02 || Pria Baik

6 1 0
                                    


***


Bumi.

Hewan itu mengeluarkan banyak darah. Dengan segera Dibya merobek sedikit kain pada pakaiannya untuk membalut luka pada kaki si kelinci.

"Astaga, kelinci yang malang. Maafkan aku, aku tidak sengaja membidiknya," pria itu berujar pelan kepada kelinci tersebut.

Mengoleskan sedikit obat yang kebetulan dibawanya tadi agar darah yang keluar bisa berhenti, kemudian dengan telaten ia membalutkan sobekan kain itu kepada luka Di kelinci. Setelah selesai, sekali lagi ia menatap secara mendalam mata bulat nan besar itu.

Ia tak tega.

Tersenyum penuh, kemudian ia meraih kelinci kecil itu dalam pelukannya. "Baiklah, aku akan membawamu pulang. Aku akan merawatmu hingga kau sembuh." Setelahnya ia mengambil busurnya yang tergeletak di tanah dan mulai beranjak dari tempat itu.

Berjalan menuju kudanya, kemudian ia naik keatas kuda tersebut sembari berkata kepada kelompok berburunya, "Baiklah, kita kembali sekarang."

"Tapi Dibya, kita belum mendapatkan satu ekor rusa pun. Dan apa ini? Kau malah membawa kembali seekor kelinci?" prajurit lain memprotes keputusannya.

Menatap prajurit tersebut, lalu Dibya kembali berujar, "Apa kau tidak melihat bahwa matahari akan segera terbenam? Pasti Gusti Yuwaraja sudah menunggu kita di lokasi awal," mengalihkan arah pandangnya menuju kelinci kecil yang tengah di gendongnya, kemudian ia kembali melanjutkan, "jika kau masih ingin berburu, ya silahkan. Aku akan kembali sendiri─ "

"Baiklah baiklah, kita kembali. Kau ini benar-benar," akhirnya prajurit itu berujar pasrah, menuruti keputusan Dibya. Lelaki itu tertawa kecil sebelum akhirnya memberi isyarat kepada anggota kelompoknya untuk segera berjalan menuju lokasi awal yang telah disepakati.

"Ah, akhirnya kau datang juga. Kenapa lama sekali?" dengan segera pangeran menghujamkan pertanyaan kepada Dibya sesaat setelah lelaki itu tiba di lokasi semula.

Ia terkekeh kecil sembari membungkuk hormat kepada Sang pangeran. "Maafkan hamba, Gusti. Tadi telah terjadi sebuah insiden kecil, karena itulah hamba sedikit terlambat."

Menggelengkan kepala tak habis pikir, kemudian Sang pangeran kembali berujar kepada lelaki yang usianya setara dengannya tersebut, "Kau ini benar-benar─eh? Kelinci siapa yang sedang kau gendong itu?"

Mengalihkan arah pandangnya menuju kelinci mungil yang sedang di dekapnya, kemudian Dibya berujar dengan senyum yang mengembang, "Ah, ini. Tadi sewaktu hamba ingin membidik rusa, tak sengaja hamba malah membidik kelinci ini hingga membuatnya terluka di bagian kaki. Hamba sudah mengobatinya tadi, namun karena tidak tega akhirnya hamba mengangkutnya saja untuk hamba rawat di rumah. Apalagi hamba sangat menyukai hewan mungil ini." jelasnya panjang lebar.

Mendengar jawaban Dibya, lantas membuat senyum Pangeran pun merekah pula. "Ah, begitu. Baguslah. Rupa kelinci ini juga sangat cantik."

Dibya tertawa, "Anda benar, Gusti."

Menghentikan kekehannya, kemudian Sang pangeran pun kembali memberikan titah kepada para bawahannya untuk segera kembali ke tenda karena hari sudah menjelang malam dan tidak baik untuk terus-terusan berada di dalam hutan.

Dengan sigap para prajurit itu pun bergerak meninggalkan hutan dengan pangeran yang memimpin di depan.

Sesampainya mereka di tenda, mereka pun segera meletakkan perlengkapan berburunya di tenda masing-masing, setelah itu bergegas menuju sungai yang kebetulan berada tak jauh dari lokasi bermalam untuk membersihkan diri.

Namun sebelum membersihkan diri, terlebih dahulu Dibya mengurus hewan peliharaan barunya itu.

Setibanya ia di tenda miliknya, ia segera membuatkan tempat tidur yang nyaman untuk kelincinya. Ya ... walaupun itu hanyalah berupa sebuah kotak kayu berukuran sedang tanpa tutup, namun setidaknya benda itu bisa menjadi ranjang sementara untuk kelincinya.

I'm Your Rabbit! [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang