Berani berbuat berani bertanggung jawab. Ulahnya menyebabkan sang suami kelimpungan menunggu dia pulang. Tak jauh berbeda, Jimin pun turut merasa waswas begitu tiba di kediaman luas milik suaminya. Hanya waswas, bukan perasaan ketakutan. Beruntungnya ketika dia sampai, Jungkook masih berada di luar. Dengan terburu-buru ia melepas sandal sebelum masuk ke dalam.
"Nyonya, Anda sudah pulang?" Moya menyapa saat keduanya berpapasan di ruang tengah. "Tadi Tuan terus mencari Anda. Dia pergi ke jamuan makan malam dari salah seorang rekan bisnisnya. Saya diminta menyampaikan kepada Nyonya, karena sewaktu Tuan menghubungi ponsel Nyonya berulang-ulang, tetap tidak masuk."
"Mas Jungkooknya sudah pulang?"
"Belum, Nyonya." Moya menjawab seadanya.
"Kalau begitu aku langsung ke kamar saja." Langkah Jimin berubah tenang usai tahu ia pulang lebih awal daripada sang suami, "Tolong kunci pintunya ya, Moya."
"Baik, Nyonya," sahut si asisten rumah tangga.
Di dalam kamar, Jimin mengemasi barang-barang belanjaannya. Ia mengamati singkat satu-persatu barang itu sebelum menyimpannya ke dalam lemari. Pasalnya, ia tidak ingin memancing kemarahan Jungkook bila suaminya tersebut mendapati paper bag berserakan di kamar mereka. Betapa tidak, baru dua minggu yang lalu Jimin membeli barang bermerek secara online, juga dalam jumlah banyak. Bukan cuma satu atau dua macam barang.
Ketika rampung, Jimin menyegerakan dirinya untuk mandi dan berganti pakaian. Tidur adalah solusi tepat agar ia tak harus mendengar rentetan tanya dari suaminya. Tangannya mengambil kimono handuk lebih dahulu. Kemudian, beringsut ke kamar mandi, benar-benar hanya mandi di bawah guyuran shower demi menghemat waktu. Sekalian dia berniat berjaga-jaga, menghindari interaksi dengan suaminya di malam ini. Laki-laki itu bisa tiba kapan saja dan ia tidak mau ada keributan di antara mereka.
Hampir sepuluh menit berlalu, Jimin pun keluar dari kamar mandi. Sedari tadi rambutnya sengaja ia gelung ke atas agar tidak basah. Perempuan berparas menawan ini memandang pantulan dirinya di cermin yang digantung tak jauh dari pintu kamar mandi.
"Baru pulang juga?!" Mendadak bariton suaminya menukas tanya, sehingga ia yang tak siap menghadapi situasi semacam spontan pula terperanjat. Faktanya, nyali Jimin justru menciut saat mereka bertemu muka.
"Iya, Mas." Seolah berbisik, suara Jimin hampir tidak bisa didengar.
"Segitu pentingkah teman-teman Adek? Lalu, apa artinya keberadaan Mas buat kamu, Ji? Mas menelepon kamu berkali-kali saking cemasnya, tapi istriku ini tidak suka diganggu sepertinya." Jungkook duduk di pinggir ranjang. Seraya merenggangkan dasi, ia memandang istrinya bersama kecewa yang teramat dalam. Rautnya tak dapat menutupi fakta tersebut.
"Maaf, Mas. Adek terlalu asyik mengobrol dengan mereka, tidak sengaja lupa waktu. Ponsel Adek lowbat, makanya tidak mengabari Mas." Memberanikan diri di balik alibi, Jimin memaksakan diri untuk mendongak memandang suaminya.
"Mas baru tahu kalau di circle kamu tidak ada yang punya ponsel selain kamu. Ini bukan soal ketidaksengajaan. Tetapi, Adek memang tidak memikirkan bagaimana perasaan Mas di sini. Sekhawatir apa, sekacau apa, Adek tidak mau tahu. Terkadang Mas heran, kenapa hanya Mas yang tidak bisa berhenti memikirkan kamu. Setiap hari, dua puluh empat jam bayangan kamu terus melintas di kepala Mas. Bagaimana kondisi kamu, makan yang benar atau tidak, apakah sudah beristirahat dengan cukup. Mas benar-benar menikmati dampak keberadaan kamu setelah kita menikah. Segitu besar arti kehadiran Adek buat Mas. Kalau Mas tanya sebaliknya, kamu bisa jawab apa? Nihil 'kan? Ji, semisal kamu dapat memahami isi hati Mas, mustahil kamu segini entengnya mengabaikan posisi Mas sebagai suami kamu."
"Adek tidak sejahat itu!"
"Iya, dan Adek tidak sadar. Mas juga bingung jika ditanya apa alasan yang menyebabkan Adek tega."
"Mas, Adek benaran minta maaf. Adek tidak menyangka Mas bakal kecewa sebesar ini." Jimin merasakan pukulan kecil menghantam nuraninya. Ia mulai kelihatan panik, berupaya membujuk Jungkook yang sekarang beranjak untuk membersihkan diri. Tidak lama berselang, sekitar tujuh menit pria itu keluar dari kamar mandi dengan muka setengah basah sebab basuhan air. "Mas, dengarkan Adek dulu."
Namun, Jungkook betah bergeming. Ia sengaja berpura-pura tak menangkap ucapan apapun dari bibir istrinya. Untuk malam ini dia tidak ingin mengalah, memutuskan mengambil setelan piyama yang akan dikenakan, bergegas naik ke ranjang dan memunggungi Jimin tanpa sepatah kata ucapan selamat tidur. Sementara, peristiwa tersebut merupakan pertama kalinya bagi Jimin menemukan sisi lain suaminya. Ia tak bisa menepis kesedihan yang menyelimuti, dengan terpaksa tidur dalam suasana dingin sekaligus hampa.
-----
Jiji/Jeon Jimin.
Jeon Jungkook
KAMU SEDANG MEMBACA
Dek Jiji & Mas Jungkook
عاطفيةJimin yang manja selalu merasa bahwa suaminya tidak akan pernah menolak segala permintaan dia. Lagi pula, Jungkook punya banyak cinta untuk diberikan kepada istri tersayangnya ini tanpa bisa berbuat kasar sekalipun sekadar penegasan. Lalu, Jimin yan...