Sahira memutar bola matanya begitu melihat Nio membukakan pintu mobil. Memangnya ia tidak bisa buka sendiri apa?
"Silahkan my little girl."
Sahira sudah muak dengan panggilan itu lagi. Sekarang ia memilih abai. Terserah Nio ingin memanggilnya apa.
Nio membuka pintu di sebelah kanan lalu masuk. Tak lupa ia memasang seatbelt. Nio melirik ke arah Sahira. Gadis itu belum mengenakan seatbeltnya . Nio berpikir, apa gadis itu tidak bisa memasangkan sendiri? Apakah ia harus membantu? Baiklah, Nio akan bertindak.
"Gak bisa pasang seatbelt hm? Atau mau gue pasangin?" Ujar Nio menggoda Sahira.
Sahira menatap sinis ke arah Nio. "Gak usah modus, gue bisa pasang sendiri."
Nio terkekeh. Kemudian mobil hitamnya melaju dengan kecepatan sedang. Nio berniat tidak akan membawa Sahira untuk pulang ke mansion milik Leo. Ia akan membawa gadis itu ke mansion miliknya.
Nio itu kaya, mapan, dan tampan. Ia memiliki segalanya, kecuali satu. Kasih sayang ibu yang tidak pernah ia dapatkan. Ia ingin mencari kenyamanan dan kenyamanan itu ada pada Sahira. Gadis yang baru beberapa hari Nio temui.
Sedang asik menikmati wajah datar Sahira, Nio dikejutkan oleh suara tembakan dari arah belakang mobilnya.
"Nio siapa?" Tanya Sahira panik. Ia ingin menoleh ke arah belakang. Namun Nio melarangnya.
"Jangan Sahira, tetap fokus ke arah depan." Untung saja kaca mobilnya anti peluru sehingga tidak mudah pecah.
Nio melihat mobil yang mengikutinya berjumlah tiga. Sialan! Itu pasti musuh Papanya. Nio lupa, ia tidak membawa bodyguard. Ia pikir akan aman-aman saja. Lagian ia hanya ingin pergi berdua saja bersama Sahira. Tidak disangka bedebah sialan itu malah membututinya.
"Little girl pegangan yang kencang. Gue bakal ngebut."
Nio melajukan mobilnya di atas kecepatan rata-rata. Mengingat jalanan yang sepi membuat Nio lebih leluasa. Saat ini sudah larut malam, pengendara mulai agak jarang. Apalagi jalanan menuju mansion mikik Nio, sangat sepi jika malam hari begini.
"Sialan!" Nio mengumpat. Mobilnya terus-menerus ditembak.
Nio melirik ke arah Sahira. Gadis itu memejamkan matanya dengan erat. Hal itu terlihat lucu. Akan tetapi, Nio tidak bisa memandangnya lebih lama. Ia memilih fokus ke depan takut jika ia menabrak pepohonan pinggir jalan. Tidak lucu jika ia mati menabrak pepohonan. Niat untuk menghindari maut, malah menjemput maut sendiri.
"Nio, apa mereka masih mengejar kita?" Sahira mulai membuka matanya. Gadis itu kini menatap Nio yang sedang serius menyetir.
"Masih little girl, lo tenamg aja. Duduk anteng, sambil tiduran juga boleh," kata Nio sambil tersenyum tipis ke arah Sahira.
Gila! Di situasi seperti ini ia malah menyuruh Sahira tiduran? Mana bisa?! Sahira kustru merasa gelisah, takut dan khawatir menjadi satu. Sebenarnya siapa mereka? Pikir gadis itu.
Mobil Nio berhasil disalip oleh salah satu mobil itu. Mobil sedan hitam terparkir menghalangi jalan Nio. Lelaki itu menggeram tertahan.
"Little girl minggir," Nio membuka glove box yang ada di depan Sahira.
Awalnya gadis itu ingin melayangkan protes karena Nio menyentuh kaki mulusnya yang terekspos. Setelah melihat apa yang Nio ambil Sahira bungkam seribu bahasa. Ia melihat di glove box itu ada dua pistol yang Sahira sendiri tidak tahu jenis macam apa pistol itu.
"Tetap di sini jangan kemana-mana little girl," pesan Nio sebelum keluar dari Mobil.
Sahira ingin mencegah Nio. Namun ia terlambat, Nio sudah keluar lebih dulu sambil membawa dua pistol yang Sahira lihat tadi. Gadis itu ketakutan, ia dapat melihat Nio yang dikeroyok dua belas orang sekaligus.
KAMU SEDANG MEMBACA
HIRANIO
Художественная прозаSahira tidak menyangka Ibunya akan menikah lagi setelah bercerai dari Sang Ayah. Sahira terpaksa mengikuti Ibunya tinggal bersama suami barunya. Ayah gadis itu sudah tidak perduli lagi dengan anak kandungnya. Keluarga Sahira hancur. Diikeluarga baru...