Assalamualaikum
Bismillahirrahmanirrahim
Allahumma sholi alaa syaidina Muhammad***
"Kamu sebenarnya punya cukup modal, Li buat bikin usaha sendiri. Sayang potensi kalo cuma berdiri di bawah ketiak saya." Pak Bagus hari ini kembali menyemangati Ali.
"Nggak pede, Pak." Ali merendah.
"Keluar dari zona nyaman kamu, Li. Bawa salah satu rekan dari kantor buat nemenin kamu." Pak Bagus jelas tak mau pemuda itu selamanya jadi bawahan.
Hari ini, seluruh karyawan Pak Bagus, termasuk Ali sedang berkumpul makan bersama sebagai perayaan atas meningkatnya pemasukan satu terakhir ini.
"Sekalian saya juga mau ngasih tahu, saya mau melamar gadis buat anak saya, Tata." Pak Bagus memberi pengumuman. "Ini nih ceweknya. Nggak nyangka saya selera Tata tinggi," puji Pak Bagus seraya memperlihatkan foto seseorang dalam layar ponselnya pada seluruh karyawan.
"Namanya Fatimah Wiguna, ponakan mantan asisten rumah tangga saya yang sekarang punya saham di restoran Pak Wirya."
Ucapan Pak Bagus cukup membuat Ali kaget, tetapi ia tak gentar dan berusaha menyembunyikan semua itu. Ali menguatkan hatinya, dia ingin melihat seberapa berhasil Tata mampu meluluhkan Fatimah Wiguna.
Sepulang dari acara makan-makan, Ali memutuskan untuk ke rumah Nisa. Ia akhirnya berdamai saja dengan hatinya, lagipula ada hal penting yang harus dibahas dengan Riza. Ali memutuskan untuk membuat perusahaan sendiri sesuai saran Pak Bagus. Dia sudah memikirkan hal ini matang-matang dan keyakinannya akan usaha itu sudah membulatkan tekadnya.
"Pokoknya maju terus. Jangan lupa selalu promosi!" Riza memberi semangat.
Ali mendapat arahan dari sang paman yang memang seorang pemborong handal. Papa Riza memetakan design ter-up to date yang sedang digandrungi penikmat jasa interior. Sampai akhirnya beliau juga mau bekerja sama dengan Ali dan siap membantu demi majunya usaha yang baru akan dirintis pemuda itu.
***
Fat mengetuk-ngetukan pulpen ke atas meja belajarnya, sudah berusaha fokus dengan pelajaran yang diterimanya, tetapi wajah Ali malah menari-nari di kepala.
"Calon istri."
Lontaran kalimat Ali yang disertai senyum miring serta alis yang dinaikkan sebelah menjadi ciri khas jahilnya pria itu. Fat sampai berkali-kali mengusap wajahnya, siapa bilang hatinya tak bergetar saat Ali melontarkan ucapan itu. Di balik cadarnya Fat menyunggingkan senyum.
Akhirnya Fat memilih tidur saja, nanti tengah malam sembari salat tahajud bisa melanjutkan fokus belajar, begitu pikirnya.
Namun, rencana tinggal rencana. Fat bangun ketika azan subuh baru berkumandang. Jangankan mampu mengulang materi, tahajud saja ia terlewat. Ketika masuk ke kamar mandi dengan mata yang masih setengah lengket, Fat akhirny terpeleset dan merasakan kakinya terkilir.
Langkah Fat sampai terpincang-pincang saat keluar kamar mandi. Ia pikir akan lekas sembuh, nyatanya hingga hendak berangkat kuliah pun kakinya masih terasa sakit. Bahkan dia harus hati-hati ketika menaikan tubuhnya ke atas ojek online.
Dalam perjalanan, berkali-kali ia menengok ke belakang sebab merasa ada pengendara motor dengan pakaian hitam-hitam yang mengikutinya. Dia sampai menyuruh driver ojol untuk memacu lebih cepat motornya. Hingga tiba di stasiun Gondangdia, Fat lihat si pengendara yang misterius itu juga berhenti agak jauh tapi masih dapat dijangkau oleh penglihatannya.
"Siapa, sih?" gumam Fat sambil melesat men-tap kartu pada mesin dan berlari agar tak lagi dikejar si pakaian hitam-hitam.
Tiba di kampus, gadis itu selalu datang paling awal. Terlihat di kursinya kali ini terdapat kotak makanan yang masih belum ia ketahui apa isinya, dan siapa pengirimnya?
