11. Jalan Terjal

66 3 0
                                    

"Semakin kau diuji, semakin tinggi peluang kau menjadi pribadi yang tangguh lahir maupun batin. Hanya saja, ujian itu perlu dilewati dengan sabar."

***

Lima bulan telah berlalu semenjak Anggun mengabdikan diri di ndalem. Awalnya, ia merasa biasa saja dan bisa mengatasi semuanya. Bisa membagi adil waktunya. Namun, kini ia mulai merasakan jalan terjal.

Semakin hari, hafalannya semakin bertambah. Dan mestinya, waktu yang dibutuhkan untuk al-Qur'an semakin bertambah juga. Yang awalnya ia hanya hafal juz tiga puluh, kini ia telah berhasil menghafal hingga juz lima belas. Anggun memang cerdas soal hafalan. Hal demikian juga diakui oleh temannya ketika masih menduduki bangku SMA.

Teman-teman setorannya merasa tercengang, apalagi Ustadzah Ima. Sebab dalam kurun waktu enam bulan, ia dapat menghafal lima belas juz. Semenjak Anggun ikut ndalem, ia jadi sering menolak ajakan Syimah untuk saling sima'an hafalan. Mungkin karena ia merasa waktunya sudah habis untuk kegiatannya sendiri.

Selain harus buat setoran, Anggun harus ke ndalem pagi dan sore. Belum waktu setoran itu sendiri. Waktu buat piket kamar, pondok, belum lagi jika Bu Nyai Fatma memanggil secara mendadak karena suatu hal. Selain karena alasan itu, sebenarnya Anggun hendak menghindar dari ajakan Syimah untuk sima'an. Ia merasa minder, canggung, dan ragu jika harus sima'an dengan ustadzah yang bahkan sudah lancar, bahkan jika dibolak-balik sekalipun.

Sebenarnya, Syimah ini sering mewakili pesantren dalam ajang lomba tahfiz cabang kecamatan, bahkan hingga kancah Nasional. Ia selalu saja berhasil mendapatkan juara dan mengharumkan nama pesantrennya hingga kancah Nasional. Jika Anggun diminta menjadi partner sima'annya, siapa yang tidak canggung coba? Akhirnya, Anggun perlahan menolak ajakan Syimah, meskipun Anggun tahu bahwa Syimah juga kecewa atas penolakannya.

Dalam hafalan, setiap berhasil menghafal lima juz, maka akan diadakan ujian tasmi' lima juz tersebut. Ia akan disima' menggunakan mikrofon di hadapan teman-teman satu kelas. Anggun telah dua kali mengikuti ujian tersebut. Juz satu sampai lima, dan juz enam sampai sepuluh. Dan kini, ia tengah menyiapkan diri untuk disima' juz sebelas sampai lima belas. Namun kali ini, ia mulai merasakan jalan terjal itu. Padahal sepuluh juz sebelumnya tampak biasa-biasa saja.

Suatu malam ketika waktunya setoran, Anggun merasa resah. Ustadzah Ima mengatakan sesuatu padanya.

"Udah siap ujian tasmi' Nggun?" tanya Ustadzah.

"Emm...gimana ya Ust?" Anggun memasang wajah bingung.

"Loh kenapa? Kok tiba-tiba banget kamu nggak siap?" Beliau bertanya demikian karena tahu selama ini Anggun selalu siap. Namun kali ini berbeda. Anggun tampak ragu.

"Kenapa Nggun? Boleh cerita?" tanya Ustadzah.

"Jadi begini Ust-"

***

Empat hari yang lalu. Tepatnya ketika Anggun di minta merapikan almari baju milik Bu Nyai Fatma. Beliau menyuruh Anggun untuk mengajak dua orang teman. Akhirnya, ia mengajak Serly dan Mbak Sai'dah.

Dengan diawasi Beliau, Anggun dibimbing agar memilah baju beliau yang sudah tak terpakai yang nantinya disuruh dibagikan ke mbak-mbak. Sementara itu, Serly dan Mbak Sai'dah bagian melipat dan merapikannya di almari.

Ketika dirasa sudah usai, Beliau meninggalkan mereka bertiga.

"Anggun, Ibu tinggal ngajar dulu ya. Kamu selesaikan hingga rapi ya Nak!" titah beliau.

"Nggeh Bu Nyai."

Beliau pun meninggalkan mereka hendak mengajar. Melihat baju-baju dan beberapa sarung, Anggun merasa heran sebab masih bagus justru beliau berkehendak agar dibagikan ke santrinya.

"Wah, aku ambil jubah ini ya Mbak Anggun," ucap Serly terkagum melirik jubah yang sedari tadi diincarnya.

"Ambil saja. Beliau juga sudah mempersilakan tadi," ucap Anggun.

"Aku mau yang ini Nggun." Sa'idah juga mengambil pakaian tersebut.

"Ya Mbak. Ambil aja! Sisanya biar kubagikan ke teman-teman."

"Kamu nggak ngambil Nggun?" tanya Saidah.

"Iya. Aku ambil jilbab pasmina beliau aja. Aku suka."


Mujahid 30 Juz [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang