa.
"Gal, gitarnya jangan lupa" teriak Dirga dari luar tenda.
"Berisik" balas Galih yang baru saja keluar dari tenda membawa gitar yang dimaksud Dirga.
"Eriawan mana?" Tanya Dirga menyulut rokok di tangannya.
"Lagi bersihin mulutnya, sempet-sempetnya ngisep punyaku dulu" jawab Galih dengan mimik wajah serius.
"Isep tuh jempol kamu sendiri!" Sahut Eriawan yang baru keluar dari tenda dengan mengenakan jaket tebal, kaos kaki dan juga sarung tangan. Tak lupa kupluk di kepalanya.
"Dandanannya sudah seperti di gunung" ledek Dirga melihat penampilan Eriawan.
"Jangan samain dong kayak kalian, aku nggak kuat dingin" ujar Eriawan melototi Dirga dan Galih secara bergantian.
Cuaca malam ini memang dingin, bahkan saat berbicara Eriawan mengeluarkan asap dari mulutnya, tapi tubuh Galih dan Dirga seakan sudah mati rasa, kedua pemuda itu hanya mengenakan celana panjang dan baju kaos tanpa lengan, sehingga otot kekar dan ketiak dengan bulu-bulu tipis terekspos dari tubuh kedua pemuda itu.
"Kalian berdua emang gila" ujar Eriawan bergidik ngeri membayangkan dinginnya malam yang menusuk tubuh kedua pemuda itu.
Tapi baik Galih dan Dirga terlihat santai saja, seakan sudah kebal menghadapi keadaan cuaca.
"Kak Eri, ayo!"
Eriawan menarik lengan Galih dan Dirga bersamaan, menyeret kedua pemuda itu untuk mendekati Elisa dan rombongan yang sudah memanggilnya.
"Lama banget kalian" celetuk Dewi yang membawa lampu petromax di tangannya.
"Nungguin manusia ini nih, repot" Galih menunjuk Eriawan, "mesti pakai jaket, kaos kaki, sarung tangan, nggak sekalian sarung tinju."
"Oke aku lepas, tapi kalau aku masuk angin, kamu mau tanggung jawab!" Eriawan balas menunjuk Galih.
"Iya, aku tanggung jawab. Kalau kamu masuk angin, nanti aku ikut masukin" balas Galih membuat yang lainnya tersenyum lebar.
"Sudah ... sudah," Elisa mencoba melerai kakaknya dan Galih yang selalu saja berdebat, "ayo, mumpung bulan masih cukup terang."
"Mas Hendra udah bawa semua kan peralatan masaknya?" Tanya Dewi bergelayutan di tangan suaminya.
"Beres, semua ada di tas" Hendra menunjuk tas besar di punggungnya.
"Memangnya Kak Dewi mau masak lagi di atas?" Tanya Elisa.
"Nggak, El. Persiapan aja buat seduh kopi, susu ataupun Mie instant, sayang juga udah dibawa kalo nggak diseduh" Dewi menjelaskan.
"Ide briliant, ngopi sambil gitaran. Waaah ... mantap pasti" sahut Galih sudah membayangkan.
"Lets go" Dewi berteriak penuh semangat.
* * *
"Ahh .... nikmat sekali" Galih menyeruput kopi di tangannya sambil duduk bersila di atas rumput.
![](https://img.wattpad.com/cover/291351641-288-k748825.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Romance In The Village
Romance🏳️🌈 GAY STORY Adrian, namanya terseret kasus penggelapan dana perusahaan yang sama sekali tidak ia lakukan. Tapi hakim sudah memutuskan Adrian sebagai tersangka, sehingga Adrian harus mendekam di penjara. Setelah beberapa tahun mendekam di penjar...