“hai mine....”
What the hell, apa yang tadi dia katakan? Mine? Apa kepalanya telah terbentur sesuatu atau ada sarafnya yang putus. Dan apa maksud dia bilang mine padaku. Emang dia siapa bisa ngeklaim seenaknya.
“Maksud kamu apaan?” Tanyaku untuk mendapatkan kepastian dari perkataannya tersebut.
“Kau adalah milikku” Jawabnya sambil menyeringai. Andrew kayaknya bener-bener butuh pengobatan deh. Dan lihat sekarang dia malah mendekatkan wajahnya padaku. Aku hanya bisa menutup mata dan berdo’a semoga tidak terjadi apa-apa.
Aku mendengar suara tawa yang tertahan yang aku yakini itu pasti berasal dari Andrew. Seketika aku membuka dan mendapati Andrew masih saja menahan tawanya. Aku mendengus kesal seraya bangkit dari bangku untuk pergi ke kantin menyusul Dara.
Baru saja beberapa langkah tangan ku ditahan dengan sangat erat yang pasti tanganku akan berubah menjadi biru. Dengan kasarnya Andrew mendorong tubuhku ke papan tulis yang memang berada didekat kami. Punggungku seperti dipukul oleh pemukul baseball, sakit sekali.
Aku meronta dalam genggaman tangannya yang seperti ingin memutuskan pergelangan tanganku. Bukannya melepaskan Andrew semakin mengeratkan genggamannya tersebut. Air mata ku sudah tertampung banyak yang pasti sebentar lagi akan tumpah.
“Andrew lepaskan” Rintihku yang sudah tidak tahan lagi dengan perlakuannya. Dan akhirnya air mata ku jatuh meluruh dikedua pipiku. Setelah mengatakan kalimat tersebut Andrew langsung melepaskan genggamannya tersebut. Dia menangkup wajahku dan menghapus air mata ku dengan ibu jarinya. Tidak ingin terhanyut dengan perlakuannya aku langsung menggelengkan kepala ku berusaha melepaskan tangan Andrew yang berada diwajahku.
Andrew pun menurunkan tangannya tersebut dari wajahku. Aku mengahapus air mataku dengan sangat kasar tidak ingin terlihat lemah dihadapannya.
“Jangan dekati aku” Setelah itu aku pergi dari kelas menuju taman yang berada dibelakang sekolah ini. Mungkin setelah ini aku tidak akan mengikuti pelajaran sampai bel pulang. Aku tidak sanggup untuk melihat wajah Andrew.
Lihat tanganku yang tadinya putih sekarang menjadi berwarna biru. Ingatkan aku untuk menghajar Andrew setelah tangan ku sembuh nanti atau mungkin aku harus membunuhnya langsung. Kalau saja hukum memperbolehkan membunuh seseorang ingin sekali aku melakukan itu.Angin berhembus dengan sangat anggunnya menerbangkan rambutku yang tak diikat. Rerumputan yang sedang aku duduki pun ikut bergoyang dengan gemulainya. Aku memejamkan mataku untuk lebih menikmati hembusan angin tersebut.
Tubuhku menjadi sangat ringan mungkin angin telah menghembuskan segala beban yang aku punya. Gara-gara Andrew hari ini aku menjadi sial. Mungkin aku akan memberi julukan si pembawa sial padanya.
Aku berharap semoga hari ini tidak terjadi lagi.**
Author POV
Sang mentari dengan perlahan turun dari singgasananya diganti dengan sang rembulan. Angin pun semakin mengencangkan hembusannya. Langit telah berubah menjadi gelap menandakan bahwa semua orang harus berada dirumah untuk bersiap menyelami alam mimpi. Tapi itu semua tidak mengusik Pamela yang kini sedang terlelap dipadang rumput yang luas tersebut.
Sebuah tepukan pelan dipipinya langsung membuat Pamela menggeliat tidak nyaman. Karena tidak mendapat respon dari Pamela seseorang tersebut kembali menepuk pipinya agak sedikit keras. Dan itu berhasil membuat Pamela membuka kedua matanya.
Pamela termenung sebentar untuk mengumpulkan kembali nyawanya. Sebuah tepukan dipundaknya membuat dia bergetar. Selain mempunyai trauma dengan lelaki, dia juga takut dengan semua hal yang diluar nalar manusia. Seperti hantu misalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Destiny
WerewolfSaat aku harus terikat dengan sesuatu hal yang tidak pernah terlintas sedikitpun dipikiranku selama ini. Haruskah aku menerimanya? Apakah aku boleh menolaknya? Yang pasti semua keputusan ada ditanganku saat ini.