" Siapakah yang akan pernah mengira betapa kebahagiaan begitu rapuh dan keajaiban cinta hanyalah untuk sementara?"
Sepenggal dialog yang pernah dibacanya entah kapan, entah dari cerpen mana, muncul di pikiran Danielle dan membuyarkan konsentrasinya saat ia mencorat-coret sebatang pensil di atas buku gambarnya. Dahi dan alisnya mengernyit tatkala hasil sketsanya tak sesuai ekspektasi.
Danielle menyingkirkan buku gambarnya lalu melirik malas pada buku catatan yang bertumpuk di atas mejanya. Buku-buku tersebut adalah milik teman sekelasnya yang berbaik hati meminjamkan catatan tentang materi pelajaran yang ia lewatkan selama sakit.
Sekali lagi ia melirik tumpukan buku-buku tersebut dan mengeluh. Melihat kuantitasnya ia sudah lemas duluan. Ia meraih kembali batang pensilnya yang tergeletak di atas meja dan lanjut menggambar.
Tiga hari berturut-turut Danielle absen dari aktivitas belajar di sekolah. Ia terkena demam dan flu setelah terjebak guyuran hujan saat dijemput pulang oleh Ahn Yujin, temannya. Selama sakit ia tidak berdiam di kosnya, melainkan pulang ke rumah orangtuanya yang berjarak puluhan kilometer. Teman-temannya dari klub debat uring-uringan ingin membesuknya. Dikarenakan jarak tempuh rumahnya jauh dan ia tak siap melihat kehadiran Minji, ia meyakinkan mereka bahwa kondisinya sudah membaik dan tidak perlu dijenguk.
Selama tiga hari itu, sunyi malam-malamnya ia lewati dengan meratapi kejadian yang dilihatnya di parkiran.Air matanya merebak dan gugur setiap kali wajah Minji terbayang di pelupuk matanya atau nama gadis itu muncul di notifikasi ponselnya. Luka hatinya terkuak dan berdarah bilamana ingatan tentang kejadian itu dengan tak tau malu datang dan merajamnya. Apapun yang berkaitan dengan Minji selalu mampu menghadirkan kilas balik peristiwa tersebut dalam ingatannya. Oleh karena itu, agar kesedihannya mereda dan sakit di hatinya lekas sirna, ia menghapus semua foto Minji yang tersimpan di galeri telepon genggamnya.
Di hari keempat, ia sudah bisa kembali bersekolah. Demamnya reda, namun tidak dengan luka hatinya. Masih retak, masih berderak. Batinnya meragu; akankah ia mampu beradu tatap dengan gadis itu tanpa berurai air mata?
Lantaran masih ragu, ia tak mengabari rekan-rekannya di klub debat tentang kesembuhannya. Untungnya, tiada satupun anggota klub itu yang satu kelas dengannya sehingga tidak ada yang tau bahwa ia telah kembali.
Guna menyingkirkan Minji dari ingatannya, ia memusatkan seluruh atensinya pada materi pelajaran yang dijelaskan di kelas. Untuk beberapa jam pelajaran ia berhasil.
Namun celaka, ketika jam istirahat tiba, gundah gulana kembali menyambangi jiwanya. Sudut matanya menangkap bayangan Minji yang sedang jajan di kantin kejujuran yang berada tak jauh dari kelasnya. Seketika hasratnya berbelanja pudar. Guna mendistraksi pikirannya dari hawa negatif yang datang, ia membenamkan diri dalam goresan sketsa sekuntum bunga di atas buku gambarnya.
" Gambar yang bagus.."
Konsentrasinya pecah, kali ini oleh suara seseorang yang datang dari pintu kelas. Yujin menghampirinya dengan membawa bekal makanan. Tanpa basa-basi gadis jangkung itu mendudukkan diri di bangku sebelahnya.
Danielle tertawa hambar. Sorot matanya padam kala memandang hasil sketsanya.
Setangkai mawar indah, duri-durinya tajam menusuk hati yang remuk redam. Gambaran sempurna tentang kisah-kasihnya.
"Seindah apapun tak ada harganya jika hanya berupa bunga khayalan. Dia suka bunga nyata pemberian seorang pria.."
"Oh ya ampun mulai lagi."
Ia melempar sketsa tersebut ke dalam kolong mejanya. Kedua bahunya mengedik.
"Memang kenyataannya begitu, kan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Somebody to You [Husseyz Short Story]
FanfictionDanielle Marsh hanyalah seorang siswa SMA biasa yang pada suatu waktu menyadari bahwa ia menaruh rasa kepada salah seorang temannya, Kim Minji. Ia bimbang bukan kepalang ketika perasaan tersebut terasa semakin nyata dan ia acapkali salah tingkah saa...