07. awal mula

36 5 2
                                    

Minimal Votelah biar Author nambah semangat nulisnya... Hehehe:D

.
.
.
.
.
.
Sebulan telah berlalu, terlihat fisik Akaashi semakin lemas. Wajahnya menjadi pucat dan ia menjadi lebih sering menangis.

Tetapi, ia harus tetap tegar. Ia tidak mau teman yang selalu berada disamping nya itu kerepotan. Karena Akaashi merasa ia sudah merepotkan Bokuto. Ia sudah merasa bahwa Bokuto sudah bosan melihatnya menangis.

Akaashi sudah tau dengan jelas tentang pemikiran itu. Dari sikap Bokuto akhir-akhir ini, yang selalu cuek dan juga selalu tidak menjawab pertanyaan Akaashi ketika ia bertanya.

Sungguh kehidupan macam apa ini?

Mengapa kebahagiaan yang Akaashi alami harus sesingkat itu?

Akaashi hanya memerlukan seseorang dikehidupan nya. Seseorang yang mengerti dirinya. Awalnya, Akaashi mengira Bokuto lah orang nya.. Namun, perkiraan nya itu salah.

"Obatku sudah habis.. Tapi.. Aku tak punya uang untuk membeli nya.." gumam Akaashi

Ia tatap bungkus obat ditangan nya kemudian berdiri dan membuangnya ketempat sampah. Setelah itu, terdengar suara pintu terbuka.. Dan itu adalah Bokuto, yang baru saja pulang dari eskul volinya.

"Selamat datang kembali, Bokuto-san" sapa Akaashi

Akaashi mengulurkan tangannya, hendak menepuk bahu Bokuto. Tetapi, Bokuto langsung pergi melewati Akaashi tanpa sepatah kata pun. Akaashi hanya membeku ditempat sebelum tangannya ia turun kan dan ia menatap Bokuto yang berjalan ke kamarnya.

"Mungkin dia sedang dalam mood yang tidak bagus atau ia sedang kelelahan.." pikir Akaashi. Ia mencoba untuk berpositif thinking.

Akaashi kemudian berjalan menghampiri kamar Bokuto dan mengetuk pintu dengan pelan.

"Bokuto-san.. Apakah kau lapar? Aku akan memasak nasi goreng jika kau lapar" ucap Akaashi

Tetapi tidak ada jawaban dari sang empu. Akaashi terdiam selama beberapa detik sebelum ia menjauh dari pintu itu. Ia duduk disofa, menyandarkan kepalanya dan mulai berpikiran negatif.

"Kanker darah ku.. Bagaimana ini.. Obatku sudah habis.. Aku tak punya uang untuk membeli obat..aku tak enak jika aku harus berhutang kepada Shimada-san.." pikir Akaashi, kepalanya berdenyut kecil. Ia memijat kepalanya sedikit dengan sedikit keringat bercucuran.

"Aku juga merasa tidak enak jika meminta kepada Bokuto-san..itu tidak sopan" pikir Akaashi lagi.

"Ya Tuhan.. Apakah ada cara lain?"

"Saya tau saya akan mati.. Tetapi, saya tidak mau mati secepat ini.."

Akaashi menghela nafas berat sebelum ia merebahkan tubuh nya diatas sofa dan mulai memenjamkan kedua matanya.

Tak terasa 3 jam Akaashi memenjamkan kedua matanya. Hari sudah semakin gelap dan pintu kamar Bokuto masih senantiasa tertutup rapat. Akaashi merenggangkan tubuh nya sebelum berdiri dan menutup jendela dengan tirai abu-abu.

Akaashi kemudian berinisiatif untuk mengetuk kamar Bokuto lagi, memastikan bahwa ia baik-baik saja atau tidak. Samar-samar Akaashi mendengar suara tawa kecil Bokuto. Ia sedang berbicara dengan seseorang melalui sambungan telepon.

Akaashi sedikit mendengar percakapan Bokuto dengan menempelkan telinga kanannya ke pintu. Dia tau bahwa ini adalah perbuatan yang tidak baik namun dia terlalu penasaran. Apa yang membuat nya tertawa? Apakah mereka membicarakan sesuatu yang menyenangkan atau lucu?

"Anda sangat menggemaskan Yui-chan! Hahahaha!!"

Yui? Ahh gadis itu.. Pacar Bokuto.. Yaa.. Pantas saja Bokuto merasa bahagia, batin Akaashi pada saat itu.

𝙹𝚒𝚠𝚊 𝚈𝚊𝚗𝚐 𝙱𝚎𝚛𝚜𝚎𝚍𝚒𝚑-𝙱𝚘𝚔𝚞𝙰𝚔𝚊𝚊 [𝙾𝚗-𝚐𝚘𝚒𝚗𝚐]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang