Aksara Cinta

827 23 0
                                    

Aku pikir semua cerita akan berakhir bahagia ternyata dugaanku salah. Sama seperti kisahku dengan Nona penikmat Kopi dan Senja. Perpisahanku dengannya meninggalkan luka yang teramat dalam. Jika aku paksakan, maka hancurlah kita berdua. Mungkin kisahku dengannya menjadi bagian cerita dari perjalanan semesta.

Setelah lama menyendiri dan introspeksi diri, maka kata usai dari akhir dari cerita ini. Barangkali ada yang menanyakan apakah aku baik-baik saja atau tidak? Jawaban nya adalah tidak. Oh ayolah aku bersama nya itu sudah cukup lama, bahkan sewindu pun mungkin tidak akan bisa membuatku lupa akan parasnya.

Namun kini aku perlahan pulih dari luka yang dia sebabkan. Aku bukan lagi langitnya, bukan lagi wanita yang selalu dia panggil ketika sedang bersedih, dan juga bukan rumah tempat ia pulang, kali ini hanya ada aku tanpa dirinya.

Mungkin penyebab kita berpisah salah satunya restu dari orang tua dan juga semesta. Kalian mungkin pernah mendengar, kita memang punya cinta tapi dunia punya norma. Itulah yang aku rasakan, diputuskan sepihak oleh norma dan juga norma.

Kalian ingin tau kisahku dengan dirinya tidak? Bagaimana kita berpisah, dan bagaimana hancurnya kita berdua saat itu? Maka akan aku ceritakan semuanya.


Beberapa bulan yang lalu

Seorang perempuan dengan santai berjalan kearah kursi yang berada tak jauh dari bibir pantai, duduk perlahan sambil melihat keindahan langit yang berubah menjadi jingga. Aroma pasir pantai dan deburan ombak yang menenangkan membuat perempuan itu menjadi sedikit tenang.

Tiba-tiba nada dering telfon membuatnya tersadar dari lamunannya. Tangannya terulur mengambil ponsel itu lalu mengangkat nya.

"Lo dimana, Lan?." Tanya seseorang itu.

"Tempat biasa, Kei." Jawabnya.

"Pantai?." Alana hanya berdehem saja.

"Pulang, Bunda dan Ayah Lo nyariin."

"Bilangin ke mereka, gue gak akan mau pulang kecuali mereka izinin gue bersama Aveline."

"Lan, Lo sama dia gak akan bisa bersama.  Kalian sama-sama wanita, jika kalian bersama kalian melangkahi norma."

"Aku tidak peduli Keira, bersama dia atau gue tidak akan menikah sampai kapan pun." Alana memutuskan sambungan telfon itu dengan sepihak.

Sudah 1 bulan lamanya Alana Clancy pergi dari rumah. Dia tidak ingin kembali kesana. Sejak dulu rumah itu adalah tempat dimana ia tidak bisa dirinya sendiri. Dikekang, dan juga diperintah.

"Sampai kapan kamu akan lari, Lan? Kasian kedua orang tua kamu."

"Avel, aku tidak lari. Aku hanya ingin bersama kamu."

"Aku tau, tapi bukan begini yang aku maksud Lan. Aku juga ingin bersama kamu. Tapi kita tidak mungkin bersama. Kita memang punya cinta, tapi dunia punya norma."

"Aku tidak perduli dengan norma avel. Aku mau kamu."

"Maaf Lan, aku tidak bisa. Jadi kita sampai disini saja ya."

"Avel tapi?."

"Aku cinta kamu Lan, sekarang dan selamanya." Aveline, mencium bibir Abigail dengan lembut. Setelah nya ia lepaskan dan berjalan menjauh dari Alana

Alana hanya menatap nanar kepergian Aveline. Setelah tubuh Aveline mulai menjauh dan hilang dari pandangannya. Air mata yang selama ini Alana tahan akhirnya terjatuh juga.

"Apa yang terjadi dengan hubungan kita adalah bentuk pembelajaran untuk mereka yang memiliki hubungan persis seperti kita. Sekuat apapun kita berusaha untuk mempertahankan nya, pada akhirnya kita akan kalah pada nya. Ya pada sang pemilik alam semesta."

3 tahun kemudian

Kehidupan Abigail kini berubah, dia lebih pendiam dari sebelumnya. Bahkan ke kedua orang tua dan juga temannya dia hanya berbicara singkat saja.

Seperti sekarang, Abigail hanya melewati kedua orang tuanya saja tanpa mau menyapa mereka berdua.

"Mau kemana lagi kamu, Alana?." Tanya Ayah nya.

"Meeting."

"Jangan berbohong kamu ingin bertemu dengan perempuan itu kan?."

Alana menatap datar ayah nya itu "terserah ayah mau bilang apa, aku tidak perduli, aku pergi dulu."

"Dimana letak kesopanan kamu Alana, berbicara tidak sopan pada ayah kamu." Ucap bundanya.

"Menurut aku, ucapan aku sudah sopan Bun. Tapi ya sudah lah, aku pergi dulu ada meeting penting." Alana pergi begitu saja.

"Alana! Tunggu dulu!." Tanpa mengindahkan panggilan bundanya, Alana menaiki mobil dan menjalankan mobil nya meninggalkan pekarangan rumah.

Alana pergi ketempat yang sudah ditentukan oleh sekertaris nya. Ya dia akan meeting bersama teman nya yang merupakan klien nya.

"Sorry gue lama, macet tadi." Ucap Alana pada Keira.

"Gapapa, gue juga baru datang." Alana hanya mengangguk saja.

"Kita langsung aja meetingnya kei."

"Iya lan."

Mereka pun meeting, dengan Alana yang memimpin. Selama meeting, Keira menatap lekat wajah Alana. Dan menyadari jika tubuh sahabatnya itu nampak kurus.

"Kei, Lo dengerin gue gak sih?."

"Eh sorry lan."

"Wajah gue aneh kah atau make up gue berantakan?."

"Engga kok, cuman Lo kok beda sih?."

"Beda gimana?."

"Lo tambah kurus aja Lan, sedih banget ditinggal Avel?."

Alana tersenyum kecil "kei, dia itu hidup gue. Dia pergi gue juga ikutan pergi. Tapi hidup terus berjalan, tapi gue belum bisa sepenuhnya lupain dia kei. Kita bareng-bareng tuh udah lama, jadi susah buat gue lupain dia."

"Tapi dia udah mau nikah loh, masa Lo engga?."

"Pasti ada saat nya gue nikah, untuk sekarang gue gak mau jalin komitmen."

"Iya dah terserah Lo." Alana hanya berdehem saja mendengar perkataan teman nya itu.

Alana menatap undangan pernikahan yang berada di mejanya yang tadi tak sengaja ia bawa. Undangan pernikahan antara Aveline dan Damar. Alana tersenyum getir, menatap undangan itu.

"Bahagia terus ya Vel, aku doain semoga menjadi keluarga yang bahagia, dan segera dapat momongan. Kamu terlihat bahagia banget difoto prewed kamu."











Tamat........

one tweet Winrina Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang