13. Potret Kamera

50 10 0
                                    

Mereka semua pun sampai di rumah Blane. Memarkirkan mobil besar berwarna hitam tersebut, sudah ada Blane dan beberapa polisi yang menunggu. Ibu Malik sedikit kebingungan, mencoba mencerna apa yang sedang terjadi.

"Nah, ini pelaku kejahatannya. Dari bosnya dan sekretarisnya, dan juga penculik anak-anak." 

Polisi pun langsung meringkus mereka semua. Banyak orang yang menyaksikan, heboh, berbisik-bisik apa yang sedang terjadi. Apakah ada kaitannya dengan anak-anak yang hilang itu?

"Malik... Malik udah balik?!" seru ibunya mendengar ucapan Blane, langsung mencari-cari.

Malik yang baru saja ingin membuka sepatunya langsung dipeluk ibunya, ia gelagapan ingin membalas pelukan ibunya. Pemandangan yang canggung. Apalagi Marvel dan Nevin yang melihatnya.

Ditambah, ibunya melakukan... PELUK CIUM PELUK CIUM MUAH MUAH– (plakk)

Ingin sekali tawa Marvel dan Nevin meledak saat itu. Tetapi tatapan Malik sudah menajam sehingga mereka menahannya mati-matian.

Mereka juga bertemu dengan ibunya masing-masing. Iya, ada ortu Marvel yang datang juga ges. Walaupun di awal ortunya keliatan santai, tapi mereka rela dateng karena lama-lama khawatir juga. Suasana rumah diisi dengan helaan napas lega karena mereka semua pulang dengan selamat.

"Tante, tau gak, Nevin pulang-pulang bawa cewek–"

"HEH HEH! SHHH!!" Nevin langsung panik dan ribut sendiri. "E-emm... C- cuman temen doang, kok, ma..."

Bertepatan juga muncul Michelle di ambang pintu bersama Genah. Jadinya ortu mereka pada berbincang-bincang ama Genah deh, sekalian kenalan ama Michelle.

"Ortu kamu mana, Chel??" tanya ibu Nevin, kok bisa tiba-tiba Nevin bawa satu bocah kayak gak berpemilikan ini.

"Ah, santai aja, bu. Ortuku sibukkkk banget urusin pekerjaannya. Aku sama sekali gak ngerti mereka urus apaan sih sampai sesibuk itu, bahkan aku ngilang pun kayaknya mereka gak urus. Hahah!" tawa Michelle seakan itu hal yang lucu sekali. "Nanti aku pulang dianter Om Genah, kok."

"Aduhh, Nevin. Kamu ini kok ada luka, sih? Emangnya ngapain tadi?" Entah pakai kekuatan mata batin apa, ibu Nevin dapat mengetahui kalau Nevin memiliki luka di kakinya.

"Namanya juga ketemu penjahat, ma. Liat aja Kak Malik, dia aja kelahi dan banyak memar-memar gitu."

"Hahh... Siapa sangka kita bisa sampai berurusan dengan penjahat ya."

"Ya. Rupanya memang ini ada kaitannya dengan kantor Ruby Group yang agak mencurigakan itu," tanggap Pak GM, ia meminum teh panas yang diseduh oleh ibu Malik tadi.

"Yang terpenting. Hidupku sudah damai sejahtera karena tak ada sekretaris perempuan itu lagi yang mengganggu hidupku," kelakar Blane, membuat semua bapak-bapak itu tertawa.

Namun, ada seorang reporter berita yang mendatangi mereka. "Permisi, pak."

Mereka semua menoleh. Reporter itu juga ditemani dengan kameramen yang membawa kamera yang begitu besar dan beberapa kru. Sepertinya mereka tahu wartawan itu ingin melakukan apa...

"Kalau bisa, kami ingin meminta waktu untuk wawancara dengan kasus penipuan penjualan kebun milik Pak Blane."

Tiba-tiba semua orang jadi canggung. Kamera besar itu menyorot mereka semua. Tak tahu apakah kamera itu menyala atau tidak. Yang pasti mereka harus melakukannya.

"Wawancarai anak-anak ini! Merekalah yang menangkap penjahat-penjahat tersebut sekaligus korban!" Genah mendorong keempat anak itu-Malik, Marvel, Nevin dan Michelle ke hadapan reporter perempuan tadi. Tanpa persiapan apa pun, mereka langsung diberi mik oleh sang reporter.

Di Hutan Terlarang [YTMC] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang