Next update 150 votes and 45 comment ya 😊✈️
✈️✈️✈️
Jakarta tengah malam. Kota metropolitan ini memang tak pernah redup. Walaupun jam sudah menunjukkan dini hari namun hilir mudik kendaraan roda dua maupun empat masih saja memadati jalanan ibu kota. Kota tak pernah tidur ini memang masih ramai dipadati oleh aktivitas manusia. Mungkin kotanya yang ramai, tetapi Nabila tetap sepi.
Alphard hitam yang tengah membawanya pulang masih melaju di antara manusia yang juga bertujuan. Bias gedung-gedung tinggi sebab laju kendaraan yang cepat menjadi fokusnya melihat. Pikirannya terbang pada kejadian saat di vanue tadi malam.
"kenalin ini Bunga" sebuah perkenalan singkat dari Paul tentang perempuan yang menemaninya konser malam tadi benar-benar mengusik pikiran Nabila
"halo, Bunga" tidak ada yang salah dari seorang Bunga, cantik, bahkan sangat cantik. Proporsi badannya ideal. Kepribadiannya juga ramah, tak terhitung berapa lama ia mampu tersenyum selama mengulurkan tangan pada seluruh orang dalam tenda.
"Nabila" Nabila ikut tersenyum, tangannya meraih tangan Bunga berusaha terlihat akrab dan bersahabat. 'Baik Nabila, saatnya bersandiwara' batinnya berucap
"she was so excited waktu aku ajak nonton konser kamu" Benarkah Paul? Bahkan Nabila tidak peduli seberapa senang perempuan ini.
"thank you" balas Nabila singkat, tidak lupa dengan senyuman penuh keterpaksaan yang wajib ia tunjukkan.
Sama halnya Paul, Bunga tampak mudah berbaur. Bersenda gurau dengan tim Nabila yang mostly lelaki termasuk om Nabila, om Abenk menjadi pemandangan miris yang Nabila lihat. Nabila merasa asing pada kebiasaan yang ia sebut rumah.
Lagu Arcade terputar dan menggema dalam mobil yang mengantarnya pulang. Rintik-rintik hujan juga mengiringi perjalanan menuju Jakarta pusat tempatnya tinggal. Nabila tersenyum pahit, kini semesta seakan mendukungnya untuk meratapi nasib. Jatuh cinta sendirian memang tidak pernah mengesankan.
✈️✈️✈️
Nabila terbangun dari tidurnya sebab suara ummah yang memanggilnya. "mmh" erangan kecil keluar dari bibirnya. Rasanya ia masih punya waktu satu hari penuh untuk tidur mengingat jadwalnya manggung berlangsung esok hari.
Diintipnya jam dari ponsel, tertera angka 07.00 WIB. Ia hampir kembali lelap dalam tidur jika saja ummah tidak berdiri di samping ranjang tidurnya dan menyibakkan selimut yang tadinya masih menutupi setengah badannya. Bahkan ia belum genap tidur delapan jam, mengapa ummah begitu bersikeras membangunkannya.
"bangun adek, ada teman kamu di depan" ah siapa teman Nabila yang bertamu sepagi ini batinnya
"siapa ma?"
"gatau, cowo, ganteng"
Nabila mengernyit, siapa teman laki-lakinya yang tampan. Seingatnya satu-satunya teman dekatnya berkelamin laki-laki hanyalah Edo. Manusia itu juga masih berada di Amsterdam untuk memperdalam ilmu teatrikal dan kedua orang tuanya sudah pasti hapal.
Tidak ingin mengambil pusing, Nabila bangkit dan menuju kamar mandi untuk mencuci muka serta menggosok giginya. Diambilnya lipbalm yang memberikan sentuhan pink di bibirnya agar terlihat lebih fresh.
Jarak antara kamar Nabila dan ruang tamu terpaut satu lantai. Tandanya ia harus menuruni beberapa anak tangga untuk sampai ke tempat dimana 'temannya' itu berada.
"haha iya om, kalo udah biasa ga grogi lagi nerbangin pesawat" sayup-sayup ia dengar suara dari ruang tamu. Jantungnya berdegup, jelas tercetak wajah panik setelah mendengar suara yang ia kenal sedang membicarakan soal pesawat.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sky and Hope
ФанфикKita bertemu di tempat pertemuan sekaligus perpisahan. Jika jarak adalah musuh abadi setiap insan lantas apa yang sebenarnya kita perjuangkan?