00

1.4K 118 0
                                    

Sabtu sore yang cerah, cuaca yang sangat pas untuk menggelar acara. Apalagi itu merupakan acara resepsi pernikahan. Rasanya seperti, seperti semesta pun merestui orang-orang itu.

Iya, seperti sepasang suami-istri yang sedang menggelar resepsi di hadapannya ini. 

Ah, rasanya sial sekali. Ia kalah taruhan dengan Haechan kemarin dan mengharuskan datang ke pernikahan mantannya ini. 

Renjun tidak menganggap Haechan jahat, temannya itu hanya ingin dirinya tidak terlalu larut dalam kesedihan, salah satu caranya adalah seperti ini, mengerjainya habis-habisan maksudnya.





Saat akan melangkah untuk masuk ke dalam gedung, orang brutal menyerempet gila menubruknya dari belakang, membuat mata kaki Renjun menghantam tanah telebih dahulu. Sial, sepertinya setelah ini dirinya harus berjalan pincang saat menyalami mantannya nanti.


"Waduh, masnya ga papa?" 


Gapapa pala lu peyang, gila rasanya seperti diseruduk Oreo, anjing golden dewasa milik tetangganya. Oh tunggu- 


"Huh?"



"Sini mas, minggir dulu ya. Ada yang sakit?"



Mirip Oreo?



Renjun memukul kepalanya pelan, lalu menerima uluran tangan manusia yang ia sebut brutal tadi, tapi sekarang ia akan menyebut manusia di hadapannya adalah anjing.


Bukan umpatan, tapi memang pada kenyataanya kenapa wajah manusia di hadapanya ini sangat mirip dengan anjing, lucu dan menggemaskan maksudnya.





Mereka menepi, Renjun mengeluh pelan sambil memijat bagian luar kakinya, tapi Renjun lupa kalau dirinya masih menggunakan sepatu. 


Orang yang menabraknya tadi tidak diam melihat Renjun yang memijat-mijat kaki, dengan segera ia melepaskan sepatu yang Renjun pakai lalu memijat pelan.

"Sini sakit?" Tangannya dengan telaten menekan nekan bagian yang sekiranya sakit.


"Aduh!"


"Oh disini," Dengan gesit memusatkan semua pijatannya di bagian yang dirasa Renjun sakit.


"Maaf ya mas, tadi saya buru-buru ga liat jalan. Jadinya nabrak masnya."  Lalu memakaikan sepatu milik Renjun lagi, tak lupa dibantu berdiri.


Keadaan Renjun?


Jangan ditanya, ia bingung harus mengagumi betapa gentlenya pria dihadapannya ini atau harus mencubiti pipinya, karna astaga bahkan saat fokus memijat kakinya orang dihadapannya ini sangat menggemaskan.


"Oh iya gapapa kok," ucap Renjun pelan.


Mereka berdua hanya diam sambil salah tingkah satu sama lain, sampai akhirnya Renjun mengingatkan orang dihadapannya ini,


"Tadi katanya buru-buru mas?"


"Oh um, iya." 



Renjun berteriak dalam hati melihat muka kebingungan orang dihadapannya ini, astaga kalau boleh Renjun ingin memberikan pat-pat sebentar. Tapi itu tidak mungkin.


Jadi setelah mempersilakan orang asing ini pergi, ia berjalan pelan menuju meja tamu dan mengisi nama teman yang menitipkan amplop kepadanya, mendapatkan souvenir sesuai dengan jumlah amplop yang ia masukan lalu masuk mencari tempat paling aman untuk mengistirahatkan kakinya.


Renjun menatap pelan suasana gedung resepsi ini, perpaduan hiasan warna putih dan biru memenuhi atap, banyak kerlap kerlip lampu yang mendukung kesan estetik yang disukai banyak tamu, bahkan ada stan eskrim mohsue kesukaannya. Ah pasti senang sekali kalau pesta pernikahannya bisa seperti ini. 



Benar yang seperti ini, karna ia yang merancang semua ini. Karna seharusnya dirinyalah yang memiliki acara disini. Tapi semua itu hanya keharusan  yang tidak mungkin terjadi. Mantannya itu menghamili teman kantornya sendiri di trip kantor dua bulan sebelum pernikahan mereka. sekarang istri mantannya itu sudah mengandung 6 minggu. Semoga bahagia dan sehat selalu deh. 















"Ya, selanjutnya gaya bebas."


Disisi lain ketika Renjun sibuk memperhatikan bagaimana wedding organizer bekerja, Jeno, orang yang menabrak Renjun tadi sedang berfoto dengan pengantin. Tak lupa menyalami kedua pengantin dan memberikan selamat.


"Selamat ya bro, semoga langgeng."


"Dek, ngomong yang bener sama Bang Marknya." Mamah Lee menegur Jeno yang bercanda, sebaris orang yang sedang berfoto tadi tertawa melihat bungsu yang dimahari sang bunda.


"Ah, emang kenapa si, Mah?"


"Udah sana turun, makan apa gitu. Udah paling telat datengnya, ga ikut ngiring manten tadi kan?"


"Kan adek udah bilang keretanya delay." Regek Jeno.



Akhirnya Jeno turun dari panggung dan berjalan ke arah barat menuju stand es krim yang sedan booming itu. Mencari yang segar-segar.


Tapi pengelihatannya tidak sengaja melihat pria mungil yang tadi ia tabrak. Dengan segera ia mengambil 2 cup es krim lalu mendekati pria yang hanya duduk dan sepertinya sedang berbalas pesan.








Renjun sedang menghubungi Haechan, meminta pertanggung jawaban, tidak bukan menikahi. Maksudnya meminta Haechan untuk menjemput Renjun.


Karna Renjun rasa dirinya tidak akan kuat jika pulang dengan bus nanti. Jadi sambil daripada membiarkan temannya menganggur ia akan membombardir si Haechan agar segera berangkat dari kantor yang tidak jauh dari gedung ini mungkin lima menit.



"Halo masnya,"



Renjun mengalihkan pandangannya ke orang, oh, wow ketemu lagi.



"Ini mas, buat seger-seger." Renjun menundukan kecil kepalanya, menerima eskrim yang diberikan tadi.

"Makasih mas."


Keduanya menikmati eskrim dengan tenang, sambil Renjun beberapa kali mengirim pesan ke Haechan yang protes kenapa harus dirinya yang menjemput.




"Kalau boleh tau nama masnya siapa ya?"


Renjun yang sedang terkikik melihat chat Haechan segera menutup mulutnya sambil berpikir, apakah ia harus memberikan nama samaran atau nama aslinya?



Hm, pilihan yang sulit.


Tapi akhirnya, "Renjun, nama saya Renjun. Kalau masnya?"


"Jeno."


Keduanya bersalaman pelan, tapi tidak ada yang tau salah satu dari mereka sudah menaruh hati.







Cinta pada pandangan pertama?









Mungkin.






CABARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang