06

471 66 5
                                    

Berteman tidak pernah semenyenangkan ini bagi Jeno. Hari ini mereka berdua berjanji untuk bersepeda bersama.



Jumat sore memang ajang melepas penat mengingat Renjun libur di weekend besok. Jadi dengan pede Jeno mengajak Renjun bersepeda, kebetulan sang pemuda manis juga menyimpan sepeda di kosnya.



"Jadi rute kita kemana?"


Jeno mengedipkan matanya beberapa kali, memastikan orang di hadapannya ini benar-benar Renjun. Setelan training khas pesepeda membuat Renjun terlihat kecil ditambah helm dan kacamata penangkal sinar uv itu. Jeno terpesona.


Walau sebenarnya hal tersebut juga terjadi pada Renjun. Tapi Renjun mencoba bersikap biasa saja. Siapa juga yang tidak —ah lupakan obsesi Renjun pada Eightpack milik Jeno.



"Rencananya mau lewat batas kota terus nanti kita ke alun-alun kota sebelah." Jeno menunjukan jalur maps yang sudah ia tentukan titiknya. Renjun yang tiba-tiba mendekat membuat Jeno menahan napas entah kenapa. Tapi walaupun ia menahan napas parfum lembut milik sang teman tetap tercium.


Aduh wangi bener


"Boleh deh, kamu depan ya. Nanti aku ngikut di belakang."


Jeno cemberut pelan mendengar usul Renjun. Kalau mereka depan belakang bagaimana bisa dirinya bermodus ria.


Renjun menoleh kebelakang memperhatikan Jeno yang sedang mengerucutkan bibirnya.


"Nanti aja kalo modus, high speed kita biar cepet sampai."


Mau tidak mau Jeno segera memasang senyum terbaiknya dan memulai kegiatan bersepeda mereka.


5km pertama cukup menyenangkan. Jalan lancar dan mereka mengayuh cukup kencang.


Kring kring


Suara bel dari Renjun membuat Jeno menurunkan kecepatannya.


"Hati-hati abis ini jalannya agak ekstrim."




Jeno mengangguk, kecepatannya kembali seperti semula.


















Mereka bersepeda tanpa henti, menempuh jarak 30km. Saat senja mulai muncul mereka sudah sampai di alun-alun tujuan mereka.


Renjun yang sudah lama tidak bersepeda, langsung menggeletakan tubuhnya di trotoar yang sepi dari pejalan kaki.


Menyenangkan menurut Renjun, beberapa kali dirinya juga menyalip teman barunya itu. Jeno juga tidak mau kalah jadi beberapa kali mereka saling kebut-kebutan di jalur sepeda.



"Minum dulu."


Renjun menerima uluran air dari Jeno.


"Thanks."


"Capek banget, Jen. Udah lama ga sepedaan."


Jeno terkekeh pelan sambil memberikan kipasan kepada Renjun yang sudah mandi keringat.


"Oiya, pulangnya nanti mau aku dorong?" tawar Jeno.


"Dorong?" Jeno mengangguk semangat mendengar pertanyaan ulang Renjun.


"Enggak deh, ga kuat."


Keduanya akhirnya terdiam, Renjun sedang memikirkan ide bagaimana mereka pulang tapi tidak capek. Sedangkan Jeno sedang memikirkan menu makan malam mereka.


CABARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang