Jurusan Bandung Ke Yogyakarta

63 1 0
                                    

Sore hari ini aku tengah terburu-buru ke sesuatu tempat. Langkah ku sudah tak beraturan, helaan nafas yang ku yakini adalah hembusan kasar itu sudah berkali-kali ku lakukan.

"Telat nih, aduh."

Aku ini yakin, jika bukan karena adek-ku yang ingin di temani ke toko buku mungkin aku tidak akan sepanik ini. Katanya sih, "Teh meser bukuna sareng tetehnya? mbuna teu acan dongkap, kena lami meuren mun nunggu si mbu mah." Itu bahasa daerah ku, kurang lebih artinya adalah dia meminta tolong untuk aku temani.

Dan satu hal lagi. Andai saja teman ku ini tidak memilih mengadakan acara nikahannya di jogja mungkin aku tidak akan se repot ini pergi ke kota yang orang-orang sebut kota istimewa.

Saat langkah ku tengah tergesa tak sengaja dengan terburu aku menyenggol bahu punggung seseorang.

"Eh?" Keluhnya menengok ku.

Aku langsung berbalik karena pada saat itu aku hampir saja mengabaikannya. "Maaf Pak..." Lalu tak selang lama kita saling menatap, orang itu malah tersenyum kearah ku.

"Hati-hati ya mba." Katanya saat itu.
Aku langsung terdiam, melirik sekilas kearah Arjoli berwarna coklat yang melingkar di tanganku. Tidak ada waktu untuk berlama-lama.

"Maaf ya, maaf sekali lagi." Setelah aku mengatakan itu, aku langsung melanjutkan langkah ku. Aku kembali pokus mencari gerbong kereta yang hendak aku tumpangi.

Sekali lagi aku ingati, aku terlambat. Tidak, aku hampir terlambat. Dari jadwal kereta api yang ku pesan, aku pikir sore hari akan menjadi waktu yang santai untuk menyandar di kursi kereta. Ternyata aku salah, buktinya saja saat ini aku masih rusuh karena aku hampir saja terlambat.

Dapat.

Aku menemukannya, gerbong itu, aku duduk di kursi 9.

Lega rasanya, jika saja aku benar-benar telat dan tidak mendapatkan tiket kereta api yang mungkin sewaktu-waktu akan kehabisan stok, aku juga akan kehilangan sahabatku, acara pernikahan itu, dan masih banyak lagi.
Saat langkah ku hendak menaiki gerbong kereta, aku tak sengaja menengok ketempat seseorang yang berdiri dari arah kejauhan.

Menggunakan seragam masinis, dan menyimpan pet hitam itu di tangan kirinya yang menekuk. Aku tersenyum tipis.
Orang yang tak sengaja aku tabrak tadi.

•••

Aku duduk menyandarkan punggung ku pada kursi, sekarang rasanya jauh lebih baik dari pada sebelumnya.

Sejauh perjalanan beberapa jam aku hanya menikmati pemandangan dari tepi jendela. Jauh dari lubuk hatiku, pikiran ini malah kembali ke beberapa tahun silam.

Pada saat itu, aku yang masih duduk di bangku sekolah kelas sebelas, aku mengenal seseorang yang sampai saat ini selalu menjadi beban pikiran ku. Bagai mana tidak, dia menghilang bagaikan di telan bumi lalu secara tak di duga di kembali menampakkan diri. Mungkin saat itu kita memang tidak di persatukan karena berbagai alasan, dan mungkin tuhan punya rencana yang membuat ku bertahan dengan rasa rindu yang mendalam.

Dulu aku berpikir tuhan begitu jahat karena tak kunjung mempersatukan ku dengan seseorang yang ku kagumi. Sampai dia pergi dan mungkin dia tidak pernah tau rasa yang hampir menghabiskan sebagian hidupku. Tapi aku salah, dengan berbagai tujuan, Tuhan menjauhkan ku dengan dia 'sosok laki-laki yang pernah ku sebut dalam doa' karena Tuhan ingin tahu seberapa aku menginginkannya di banding aku menginginkan ridho Allah. Karena ku pikir, ini semua untuk kebaikan ku, aku belajar ikhlas jika harus tak memilikinya. Aku belajar menerima jika dia bukan jodohnya.

Tepat hari ini, aku bertemu dengan dia 'sosok laki-laki yang pernah ku sebut dalam doa' di mana akhirnya aku tidak begitu keberatan jika dia tidak mengenali ku sekali pun aku mengenalinya. Bertahun-tahun sejak saat itu, aku memang tak pernah lupa mendoakannya, walaupun mungkin pada akhirnya kita memang tidak untuk bersama, tapi selalu ku sebut namanya di depan Tuhan jika aku mencintainya karena Allah.

Saat perasaan yang beda sudah bukan masalah besar untuk di pertanyakan.

Assalamu'alaikum Pak Masinis! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang