"It's been a month, Gladis. Kamu gimana kabarnya? Saya dengar kamu sudah kerja ya sekarang?"
Gladis mengangguk untuk menjawab pertanyaan wanita paruh baya yang sudah dua tahun ini menjadi psikiater pribadinya, Inggit.
Inggit tersenyum lembut, "Pekerjaan kamu aman, kan? Apa ada kesulitan selama kamu kerja disana?"
"Saya baru dua minggu disana, ada yang bantuin juga. Jadi tidak sesulit itu."
Senyuman Inggit semakin lebar, "Saya ikut senang dengarnya. Ini awal mula yang bagus loh buat kamu. Mungkin setelah kerja ini, keinginan kamu untuk membuka toko bakery muncul lagi? Kamu masih mau punya toko kue, kan?"
Mendengar penuturan Inggit, Gladis menyunggingkan senyum tipisnya, "Coffee shop, Dok," ralatnya sopan, namun kemudian senyum itu menghilang kembali, "Saya masih belum tahu."
Sejujurnya, Gladis tidak tahu apakah keinginannya membuka coffee shop miliknya sendiri akan terwujud. Itu adalah keinginan impulsifnya setelah Christian memuji kue buatannya enak. Mereka dulu pernah berjanji untuk membangun coffee shop bersama —Gladis yang akan membuat pastry sedangkan Christian yang akan meracik kopi.
Masih terekam juga di ingatan perempuan itu bagaimana rasa kopi buatan Christian di indera pengecapnya.
Nikmat. Sangat nikmat.
Gladis tersenyum sendu.
Sesi konseling rutin dengan dokter Inggit kemudian berjalan seperti biasa. Inggit berkata, dirinya sudah jauh lebih baik dari yang sebelumnya. Sudah tidak ada keinginan untuk menyakiti diri sendiri, sudah mau bersosialisasi lagi, dan sudah bisa mengendalikan emosi negatifnya.
Dokter Inggit berkali-kali memujinya. Mengatakan bahwa sekarang Gladis hanya perlu menemukan kembali gairahnya dalam hidup. Gladis mungkin bisa mencoba banyak hal baru. Menemukan hobi baru. Bergaul kembali dengan teman-temannya.
Namun, lagi-lagi, Gladis hanya tersenyum menanggapi semua pujian Inggit. Gladis tidak merasa semua pujian tersebut layak diberikan untuknya. Karena, ada sesuatu yang tidak ia ceritakan pada sesi konselingnya hari ini.
"Semangat ya, Gladis. Sampai bertemu di sesi selanjutnya satu bulan lagi."
Gladis hanya mengangguk, "Baik, Dok."
♡♥♡♥♡♥♡♥♡♥♡♥
"Gladiiiiss! Omg, my girlfriend! Kemana aja lo??"
"Halo, Rio."
Gladis membiarkan tubuhnya kini dipeluk —lengkap dengan kecupan di kedua pipinya. Tidak seperti senyum tipis andalannya, kali ini Gladis tersenyum lebih lebar saat menyambut Rio —bartender klub yang biasa ia datangi.
Benar, saat ini Gladis sedang mendatangi klub malam tempat dimana ia dulu terbiasa menghabiskan waktunya untuk bersenang-senang.
OceanSky adalah klub yang dulu biasa ia datangi bersama Christian. Bahkan, sebenarnya Christian adalah orang yang pertama kali mengenalkannya pada Rio —lelaki dengan rambut cepak dan badan langsing gemulai.
Klub ini tempat dimana ia pertama kali mencoba segala jenis alkohol. Tempat dimana ia bisa dengan bebas menari, bersenang-senang, dan menjadi dirinya sendiri. Namun, sejak dua tahun terakhir, tepatnya sejak ia bangun dari koma, Gladis bahkan sudah tidak pernah menemukan Christian lagi disini. Bertanya pada semua temannya pun percuma —mereka semua tidak tahu kemana Christian pergi.
Lelaki itu menghilang bagai ditelan bumi.
Meskipun begitu, meskipun tahu Christian sudah menghilang, Gladis tetap rutin datang ke tempat ini. Sedikit banyak berharap ada yang mengetahui kabar Christian sekarang. Berharap Christian paling tidak muncul satu kali di dalam klub ini. Berharap, ia dapat bertemu lagi dengan Christian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meet My Fiancée x JOHNNY NCT [ 2 ]
RomanceTatapannya mengikat. Sepi, kelam, kosong, namun mampu membuatnya tanpa sadar jatuh semakin dalam pada pesona perempuan itu. Layaknya laut yang tenang, semakin dalam ia menyelam, semakin banyak rahasia baru yang terkuak. Tanpa ia sadari, sudah tidak...