Akhir

53 7 3
                                    

"... Dan begitulah ceritanya! Kita akhirnya ditemukan juga!"

Pak Blane tertawa mendengar cerita Nevin. Sungguh lika-liku cerita yang tak terduga sekali. Malik masih menahan sedikit kekesalannya sebab ia selalu diledek dalam cerita Nevin.

"Gini-gini gua kelahi ama ninja yak." Malik menaruh sendok makannya, tanda makannya telah selesai. "Dan sekali lagi, itu bukan cerita yang seru untuk diceritakan ke orang-orang. Gua gak segan jambak rambut orang yang ceritain apalagi yang nulis cerita konyol tersebut."

"Iya, deh. Ampun, si paling serius."

Yaelah, masih diledek ae.

Ini adalah malam terakhir Nevin dan Marvel menginap di rumah Malik. Mereka berdua mencoba mengeksplor banyak hal di rumah sederhana tengah perkebunan itu. Juga dengan Nevin yang ada menangkap belalang sembah saat ia membuka jendela. Sekarang mereka melakukan pembicaraan dengan belalang tersebut.

"Mentada' mentadu', bagaimana Marvel tidur?"

Belalang itu bergerak, terbaring dengan kaku. Mereka sedikit terkejut, lantas sama-sama tertawa.

Mereka pun menyuruh belalang itu berdiri lagi. Lalu mereka punya ide. "Mentada' mentadu', bagaimana Malik kentut?"

Belalang itu langsung saja beraksi. Mengangkat salah satu kakinya dengan wajah tak peduli. Marvel dan Nevin tertawa terbahak-bahak melihatnya, sampai-sampai Malik mendengarnya.

Jadi ya, Malik jewer kuping mereka berdua.

"Berisik, dah jam 10 malam!"

"Ampun ampun!! Iya iya! Lepasin dulu!!"

Masih punya hati, Malik pun melepaskannya. Mereka berdua meringis kesakitan gara-gara Malik jewernya kagak ada ampun sumpah.

"Turun dari kasur gua! Tidur di tempat kalian!"

Marvel dan Nevin turun sama-sama. Mereka tidur di kamar Malik, hanya saja kasurnya berada di bawah. Mereka menuju kamar mandi dulu untuk sikat gigi dan bersih-bersih.

Lampu pun dimatikan di kamar tersebut, hanya menyisakan cahaya bulan dan beberapa penerangan yang bersinar di balik jendela Malik. Suasana di kamar Malik sangatlah nyaman sebab hawa sejuk ala perkampungan terasa di kamarnya.

"Gilaa... Enak banget tidur di tempat Malik ini, mau 100 malam aja gua di sini." Nevin yang bergelung di selimutnya merasakan kenikmatan tidurnya bertambah tiga kali lipat.

"Ngelunjak lu, ya. Gak sudi gua kalo kalian tinggal di sini lagi."

"Dih, pelit amat. Emang anak pemilik kebun 1 milyar ini begini kelakuannya."

"Sekali lagi kalian ngomong gitu. Gua lempar kalian keluar!"

Nevin dan Marvel pun jadi ciut, meninggalkan keheningan di kamar dengan hawa sejuk tersebut.

---

"Malikk!! Bangun kamu, Lik!"

Suara cempreng itu, lagi-lagi mengisi paginya. Malik langsung membuka matanya saat Marvel membuka tirai jendela kamarnya. Sementara Nevin sudah naik ke kasurnya, menarik selimutnya.

"Ihh! Malik tidurnya ngiler! Katanya, kalo tidur ngiler itu, artinya lagi mimpi jorok!"

"HEHH!! MANA ADA BEGITU!!" Malik segera membersihkan sekitar mulutnya yang basah.

"TANTE!! MALIK MIMPI JOROK!!" Marvel mulai mengompori.

Langsung saja terjadi kejar-kejaran antara mereka bertiga. Suara lantai atas terus bersahut-sahutan.

"Malik, Marvel, Nevin. Ayo, duduk sarapan dulu."

"Tante, tadi Malik-"

"SSSTT, DIEM KAMU!" Malik yang lagi mengambil nasi memegang centong nasinya kuat-kuat, mengancam kalau saja ada yang cepu, centong ini bakal terbang. Untungnya mamaknya tidak curiga, hanya tersenyum atas keributan yang tadi terjadi di pagi hari itu.

"Kalo emang iya Malik mimpi jorok, kok bisa tahu begituan, sih? Kan masih belum 18 tahun ke atas?"

"Eh, Malik itu sudah mimpi basah. Makanya bisa mimpi jorok."

"Dih! Mimpi basah gak mimpi jorok juga, ya! Gak usah sok tahu kalian, dasar bocah smp!" ledek Malik habis-habisan, ia bangkit dari tempat duduknya karena sudah selesai makan.

"Jadi, mimpi basah mimpi apaan, dong?"

Aduh, bocah-bocah ini... Rumit kan, jelasinnya gimana.

Percakapan itu tak ada jawaban dan kesimpulannya. Berpindah lagi ketika mereka sedang mandi.

"Oii! Cepetan mandinya!"

"Sabarr..." Sahut Malik dari dalam kamar mandi.

"Cepet betul Malik dapet kamar mandinya."

"Yahh, itu karena kalian lambat, sih, heheh..." sahut lagi yang dibicarakan walaupun tak diminta. Sepertinya Malik merasa senang karena menang dalam urusan kamar mandi.

Tetapi, walau kalian mendapatkan giliran mandi yang pertama. Entah kenapa selalu saja ada orang yang tidak sabaran sekali. Mengetuk-atau menggedor pintu yang sudah seperti ingin ditagih rentenir saja. Berkali-kali Malik mendengarkan gedoran pintu itu, berkali-kali juga ia berteriak.

Hari ini, adalah hari Nevin dan Marvel pulang.

"Ini udah beres semua kan? Awas ja ada sempak kau ketinggalan di kamar gw," ancam Malik melihat Nevin dan Marvel mengangkat tasnya.

"Dah beres semua, kok. Yakin seratus persen!"

Pak Retro telah selesai mengangkut semua barang, serta pemberian dari Pak Blane. Kini mereka berkumpul di teras untuk berpamitan.

"Dadah ya, Malika!" ucap mereka berdua sama-sama. Iya, mereka punya ide buat panggil Malik jadi Malika.

"Iya... Dadah buat kalian..." ucapnya sedikit lesu. Sebenarnya, agak sedih untuk berpisah ya. Walaupun hanya tiga harian saja. Apalagi mereka mau bantu menyelamatkan dia dari kejahatan-kejahatan yang kemarin terjadi. "Makasih kalian bantu gua buat kemarin."

Menyadari adanya perubahan suasana dari Malik. Marvel menyeletuk. "Malika jadi sedih, sahabat-sahabat. Malika, kita kan, bisa bertemu di sekolah lagi. Gak usah nangis di sini, takutnya cuma nambah drama aja, sahabat-sahabat."

"MANA ADA!!" Lagi-lagi seruan kencang dari Malik. Lama-lama dia bisa tua keriput gara-gara ni dua anak. Dia sedih? Mana ada, dia cuma... tidak terbiasa...

"Nangisnya nanti aja, Malika, habis kita pergi."

"Cih, iya dah. Sana, ke mobil, dah ditungguin," decihnya. Mencoba tak peduli terhadap dua bocah itu. Padahal mah, pengen peluk-pelukan gitu- Aelah (kena jambak dari Malik)

"Kan bisa ketemuan di sekolah! Ingat ya, besok dah sekolah!!"

Oh iya juga. Malik baru inget. Untung kagak ada tugas yang dikasih pas libur-libur gini. Kan gak lucu, apalagi tugas emteka.

Mesin mobil yang sudah dipanaskan pun dijalankan. Nevin dan Marvel pun naik ke mobil. Semua penghuni yang ada di mobil itu melambaikan tangan.

"Dadah, kak Malikk!!" Entah apa yang merasuki dua bocah itu sampai memanggilnya 'kakak'. Mungkin mereka sedang mengejeknya.

Perlahan, Malik melambaikan tangannya juga, mulutnya juga menyulam senyum.

"Dadah."

End-★

Di Hutan Terlarang [YTMC] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang