7. Berada di Titik Capai [Tamat]

358 19 3
                                    

7. Berada di Titik Capai

Rintik-rintik hujan membasahi bumi seolah turut berduka atas kepergian seseorang di dunia ini.

Secara bergilir orang-orang berpakaian hitam itu sudah meninggalkan area pemakaman, hanya ada beberapa keluarga dan teman terdekat yang masih setia di sana.

"Zo, maafin gue ... seharusnya gue enggak marahin lo, gue terlalu kekanak-kanakan, maaf," lirih Laras, gadis itu berjongkok di sisi kanan makam milik Zoey.

Nasyila mengelus bahu Laras, mencoba menenangkan sahabatnya itu. "Sttt, Zoey udah tenang di sana, Ras, kita bantu doa aja."

Laras mengangguk namun tak urung tangisannya kembali terdengar.

Nasyila memeluk gadis itu. "Jangan kayak gini, Ras."

"Gue ... gue ngerasa bersalah sama Zoey, Na."

"Zoey anak baik, dia pasti maafin lo. Udah, ya?" Nasyila membantu Laras berdiri. "Jangan bikin Zoey enggak tenang, ini udah takdir, jangan salahin diri lo."

Laras tidak menjawab apa pun namun ia tidak menolak saat Nasyila menariknya pergi sedikit menjauh dari makam Zoey.

Setelah Laras dan Nasyila menjauh, Bintang mengambil tempat di sisi makam. Cowok itu menatap nisan di depannya dengan pandangan kosong, entah kenapa semuanya terasa hampa.

Retinanya menangkap nama yang tertera di atas nisan itu dengan jelas. Air matanya kembali luruh seolah tidak dapat dicegah lagi.

Zoeynara.

Nama adiknya tertulis di nisan tersebut.

Bintang terisak pelan, cowok itu menunduk dalam. "Maaf, Zo ... maafin Kakak."

Bayangan-bayangan mengenai perlakuan buruknya pada Zoey selalu terngiang-ngiang di kepalanya.

Saat ia membentaknya, tidak mempedulikannya, dan saat ia tahu jika Zoey sedang sakit namun dia berpura-pura buta.

Bintang menyesali semuanya.

"Kakak minta maaf ..., " lirih Bintang parau, "Kenapa kamu milih ikut sama Aruy dan orang tua kita, Zo? Balik ... Kakak janji enggak bakal bentak kamu lagi, Kakak sayang sama kamu, Zo. Maafin Kakak karena udah kasarin kamu."

Bahunya bergetar saat mencurahkan segala isi hatinya di depan batu nisan adiknya.

Seharusnya, Bintang mengatakan ini di depan orangnya langsung namun takdir berkata lain, waktu merenggut semuanya.

Bintang terlambat, dan penyesalan itu turut menghantuinya.

Di sebelah Bintang, ada Nathan yang sejak tadi tidak mengeluarkan sepatah kata apapun, lidahnya kelu, wajahnya pucat, netranya tak pernah sedetik pun berlalih pada gundukan tanah di depannya.

Di dalam benaknya sekarang hanyalah satu. Segera bangunkan Nathan jika semua ini hanyalah mimpi, Nathan tidak sanggup ... ini mimpi terburuk di hidupnya.

Ayo bangunkan Nathan!

Ini terlalu kejam.

Adiknya masih hidup, kan? Zoeynya masih hidup. Ya. Gadis itu masih di sini, dia tidak mungkin meninggalkan Nathan seorang diri.

Lintang memegang bahu Nathan, cowok itu khawatir saat mendapatkan Nathan yang tidak berbicara sejak tadi. "Nath .... "

"Z-Zoey." Nathan menoleh pada Lintang seraya memanggil nama Zoey. "Di-dia masih hidup, kan?"

Lintang menggeleng pelan, menekan rasa sakit di hatinya yang terus memberontak. "Sadar, Nath."

Nathan menggeleng ribut. "Enggak! Zoey masih hidup! Ini cuman mimpi Nathan, kan, Bang?! Bangunin Nathan! Nathan enggak tahan, ini sakit ... " Nathan menekan dadanya sendiri. "Di sini ... sakit banget, Bang."

Lintang segera mendekap cowok itu. "Sttt ... tenang."

Nathan menangis kencang di pelukan Lintang, ia terus meracau memanggil-manggil nama Zoey.

Ganesh memalingkan wajahnya saat setetes air mata jatuh dari kelopak matanya, dia telah gagal menjadi kakak untuk adik-adiknya.

Orang tuanya di atas sana pasti sangat kecewa dengan Ganesh.

Ganesh menatap Ahdam yang sedang memeluk nisan Zoey, sejak tadi cowok itu tak bergerak dari tempatnya.

Ganesh menghampiri Ahdam seraya menahan tangisannya saat melihat adiknya seperti itu, ia harus kuat di depan mereka.

"Ahdam."

Ahdam menggeleng cepat. "Aku di sini, Nesh. Zoey bakal ketakutan kalau ditinggalin, kamu lupa? Zoey takut gelap! Di bawah sana pasti sangat gelap, aku enggak mau tinggalin dia."

Pertahanan Ganesh runtuh seketika mendengar perkataan Ahdam barusan.

"Sttt ... jangan takut, ya, Zo? Kakak di sini, kamu enggak sendiri lagi. Maafin Kakak karena telat jagain kamu. Mulai sekarang Kakak bakal jagain kamu, jangan takut."

"Iya, Kakak paham. Pasti pengap banget, ya, di sana?"

"Kamu kenapa milih ikut Aruy sama orang tua kita? Kakak di sini. Andai Kakak tahu akhirnya begini, Kakak enggak bakal cuekin kamu. Maafin Kakak yang bodoh, ya, Sayang?"

"Maaf."

Ganesh menarik Ahdam lalu mendekap cowok itu dengan kuat.

"Lepasin aku, Nesh! Zo di sana kedinginan, kamu enggak kasihan, hah?!"

Ahdam terus memberontak sampai cowok itu capek sendiri dan memilih menangis di pelukan Ganesh.

Teman-temannya hanya bisa menatap mereka prihatin.

"Penyesalan selalu datang di akhir," gumam Hengky, "Andai dari awal lo semua enggak cuekin Zoey, andai lo semua enggak berubah jadi monster di depan Zoey."

"Zoey sekarang masih bisa hidup dengan tenang," tambahnya.

"Tapi, ini udah takdirnya," balas Gallan.

Memang benar.

Semua ini sudah takdir, tidak ada yang bisa disalahkan atas kejadian ini.

Sebab semua orang pasti akan kembali ke asalnya dan tidak ada yang tahu kapan itu terjadi.

Oleh karena itu, sayangilah orang-orang terdekatmu selagi mereka masih ada.

Hari ini adalah akhir dari Zoeynara, akhir dari perjuangan dan rasa sakitnya. Inilah titik di mana Zoey dapat merasakan perhatian saudara-saudaranya kembali meski dengan cara merenggang nyawa dulu.

Pencapaian Zoey telah berhasil meski sebelum mendapatkannya, Tuhan lebih dulu menjemputnya.

Meski begitu, Zoey senang karena saudara-saudaranya tahu betapa sayangnya Zoey pada mereka.

•Titik Capai•

Titik Capai ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang