Jisung tengah mencoret-coret buku halaman paling belakang miliknya. Lebih tepatnya ia melamun. Tanpa sadar menulis nama 'Jaemin' hingga satu halaman penuh. Mengabaikan beberapa panggilan dari guru yang tengah mengajarnya.
"Ssttt! Jie! Jisung!" Haechan yang kebetulan disebelah Jisung menendang kursi lelaki manis itu.
Jisung yang terkejut sontak mendongak. Tatapannya langsung bertemu dengan tatapan tajam guru barunya.
"Bagaimana rumus untuk mengerjakan soal ini?" Guru tersebut menunjuk papan tulis, tepat pada soal matematika yang tertulis disitu.
"I-itu..." Jisung bingung. Ia sama sekali tak mendengarkan guru didepannya. Matanya melirik Haechan yang sepertinya berniat membantunya. Namun Jisung menangkap gerak gerik guru tersebut yang sepertinya mengetahui niat Haechan.
Jisung dengan cepat mendongak, mengabaikan buku berisi rumus-rumus yang sengaja Haechan geser ke tepi meja agar ia bisa membacanya. Jisung tidak ingin menyeret Haechan ke masalahnya. Ini salahnya sendiri, jika harus dihukum, maka hanya ia yang seharusnya dihukum.
"Saya... tidak tahu pak."
Guru tersebut mendengus kasar, "Jika tidak ingin mengikuti pelajaran saya, maka keluar saja. Saya tidak membutuhkan murid yang malas malasan seperti kamu. Keluar dari kelas saya!"
Jisung menunduk. Ia bangkit kemudian berjalan keluar kelas. Helaan nafas panjang terdengar. Menatap lorong sekolah yang sepi.
Kakinya memutuskan untuk melangkah, menjauh dari kelasnya. Meski sebenarnya ia disuruh berdiri didepan kelas. Namun Jisung butuh udara segar sehingga ia memilih rooftoop sebagai tempat pelariannya.
Setibanya di rooftoop. Lelaki manis itu memilih berdiri ditepi rooftoop. Tangannya berpegangan pada dinding pembatas rooftoop. Menunduk, menatap hamparan luas lapangan bola sekolahnya yang terlihat jelas dari atas sini.
Matematika. Pelajaran yang paling Jisung benci. Mungkin jika tadi gurunya adalah Jaemin, Jisung pasti mendengarkan dengan fokus. Namun sayang, lelaki itu tidak ada disini.
Keberangkatan Jaemin ke London waktu itu tidak batal. Jaemin tetap pergi, dengan paksaan Jisung tentunya. Sehingga terhitung lima hari sudah mereka berpisah. Dan guru baru itu menggantikan Jaemin sampai lelaki itu kembali kesini.
Jisung benar-benar remaja yang baru mengenal cinta. Ia begitu murung semenjak kepergian Jaemin. Lelaki manis itu jadi tidak fokus menjalani hari-harinya. Melamun ketika jam pelajaran, tidak berselera makan, lebih sering diam dan menyendiri.
Renjun, Haechan dan Chenle beberapa kali berusaha menghibur Jisung. Mengajaknya main sepulang sekolah atau berburu jajanan pinggir jalan. Meskipun itu hanya memberikan kesenangan sesaat untuk Jisung.
"Hahhhhh..." lagi, helaan nafas itu terdengar. Lelaki manis itu mendongak, menatap langit biru yang siang ini begitu cerah. Matanya terpejam sejenak ketika angin berhembus pelan, menerbangkan beberapa helai rambut halusnya.
"Daddy lagi apa ya?" Gumamnya.
"Chat gue udah dibales belum ya? Ah, hp gue di kumpulin." Jisung menghela nafas pelan.
"Apa daddy udah makan? Atau dia masih sibuk sama urusannya?" Tanyanya lagi, entah pada siapa.
"Dua Minggu sisa berapa hari lagi si?" Jisung kemudian menghitung hari menggunakan tangannya, "Sembilan hari lagi..." lirihnya kemudian.
Bibir Jisung mencebik, "Masih lama."
"Aish Jisung! Lo yang nyuruh dia buat pergi! Jangan kekanakan deh, cuma dua Minggu doang!" Ucap Jisung tiba-tiba seraya memukul kepalanya pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY TEACHER
De TodoJisung itu benci pelajaran matematika, dan ia semakin membenci pelajaran tersebut karena guru matematika baru di sekolah nya. Menurut Jisung guru baru nya itu mesum dan menyebalkan. Namun siapa sangka jika ternyata guru yang Jisung anggap menyebalka...