"Cie, penggemar nih, ye," celetuk Azani, teman yang duduk di sebelah Fat yang baru datang. Gadis itu meraih kotak makan yang sedang Fat pegang. "Gue buka boleh, Fat?" Azani memasang wajah memohon. "Dari si ganteng." Azani membaca nama pengirim yang tertulis di atas tutup kotak bekal.
"Buat kamu aja," tawar Fat kemudian duduk dan tak lagi peduli pada Azani yang ribut saat melihat isi dari kotak bekal itu adalah cookies berbentuk love.
"Fat, gue nggak tega ah mau makannya. Takut ada peletnya," celoteh Azani kembali menyerahkan makanan beserta tempatnya pada Fat. Mau tak mau Fat akhirnya menaruh kotak bekal ke dalam tas. Kali ini otaknya makin dibuat bingung, belum hilang siapa si pemakai baju hitam-hitam, sudah ada lagi kotak makan misterius.
Dengan hati dan pikiran yang tak sepenuhnya bisa fokus, Fat selesai juga hari itu dengan kelasnya. Cookies beserta tempatnya masih berada dalam tas, bingung mau Fat apakan. Fat celingukan ketika keluar dari stasiun, pesanan ojol-nya datang tepat waktu, membuat Fat tak perlu menunggu. Sepanjang perjalanan, ia terus menerus melihat ke arah belakang. Takut kembali dikuntit oleh si pakaian hitam-hitam.
Kembali selamat sampai rumah membuat Fat langsung membanting tubuhnya ke atas sofa, Bi Aas yang sedang merapikan gelas bekas tamu sampai menggeleng melihat tingkah keponakannya.
"Cape ya, Fat?" Aas kembali dengan segelas air putih dingin untuk Fat.
"Hari ini panas banget, Bi." Fat mendudukan tubuhnya.
"Buka aja kerudungnya." Aas menyodorkan air pada Fat.
"Makasih, Bi." Fat menarik sedikit nikabnya agar leluasa menyesap minumannya.
"Barusan ada orang tua Tata." Perkataan Aas membuat Fat tersedak. "Datang baik-baik, mau lamar kamu bulan depan katanya." Tambah kaget Fat dengan perkataan Aas. "Bibi makin nggak suka aja sama mereka, kok ya mandang kita dengan materi." Aas kesal, tadi lagi-lagi Pak Bagus menyodorkan amplop tebal berisi uang.
"Bi, aku nggak mau." Fat menggeleng, dia sudah kenal betul orang seperti apa Tata itu.
Fat kembali teringat orang berpakaian hitam-hitam yang menguntitnya tadi, jangan-jangan itu Tata? Begitu prasangka Fat bicara.
"Kamu bisa menolaknya saat nanti malam mereka kembali datang," beri tahu Aas.
"Mau datang lagi?" Fat membulatkan mata tak percaya. "Kayak nggak ada cewek lain aja?"
"Duh, Bibi jadi berasa lagi naro telur di ujung tanduk ini, Fat."
"Telornya aku gitu?" Fat tertawa.
"Trauma Bibi ke pria, bikin Bibi rasanya berat buat lepasin kamu." Aas membuat Fat tersenyum dan memeluk bibinya itu.
"Nggak semua cowok kayak gitu, Bi. Buktinya ayahku." Fat mengeratkan pelukan saat terdengar Bi Aas terkekeh. "Doain aja semoga nanti aku dapet suaminya yang baik lebih dari ayah."
"Aamiin ...." Suara si kembar kompak menyahuti doa Fat. "Ayo ih kita liqo!" ajak Qima yang sudah bersiap.
"Mandi dulu bentar, ya!" Fat melesat naik ke kamarnya untuk membersihkan diri. Karena tak mungkin pergi ke pengajian dengan keadaan badan yang gerah.
Semoga hari ini lancar nggak ada Ali nyamperin lagi. Jangan mendekat terus, Ali. Aku makin susah lupain kamu.
***
Makasih semuanya untuk komen dan votenya ya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Hijrah Cinta
RomanceJuara 1 editor choice dalam event GMG Branding 2023 *** Sejak sadar hidupnya sudah hancur, Fatimah tak lagi percaya adanya Tuhan. Terlebih saat ibunya meninggal setelah melahirkan adik kembarnya. Lalu sang ayah yang juga meninggal akibat dibakar hid...