who r u?

92 16 0
                                    

First terbangun bertepatan dengan bunyi bell didepan. Heran. Malam malam begini siapa yang berkunjung.

Dia beralih duduk dan meraih ponselnya dari meja. Banyak panggilan dari papanya. First langsung berlari membukakan pintu untuk tamunya itu yang tak lain papanya sendiri.

Sangat tumben, papanya merelakan waktu yang berharganya hanya untuk berkunjung di apartmentnya. First tersenyum begitu sumringah. Papanya membalas tersenyum. Disaat First membuka pintu lebih lebar dibelakang, papanya lebih dulu menyodorkan beberapa buku tebal dan dokumen kepada First.

First menerimanya dengan ekspresi penuh tanya.

"ga masuk dulu pho" tanya First dengan harap.

"lain kali nak. takut terlalu larut ke pertemuan nanti"

First membalas ucapan itu dengan senyum pahit. Emangnya apa yang ingin ia dengar?

"hubungi papa kalau kau butuh sesuatu" kalimat itu diakhiri dengan tepukan pelan di pundak First.

Cukup lama setelah Papa first menghilang dibalik pintu lift, First masih setia berdiri di tempat yang sama ntah memikirkan apa.

bipp-

Lift berbunyi lagi. First refleks mendongak berharap itu papanya yang berubah pikiran. Kembali ke sisinya dan menemaninya malam ini.

Sambil bersiul. Pria dengan topi serta Hoodie hitam keluar dengan santainya dari lift. Dia melihat First yang berdiri mematung sambil memegang buku yang terlihat berat.

"ku bantu?" Tanya khaotung dengan ekspresi yang paling dibenci First.

First menatapnya datar. Dia merasa di double kill malam ini.

Melihat First melamun, Khaotung menjetikkan jarinya menyadarkan First.

"woi" ucapnya yang membuat First melototkan mata serta berdecak kesal.

"urus urusanmu sendiri"

Khaotung meringis mendengar kalimat tajam dan menukik itu. First mengacuhkannya, berbalik meninggalkan Khaotung. Dengan cepat menutup pintunya. Dia tidak akan membiarkan ada yang menerobos lagi kali ini.

Khaotung menggeleng kecil. Dia selalu merasa digantung jika mengajak First mengobrol. Bahkan sepatah kata yang dia ucapkan tidak pantas disebut suatu obrolan.

.

Pagi datang. Khaotung sudah hadir di kelas A+. Suatu hal yang dinanti para murid di kelas itu. Mereka ingin bukti kepintaran dari seorang Khaotung Thanawat'.

Baris ke dua dari depan. Dua kursi berdekatan dengan jendela. Tempat istimewa teruntuk First Khaotung. Murid pintar dengan segala rumor yang beredar.

Khaotung melirik First yang serius sejak pelajaran pertama. Tanpa ada niat menyapanya.

'Sebegitu ambisiusnya kah?' batin Khaotung.

Tatapan mereka tidak sengaja bertemu. Khaotung membuka mulut untuk berbicara, namun First mengalihkan pandangannya. Khaotung yang melihat reaksi itu berinisiatif menganggu First agar mau melihatnya.

Khaotung menarik buku pelajaran First. First menghembuskan nafas gusar. Andai mereka cuman berdua disini, maka dia tidak akan segan meneriaki Khaotung yang semakin kesini semakin melunjak.

"Meski keluargamu pemilik sekolah ini, ga berefek sama sekali bagiku. paham!"

Bisik First yang sukses mengejutkan Khaotung. Dia menatap First intens. Menaikkan alis bersiap bertanya mengapa teman sebangkunya ini mengetahui hal yang bahkan Presdir sekolah belum tau.

First merebut bukunya.

"kenapa? takut ketahuan?" tanya First yang memperhatikan Khaotung tidak kunjung mengeluarkan isi pikirannya.

Khaotung memilih diam. Tidak ingin merugikan diri sendiri.

Terukir jelas senyum di sudut bibir First.

'berguna juga dokumen dari papa' batinnya kemudian berusaha fokus dengan pelajaran.

Suasana tegang selalu meliputi kelas A+. Para murid merasa seluruh teman di kelas itu adalah saingan. Menjadi salah satu alasan kuat mengapa mereka tidak punya waktu untuk saling berdiskusi.

Jam pelajaran sesi pertama telah habis. Sehari ada dua sesi, dimana satu sesi terdiri dari 2 mata pelajaran. masing masing 1 jam satu mapel.

First tidak berminat keluar kelas. Hal yang sama dilakukan Khaotung. Serta 2 murid lain di kelas itu. Satunya memasang earphone ntah mendengar apa, dan satunya lagi menonton replay pelajaran dari kursusnya.

"pulang yu" gurau Khaotung yang dihadiahi lirikan maut dari First.

Khaotung terkekeh. Cuman satu raut wajah First yang selalu dia lihat. Alis mengerut dengan garis mata tajam.

"atauuu...kau mau ikut ke ruangan favorit ku?" lagi lagi Khaotung memecahkan konsentrasi First dari buku yang dibacanya. Namun pertanyaan Khaotung tidak bernada candaan.

"mending kau mengusulkan ke wali kelas agar memindahkan tempat dudukmu ke ujung" jawab First yang sama sekali tidak nyambung.

Khaotung tersenyum.

"marah marah mulu. awas cepat tuwir" kembali dengan nada mengejeknya. Khaotung segera berlari, sebelum di tendang keluar dari kelas.

Melewati pintu kelas, ekspresi datar dari Khaotung kembali dia tampilkan. Bukan disengaja. Jika ada yang mau bertanya tentang Khaotung dari sekolah lamanya, mau itu tentang sikapnya atau pergaulannya maka jawaban yang kalian dengar sama persis dengan yang kalian lihat. Dingin dan Introvert.

Khaotung terus berjalan menuju ruangan yang berada di belakang perpustakaan. Memastikan tidak ada orang disekitar. Pintu hitam ia buka menggunakan sidik jari. Kemudian masuk kesana tanpa curiga ada yang sedang mengikutinya.





























.
.
special up for celebrate our babies birthday.🤍🧡

TEMPORARY (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang