1

11 2 0
                                    

Dari jendela kelas terpancar sinar mentari yang indah.

Bunyi bel menggema, menandakan pelajaran sekolah telah usai. Langkah seorang gadis begitu riang. Saat ini saat yang paling dia tunggu. Larilah dia menuju gerbang sekolah, mengikutinya.

Menapak langkah kaki penuh semangat. Dia didepan sana, seseorang yang menjadi jawaban wajahnya yang sumringah.

Langkah kecil mengalun mengikuti sebuah cahaya abu abu. Bayangan seorang laki laki didepan sana yang begitu tenang. Cahaya temaram senja yang hangat. Angin semilir yang menyapu anak rambut.
Deburan air begitu menenangkan.

Tapi dari semua keindahan itu, ada satu yang menjadi favotinya. Punggung tegap berbalut seragam sekolah yang tersampir dibahu kanannya sebuah ransel.

Rambutnya yang acak semakin semrawut diterpa angin. Kakinya yang jenjang melangkah penuh kepastian. Ketenangan ini begitu sulit untuk dilewatkan.

Mika, gadis berpenampilan biasa yang jauh dari kata cantik telah memendam perasaan begitu lama. Pada seseorang didepan sana, TOP. Nama lelaki tampan yang cukup populer itu Top.

Sejak awal pertemuan pertama, Mika langsung jatuh hati padanya, perasaan itu ia pendam sendiri. Tak ada siapapun yang tau. Mika sudah bahagia hanya dengan mengaguminya dalam diam.

Top tidak pernah tau tentang itu,
dia hanya mengenal Mika sebagai teman sekelas yang memiliki jalan pulang searah.

Dua tahun mereka selalu pulang bersama. Ditempatkan pada kelas yag sama sejak kelas pertama, Mika merasa begitu beruntung. Tapi Top hanya menganggapnya seperti angin lalu.

Rutinitas Mika dihabiskan hanya untuk sekolah dan sisanya dirumah. Tapi menginjak SMA dia memiliki hal lain yang menarik. Memperhatikan Top dari belakang, dan menikmati suasana pulang sekolah bersama.

Jarak langkahnya satu meter dari bayangan Top didepan. Dia tidak mengharapkan sapaan yang manis. Dengan Top masuk sekolah tiap hari sudah membutanya bahagia.

Top sibuk dengan sekolah dan berbagai kursus bimbel. Melihat mimpinya yang tinggi membutnya harus bekerja keras untuk meraihnya. Mengesampingkan hal yang dirasa tak penting. Termasuk keberadaan Mika.

Mereka berdua tidak pernah bertegur sapa. Dua anak manusia ini seperti terhalang kepribadian masing masing.

Tepat di ujung jalan terdapat dua rumah bersebelahan dengan ukuran hampir sama. Teras keduanya terlihat jelas satu sama lain. Rumah sederhana dengan pagar kayu yang sudah usang. Sepasang tetangga itu memasuki rumah masing masing tanpa suara.

Mika menyadari bahwa perasaan itu cukup mengganggunya. Setiap kali ia berpapasan dengan Top jantungnya bedegup tidak karuan. Semenjak satu sekolah dimasa SMA ini, intensitas pertemuannya kian meningkat.

Berada dalam satu ruangan yang sama, menghirup udara yang sama selama beberapa waktu, membuat Mika susah konsen. Aura Top sungguh menyilaukan mata. Belum lagi kemahirannya dalam kelas yang selalu memukau setiap kaum hawa. Kharismanya sungguh susah ditolak.

Masih berbalut seragam Mika merebahkan tubuhnya ke kasur empuk dilantai. Pikirannya melayang jauh. Saat pertama kali bertemu dengan Top.

# Flashback.

Malam itu dia baru balik dari warung untuk membeli gula suruhan emaknya.
Digang panjang yang cukup gelap dia berjalan dengan menenteng kresek hitam. Menggoyangkan kresek itu seirama dengan langkah.

Lampu temaram yang cukup redup mati seketika. Mungkin kongslet pikir Mika tanpa memikirkan hal yang lebih jauh. Dia membuka senter ponsel sebagai penerangan.

Srak srak...

Suara langkah kaki Mika mendadak bersahutan. Sandal jepit yang tipis memprihatinkan tidak mungkin menimbulkan bunyi sekeras itu.
Dia mendengar suara langkah yang semakin cepat.
Langkahnya bersahutan, membuat dirinya semakin mengeratkan genggaman pada ponsel yang menerangi jalan.

TOPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang