Proyek Kalimantan akan segera bermula dan Jungkook harus siap menghadapi deadline yang sebentar lagi akan habis. Tumpukan berkas satu-persatu mulai tersusun rapi. Kedua tangan lelaki itu masih menari-nari di atas keyboard laptop, tiada memedulikan suasana gelap yang sedari tadi sudah menggantikan keberadaan siang.
"Pak, sudah lewat jam sembilan," kata Yeonjun mengingatkan. Ia menghampiri Jeon Jungkook ke ruangan seraya membawa beberapa map berisi berkas-berkas baru. "Ini hasil rapat pagi tadi, Pak. Saya sudah mencantumkan seluruhnya."
Jungkook menghela napas panjang. Letih kini menguasai dan tubuh lelaki itu mulai merespons rasa lelah tersebut. "Besok saja aku periksa," ucapnya singkat kemudian merenggangkan otot-ototnya. "Tolong kau bereskan, ya!" Sekian kalimat penutup yang ia ucapkan sebelum meninggalkan kantor.
Seraya merapikan meja CEO muda tersebut, Yeonjun mengamati kepergiannya dengan wajah tenang. "Hati-hati, Pak. Sampai jumpa lagi besok."
-----
Malam indah beratapkan langit penuh dengan bintang-bintang. Bagi pasangan kekasih, keadaan seperti ini merupakan malam istimewa, masa yang tepat untuk memadu cinta. Namun, agaknya tidak bagi Jungkook. Ekspresi lelaki itu tampak lesu tanpa gairah. Harus bagaimana? Banyaknya pekerjaan menunggu tentu pula tak dapat diabaikan. Belum lagi sikap istrinya yang kerap membuat ia khawatir sepanjang waktu.
Setibanya di rumah, Jungkook mendapati situasi yang teramat sepi. Barangkali orang-orang sudah tidur sekarang. Bersama langkah berat laki-laki itu berjalan menuju ke lantai dua, ia melepas jas sembari memastikan sekeliling rumah. Jungkook mendesah pelan saat tak sengaja menyaksikan Jimin berbaring lelap di sofa. Dengan agak terburu-buru ia pun mendekat.
Cukup lama Jungkook memperhatikan istrinya. Laki-laki itu berjongkok, lalu menyingkirkan ponsel yang masih digenggam oleh Jimin. Senyum tipis sepintas singgah di wajah penatnya, sebelum dengan perlahan ia mengangkat tubuh istrinya menuju kamar mereka.
Masa yang mereka lewati kala masih perkenalan dulu tidaklah lama, namun ketertarikannya pada Jimin sudah cukup menjadi bekal keyakinan untuk menikahi perempuan itu. Senyum Jungkook mengembang bertepatan benaknya mengulang lagi peristiwa setahun silam. Tak banyak kenangan, tetapi masih menjadi memori terindah dan akan selalu tersimpan di hatinya.
Tutur kata Jimin begitu manis, ia perempuan yang ramah juga terlihat sederhana. Segelintir pesona dari perempuan itu dan paling ia sukai, menyebabkan dirinya bahkan tak punya kesempatan untuk berpikir ulang. Ketika hati bicara ... segalanya pun dengan sukarela akan berpihak, termasuk akal. Berujung hanya dalam hitungan bulan ia langsung memboyong lamaran pernikahan pada keluarga besar Jimin.
Mengulang semua itu spontan terus-menerus menghadirkan senyum dan tawa di wajah Jungkook seakan dia abai meski orang yang melihatnya tentu menatap aneh. Hingga sampai di depan kamar mereka, ia membuka pintunya dengan sedikit upaya yang terhalang sebab kedua tangannya memangku tubuh istrinya. Dengan berhati-hati Jungkook merebahkan Jimin di atas ranjang. Duduk sejenak di sisi sang istri, lalu menarik selimut bahan katun untuk menutupinya.
Jungkook berniat ke kamar mandi bila saja tangan istrinya tak menahan. "Mas, jangan pergi!" Tahu-tahu Jimin berkata manja bersama raut bersedih di wajahnya.
"Mas hanya ingin mandi." Langsung menoleh, Jungkook kini kembali duduk di samping istrinya.
"Mas masih marah sama Adek?" tanya Jimin berbisik, dan Jungkook sekadar menggeleng-gelengkan kepalanya. "Jadi, kenapa Mas menghindari Adek seharian tadi?"
Continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
Dek Jiji & Mas Jungkook
Roman d'amourJimin yang manja selalu merasa bahwa suaminya tidak akan pernah menolak segala permintaan dia. Lagi pula, Jungkook punya banyak cinta untuk diberikan kepada istri tersayangnya ini tanpa bisa berbuat kasar sekalipun sekadar penegasan. Lalu, Jimin yan...