Prolog: Mau Pesan Apa, Kak?

6 0 0
                                    

Berkunjung ke kedai kopi adalah bagian dari kegiatan sehari-hari yang wajib aku lakukan minimal seminggu tiga kali.

Hari ketika aku mulai menulis ini adalah malam saat aku baru saja melihat pemandangan hangat di kedai kopi yang sering kukunjungi.

Tepat di depanku, ada dua orang yang sedang jatuh cinta sedang bercakap-cakap dengan penuh kehangatan.

Aku dan mereka terhalang sebuah tembok dan jendela kaca lebar.

Aku yang tengah sendirian ditemani segelas ice hazelnut latte dan laptop yang menyala rupanya ikut merasakan kehangatan percakapan mereka.

Aku memang tidak bisa mendengarnya, tapi dari bahasa tubuh dan senyuman yang tampak, aku menilainya sebagai percakapan yang menyenangkan.

Di belakang mereka, di belakang jendela kaca besar itu pula aku sedang memikirkan apa saja hal-hal yang perlu kutanyakan pada seseorang.

Pertanyaan-pertanyaan dari empat tahun yang lalu, yang kusimpan sendiri kini mulai menguap perlahan-lahan.

Ketika seseorang tersebut tiba-tiba datang, aku sangat terkejut. Ia datang menjelaskan segala kesalahpahaman yang pernah terjadi.

Lalu, ketika kami pulang, ia bertanya, "Ada yang ingin ditanyakan?" Banyak! Tapi aku sudah lupa.

Pikiran itu seketika buyar saat melihat pemandangan hangat di depanku itu.

Tiba-tiba saja, di dalam hati aku berharap semoga mereka berdua bisa selalu seperti itu. Melewati suka dan duka dengan saling bergandengan.

Serta selalu mencintai di dalam kekurangannya sendiri-sendiri.

Selamat membaca cerita pendek tapi cukup panjang ini. Terlalu panjang untuk jadi cerpen dan terlalu pendek untuk jadi novel.

Hazelnut Latte and Questionable Things akan menemani Sabtu malammu beberapa hari ke depan.


Peluk hangat,

Shabila :)

Hazelnut Latte & Questionable ThingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang