09

435 65 3
                                    

Drrrttt drrttttttt drrtttttt



Getar telepon di atas nakas yang sejak tadi tidak mau berhenti, membuat salah satu dari manusia yang semalaman bergelung dengan kegiatan panas mereka terganggu.



Pada getaran entah yag keberapa Renjun menyerah dan mencoba mengangkat panggilan itu walaupun dengan mata yang terpejam.



"Halo dek?"



Alis Renjun mengerut, tunggu, Renjun tidak mempunyai kakak, siapa yang meneleponnya? Juga, kenapa rasanya suaranya seperti sangat familiar.



Di sisi seberang Mark menatap layar yang menunjukan foto profil adiknya itu. Sudah terangkat namun tidak ada balasan. Mark hanya mengendikan bahunya pertanda tidak peduli,



"Dek masih di apart? Pesenan abang yang kemaren jangan lupa, ya."



Oh abangnya Jeno, berarti ponsel yang dia pegang adalah milik manusia topless yang masih tidur pulas di sampingnya.



Hampir saja Renjun membalas percakapan yag hanya sepihak itu tapi sudah keduluan,



"Jangan aneh-aneh sama Renjun. Abang ga mau ya kamu ngikutin jejaknya abang. Kamu juga belum ngenalin diri kan ke Renjun kalo kamu adiknya Mark, mantannya Renjun?"



Mata Renjun yang tertutup sempura itu langsung terbuka tanpa hambatan. Kejutan besar di pagi hari.



"Oh iya, kedai. Jisung udah dua hari buka sendiri. Besok kayaknya bunda inspeksi. Pokoknya besok jangan lupa stay di kedai. Oke bye!" Panggilan terputus.






















Surprise madafaka


Badannya entah kenapa terasa berat seperti tertimpa tumpukan karung beras secara mendadak. Rasanya pusing, marah, bingung menjadi satu.

CABARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang