🍁empat🍁

16 7 2
                                    

Sinar matahari menyusup di balik pepohonan, samar-samar terdengar suara burung berkicauan, Suasana yang begitu damai. Aku menggeliat sembari meregangkan otot tubuh. Malam tadi tidurku sangat pulas, rasa lelah dan nyeri di sekujur tubuh bercampur baur menjadi satu. Saking pulasnya rasa takut pun dalam sekejap hilang, padahal malam tadi aku hanya sendiri, Bang Ziel pergi entah kemana. Tapi beruntung pagi ini dia sudah berdiri kembali di hadapanku, Aku tersenyum ke arahnya. Sedangkan dia? Masih bersikap dingin.

"Hoaaam... Eh, Bang Ziel. Tadi malam kalo boleh tahu kemana ya?"

Seperti biasa, Manusia es ini tidak menjawab.

"Bajumu sudah terlanjur banyak sobekan, di sana ada mata air, ganti baju kemudian isi botol minum untuk persediaan air, Kamu mau pulang, atau melanjutkan pendakian ke puncak?"

"Awalnya sih aku pengen mendaki ke puncak, tapi...keadaan kaya gini lebih baik aku---"

"Berarti pulang, Sudah bersiaplah! Kita lanjutkan perjalanan. Asal kamu tahu track yang kamu lalui kemarin itu daerah terlarang, memang sesekali pernah di gunakan sebagai jalan pintas untuk menuju puncak, itupun hanya pemburu hewan liar yang menggunakannya"

"Bang Ziel doyan banget motong pembicaraan, padahalkan---"

"Saya gak memotong pembicaraan kamu, tapi saya sudah tahu tujuan ucapan kamu itu kemana, lagian waktu kita gak banyak. Hampir 10 Km lagi jarak yang mesti di tempuh untuk---"

" Untuk Sampai ke rumah ya, Bang?"

Bang Ziel mendengus karena aku memotong pembicaraannya " Untuk kembali ke jalur yang benar"Ucapnya lagi.

"Ya ampun jauh banget..." Lirihku. Mendengar jarak tempuh yang mesti kami lewati, tubuhku sudah lemas duluan. Andai saja ada pintu ajaib Doraemon, boleh dong pinjam dulu sebentar.

"Mau aku tinggalin lagi hah? Pagi-pagi itu lakukan kegiatan yang bermanfaat selain melamun dan bengong" Bang Ziel kembali membentak.

Kesal, aku pun menghentakan kaki, Tapi lupa dengan keadaan kakiku yang belum sembuh benar, akhirnya malah membuat semakin nyeri. Bang Ziel sepintas terkekeh melihat tingkahku. Ternyata bisa tertawa juga dia.

Setelah berganti pakaian, aku pun kembali menghampiri Bang Ziel, laki -laki itu sibuk membakar umbi-umbian yang entah dari mana dia dapatkan.

"Makanlah, Ubi ini bisa mengganjal perut mu sampai siang"

" Makasih ya, Bang!" Dia hanya mengangguk tanpa melihat ke arahku. Padahal aku sudah menyiapkan senyum semanis mungkin.

Setelah beberapa menit, Kami pun melanjutkan perjalanan. Sebelumnya Bang Ziel membubuhkan tanda di sebuah batang pohon.

"Bikin apa, Bang?"

"Tanda, siapa tahu ada Tim SAR yang mencari keberadaan kamu" 

Aku langsung menautkan kedua alis " Oh.." Balasku.

"Daerah ini masih termasuk daerah terlarang, Banyak hewan liar masih berkeliaran di sekitar sini, Jadi kamu harus tetap waspada. Apalagi jam-jam seperti sekarang, sama halnya dengan manusia, mereka pun pasti sibuk mencari makanan"

Aku terus mengikuti langkah Bang Ziel dari arah belakang, satu hal yang membuatku berdecak kagum yaitu luka yang di tutup dedauan kemarin siang. Amazing, saat ini luka tersebut sudah hampir mengering. Ternyata selain pemberani, Bang Ziel juga tahu dunia pengobatan secara alami.

"Di sini bukan hanya hewan buas, lengah sedikit saja bisa-bisa kamu diculik"

"Diculik? Kalo begitu kita bisa minta tolong aja sama penculik supaya keluar dari hutan ini, Iya gak, Bang!"

Jasad Yang Terpendam Jiwa Yang Ingin PulangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang