Kesedihan menyelimuti rumah keluarga Caca. Banyak orang silih berganti melayat Ayahnya. Lidia (ibu Caca) yang menatap pedih penuh luka menggores hati Caca. Entah kenapa Lidia sangat mencintai Ilham yang selalu memberi luka itu. Dulu Ilham adalah laki-laki yang sangat mencintai keluarganya hingga semua usahanya bangkrut barulah ia menjadi orang yang seperti itu.
Caca berada diruang tamu ketika para sahabatnya datang.
"Ca, maafin kita ya baru bisa dateng" Viona mengelus tangan Caca"Yang sabar ya Ca. Gua tau kok sahabat kita kuat" Dinda mencoba menenangkan Caca
"Acara kemarin gimana?" tanya Caca dengan nada lirih. Caca langsung meninggalkan pekerjaannya ketika Lidia menelfon. Sahabatnya lah yang menangani event itu sampai selesai.
"Nggak usah mikirin Caradiv. Caradiv aman Ca. Lo tenangin diri lo dulu, Lo butuh istirahat. Inget jangan pernah ngerasa sendiri, selalu ada kita di samping lo" tutur Rachel
"Makasih ya kalian semua" 4 Musketeers saling berpelukan memberikan ketenangan pada Caca. Caca beruntung memiliki sahabat sekaligus rekan kerja seperti mereka. Mereka yang kerap kali menguatkan Caca, mereka yang tahu bagaimana keluarga Caca tanpa mau mengumbarnya, mereka yang selalu memberikan senyumnya untuk Caca.
Dinda, Viona dan Rachel pulang setelah Papa Dion menjemput Dinda sekaligus melayat. Papa Dion sudah menganggap Caca layaknya anak sendiri, begitu pula Lidia yang menganggap sahabat Caca seperti anaknya sendiri.
Caca memilih masuk ke dalam kamarnya daripada menerima tamu. Rasa kantuk tak bisa ia bendung saat ini. Caca belum tidur dari kemarin. Pura-pura kuat di depan Lidia sang ibu agar Lidia tak lagi menangis.
Matahari pergi begitu cepat. Caca terbangun dan mandi setelahnya. Melaksanakan sholat magrib, memanjatkan doa agar semua berjalan baik-baik saja kedepannya.
"Nak, keluar sebentar ada tamu" panggil Lidia
"Iya Bu sebentar Caca pakek jilbab dulu" jawabnya
Caca menemui Lidia di ruang tamu. Terlihat Lidia sedang berbincang dengan sepasang suami istri dan seorang pria entah siapa karena pria itu membelakanginya.
"Oh ini yang namanya Nasya. Cantik ya Pa" ucap wanita tersebut. Semua mata tertuju pada Caca membuatnya tersenyum kikuk.
"Lo?" Caca kaget ternyata laki-laki yang sejak tadi membelakanginya adalah Raka.
"Hai" jawab Raka dengan santainya
Tanpa memperdulikan Raka, Caca duduk di samping Lidia ibunya.
"Selamat malam Tante Om"
"Malam cantik, calon menantunya Tante"
"Ibuk, kok calon mantu sih" bisik Caca kepada Lidia. Lidia yang menatap Caca dengan tatapan sendu entah kenapa membuat Caca khawatir
"Sayang, dengerin Ibuk. Caca percaya kan kalau Ibuk menginginkan yang terbaik buat Caca?" Caca menjawabnya dengan anggukan
"Nak, mungkin ini terlalu cepat buat kamu. Tapi, ini adalah apa yang ayahmu pesankan pada Om" ucap Abi. "Ayahmu berpesan bahwa kamu akan dinikahkan dengan anak Om, Raka" lanjutnya
Deggg
Air mata seketika mengalir di pipi Caca. Sakit sekali rasanya. Kenapa seseorang yang selama ini Ia sebut ayah selalu saja menyakitinya bahkan ketika Ia tiada? Rasa pahit dan sesak terus mendesak dirinya.
"Nak, Ibuk nggak maksa kamu. Tapi Ibuk mohon ini yang ayahmu minta di sisa hidupnya" hanya ekspresi memohon yang ada di wajah Lidia. Caca sangat menyayangi Ibunya lebih dari dia menyayangi dirinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kutub
RomanceCaca merebahkan tubuhnya di atas kasur sembari menatap langit-langit kamar villa. Memikirkan apakah dia sanggup menjalani tugas sebagai seorang istri? Sementara sama sekali tidak ada rasa antara dia dan Raka. "Nak, di dalam pernikahan tidak semuanya...