Chapter 1

20 8 8
                                    

Blitar, 14, February, 2022
07.10 WIB

Blitar merupakan sebuah kota yang terletak dibagian selatan provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kota ini terletak sekitar 167 km sebelah barat daya Surabaya dan 80 km sebelah Barat Malang. Kota ini juga memiliki tempat yang cukup ikonik yaitu, Museum dan Perpustakaan Bung Karno, ditempat ini juga terdapat Makam dari sang Presiden Pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno.

"Ayolah pak, bukain gerbangnya, masa lebih 10 menit doang udah ditutup aja," keluh Seorang siswa laki-laki berharap diberikan toleransi, karna keterlambatannya.

"Yang namanya terlambat tetap terlambat, gak ada alasan lebih 10 menitan. udah kamu tunggu saja disitu!" tegur Satpam yang dimintai toleransi oleh si Siswa.

Dengan berat hati ia pun harus menunggu sampai gerbangnya dibuka kembali. meskipun dirinya telah tau gerbang akan dibuka kembali, siswa laki-laki itu justru terlihat kesal dan tak dapat menerima keputusan si Satpam. Karna peraturannya jika, gerbang telah kembali dibuka untuk seorang siswa yang telah terlambat. Maka sebelum siswa diizinkan masuk, siswa terlebih dulu menjalani hukuman/sanksi.

Itulah sebabnya dirinya begitu kesal. Siswa laki-laki itu bernama Arza Danendra, ia merupakan siswa kelas 11 dari SMA NEGERI 1 BLITAR.
Sekolah yang saat ini berada tepat di hadapannya, dulu adalah gedung bekas Noormal School I yang dibangun pada masa pemerintahan Hindia Belanda.

Setelah cukup lama Arza menunggu, sembari ia mengutak-atik smartphonenya. Gerbang pun akhirnya dibuka kembali, disini Arza sadar bahwa hanya dirinya sendiri yang terlambat.

Namun 1 menit saat Arza tengah melaksanakan hukumannya, datang seorang siswa laki-laki berambut hitam yang disisir belah tengah dengan tas Tote bag dipundaknya.
Karna laki-laki itu datang terlambat, dia juga dikenakan sanksi yang sama, dengan apa yang dilakukan Arza saat ini yakni, membersihkan halaman disekitar gerbang.

Kebetulan Arza tampak mengenal laki-laki berambut belah tengah itu, yang ternyata merupakan teman sekelasnya, laki-laki itu bernama Dean Bramantya. namun disini Dean justru bersikap dingin seolah-olah tak mengenal Arza.

Arza juga sadar walaupun berada di kelas yang sama, ia sama sekali tak pernah berbicara ataupun akrab kepada Dean.

"Telat juga lu?" Arza pun mulai membuka pembicaraan, sembari terus menyapu.

"Memang kenapa?" Begitulah dengan Dean, namun disini dirinya merespon pertanyaan Arza dengan dingin.

"Kagak, cuman gua ngerasa lega aja sih, soalnya kagak telat sendirian hehe." Arza tertawa kecil sambil mencoba untuk mencairkan suasana.

"Ngomong² lu datang telat kenapa cuy? tumben amat," lanjutnya kembali bertanya.

"Kalau pun dijelaskan, orang biasa sepertimu hanya menganggapnya sebuah lelucon," sanggah Dean, serta memberi alasannya.

"Lelucon? orang biasa? sepertinya tak asing," Arza pun mencoba untuk mencerna perkataan dari Dean, lalu
ia kembali mengingat kenangan masa kecilnya bersama sang Kakek.

"Tunggu, apakah lelucon yang lu maksud itu sesuatu hal yang berbau Magis atau mungkin semacamnya?" ujar Arza setelah dirinya sekilas mengingat masa kecilnya.

Dean yang baru saja kembali fokus pada pekerjaannya, seketika merasa sedikit terpancing, dengan perkataan Arza barusan.

"Kakek gua dulu juga bilang kek gitu. hanya saja beliau nyebutnya Legenda," lanjut Arza.

"Maaf, terus bagaimana keadaan kakekmu saat ini?" Dean yang terpancing mulai gantian bertanya.

"Beliau telah wafat saat gua masih SD kelas 3," jelas Arza.

"Woyy..! kalian berdua kok pada ngobrol, sudah selesai kah memangnya?" tegur seorang Guru pemberi sanksi dengan tatapan yang ingin memangsa Arza dan Dean.

Keduanya sontak terkejut, serta keringat dingin mulai membasahi wajah mereka berdua, seolah-olah mereka akan dimangsa oleh hewan buas. bahkan seorang Dean yang selalu bersikap dingin itupun sekarang hanya seperti seekor anak kucing yang tengah ketakutan.

Keduanya pun segera menghentikan obrolan, lalu fokus kembali pada pekerjaannya mereka masing-masing, sebelum hal buruk terjadi. Setelah dirasa sudah cukup, mereka berdua segera pergi melapor kepada Guru pengawas. Setelah melapor keduanya pun diperbolehkan untuk segera kembali ke kelas masing-masing.

***

Saat Arza dan Dean telah tiba, terlihat kelas mereka berdua telah memulai pembelajaran. Semua siswa tampak fokus menulis mengikuti Guru pembimbing yang saat ini tengah menulis dipapan tulis.

"Permisi? maaf saya telat bu."  Dean segera menjabat tangan guru pengajar dikelasnya.

"Saya juga bu," disusul dengan Arza.

Tentu saja kedua laki-laki itu, seketika jadi objek perhatian oleh para siswa. kejadian seperti ini sudah lumrah di Indonesia. memang begitu, disaat ada seseorang atau bahkan sesuatu yang menghebohkan, mereka ini langsung penasaran istilahnya Kepo.

"Baik kalian berdua cepat duduk, lalu segera mengikuti tulisan saya, dan untuk tulisan yang ketinggalan, boleh menyusul, dengan menyalin tulisan teman sebangku kalian," tutur Guru pembimbing itu.

"Baik Buu..." jawab keduanya dengan kompak.

Kedua laki-laki itu pun segera bergegas menuju bangku mereka masing-masing. Siapa sangka jika laki-laki Introvert itu sebangku dengan seorang siswa perempuan berparas cantik.

Terlihat perempuan itu menatap Dean sekilas dari balik sebuah kacamatanya, serta dalam pikirannya, dia mencoba untuk mengatakan sesuatu kepada laki-laki yang kini telah duduk disampingnya. hanya saja dirinya merasa canggung.

"Nafisa, nanti saat sudah istirahat aku pinjam bukumu," ucap Dean kepada perempuan yang duduk disebelahnya.

"Eh? iyaa, sekarang aja juga gpp kok." timpal perempuan bernama Nafisa itu.

Tampaknya Nafisa kelihatan sedikit gugup, sampai dia menawarkan bukunya untuk dipinjam sekarang, padahal dirinya saja masih menulis. Wajar, karna Nafisa tipe perempuan yang canggung saat bersama seorang laki-laki.

"Nanti aja, kau kan masih menulis," sanggah Dean.

Mendengar perkataan Dean barusan, membuat Nafisa sedikit malu. Tak mau dirinya terlalu lama terlarut dalam perasaan malu, Nafisa pun segera menyusul Dean untuk menulis.

Bersambung....

PALAGAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang