Bab 4 - Melewati Portal

56 7 19
                                    

"Pukul dua belas malam kurang tiga puluh menit," begitu menurut perkiraan Luna saat mengamati bulan yang sebentar lagi akan berada di tengah langit malam. Gadis itu tak mengeluarkan gawainya karena tidak akan berguna di dimensi lain nanti.

"Sebaiknya kita beristirahat di sana dulu sambil menunggu portalnya terbuka," Shen Xian menunjuk sebuah batang pohon besar yang sudah tumbang.

Mengangguk setuju, Luna melangkah lebih dulu ke sana lalu duduk dengan kedua kaki menginjak rerumputan. Shen Xian mengambil tempat di sisinya sembari memperbaiki posisi tas qiankun⁵ ajaib yang tersampir di bahu.

Kurang lebih satu jam mereka berada di pesta. Setelah keduanya pulang ke rumah masing-masing untuk bersiap, Shen Xian datang menjemput Luna dengan mobil, mereka berkendara selama tiga jam hingga semakin menjauhi kota-kota besar dan segala gemerlapnya.

Tiba di desa paling ujung dekat lembah, mereka meninggalkan mobil di sana dan terbang diam-diam menuju hutan. Sebisa mungkin aksi mereka tak terlihat oleh siapa pun, termasuk para pendaki atau yang melakukan perburuan malam.

Sekarang keduanya duduk di tengah belantara, mendengarkan suara jangkrik dan desau angin yang berembus pelan. Jaket yang mereka kenakan cukup melindungi dari hawa dingin tempat ini.

"Aku sudah tidak sabar untuk bertemu guru," gumam Luna setelah terdiam beberapa saat, dia memang sangat merindukan sosok bijaksana yang telah mengajarnya dan Shen Xian sejak kecil.

Di tempat yang tak memiliki polusi cahaya seperti ini, bulan yang melingkar penuh tampak begitu indah, cahaya keperakannya menyapa pepohonan, rerumputan, dan hewan-hewan nokturnal yang keluar dari sarang.

"Kau tidak berencana untuk pulang ke istana sekalian?" Shen Xian mengamati wajah di sisinya yang terlihat menghela napas berat.

"Entahlah, aku belum tahu," selalu begini, tiap membicarakan tentang kepulangan ke istana pasti hati Luna mendadak terasa berat

"Setidaknya temui ibumu sebentar, dia pasti sangat merindukanmu," tangan Shen Xian mengusap lembut pundak sahabatnya. Sebagai orang yang mengenal Luna sejak kecil, dia tahu persis apa yang sekarang dirasakan gadis itu.

"Kita lihat saja nanti," di tengah terpaan cahaya sang purnama, senyuman Luna tampak samar.

"Eh lihat, ada kunang-kunang," Shen Xian menunjuk ratusan titik cahaya kuning yang melayang tak jauh dari mereka.

Senyum di wajah Luna kian merekah, sorot matanya memancarkan pesona pada keindahan serangga nokturnal yang beterbangan itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Senyum di wajah Luna kian merekah, sorot matanya memancarkan pesona pada keindahan serangga nokturnal yang beterbangan itu. Cara hidup kunang-kunang seperti peri bunga di dunia asalnya, berkomunikasi satu sama lain dengan cahaya dari tubuh mereka. Jika siang hari peri-peri itu tidur dalam kelopak bunga, saat malam baru menampakkan diri.

Shen Xian pergi menangkap seekor kunang-kunang, saat dia membawanya ke hadapan Luna dan melihat gadis itu tertawa senang, hatinya diam-diam merasa hangat.

ANOTHER DIMENSION (PRE ORDER)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang