chapter four

321 60 2
                                    


I'm not going anywhere. I won't leave. And I will be here every single time you need me. You can doubt it. - J

You are the only one who had the answer to the question of my soul. - R

***

" Oh bukannn, maksudnya tuh Jevan kan tadi nuduh ngarang gue ikut cheerleader, dan gue nuduh ngarang juga kalau dia ikut basketball. Ya, pokoknya cuma perandaian doang, alias imajinasi alias tidak nyata. Gitu guys."

Terlalu panik dengan hal yang tidak diinginkan, perempuan berambut pirang itu kelabakan dan mulutnya dengan otomatis membuat karangan bebas. Jevano yang mulanya gugup menjadi ingin tertawa, menyadari bahwa Reia menjadi sangat ekspresif saat menutupi fakta masa lalu yang ada kaitannya dengan dirinya.

Kompak semua atensi berpindah memandang ke Jevano, seolah sedang mengonfirmasi perkataan Reia.

Jevano mulanya hanya diam tanpa ingin menjawab, tapi raut memohon diam-diam Reia membuatnya menjadi mengulum senyum dalam.

Sebuah anggukan kecil akhirnya menjadi jawaban.

" Bener kok, gue cuma ngasal nuduh Reia, begitupun dia," jeda napas Jevano sempat tertahan sewaktu sepasang mata cokelat di hadapannya memandangnya lurus. " Gue ngga pernah saling kenal sama, Reia." Tandasnya.

Reia menghembuskan napas panjang yang tak ketara, wajahnya yang semula tegang kini sudah berubah ke mode semula.

" Oh gitu, masuk akal sih, soalnya kalau kalian kenal satu sama lain, ngga mungkin banget selama tiga tahun kalian kerja bareng-bareng disini bisa tahan ngga saling menyapa atau mengobrol tentang masa lalu. Kalian keliatan asing banget soalnya." Tukas Sari sembari meneguk air mineral sampai menyisakan seperempat botol.

Ucapan Sari mendapat sambutan persetujuan dari semuanya. Tidak begitu mengherankan jika mereka bisa langsung percaya pada bualan Reia, karena dari semua teman kantor, tidak ada yang sama-sama bersekolah dan berasal dari satu kampung halaman yang sama. Kecuali Reia dan Jevano.

Jevano melepas sumpit pelan kemudian menyandarkan punggungnya pada kursi, entah kenapa rasa lelah datang melandanya tiba-tiba.

" Terima kasih atas makan malam yang menyenangkan hari ini semuanya. Semoga Anika dan Jevano bisa betah di tempat kerja dan situasi yang baru. Jangan putus silaturahmi dan komunikasi ya."

Kata-kata penutup yang disampaikan Pak Tedi menjadi tanda bahwa acara makan-makan malam itu sudah selesai. Tetapi Anika CS yang sepertinya masih betah berkumpul satu sama lain tiba-tiba mencetuskan ide untuk berkaraoke bersama sampai malam menjelang. Tepatnya Tyo yang mengajukannya. Sari dan Anika berseru setuju.

Berbeda dengan Reia yang langsung menolak halus.

" Maaf ya guys, gue bukannya mau nolak, tapi beneran gue ngga bisa pulang kemaleman. Kereta yang arah pulang terakhir jam 11 malem. Kapan-kapan lagi aja ya, sori banget."

Tyo yang pertama kali mendesah kecewa, " Aelah Rei, nanti gue anter pulang deh. Ini malam terakhir kita bisa ketemu sama Anika dan Jevano lho."

Hasutan Tyo didukung oleh Anika dan Sari, tapi untuk kali ini Reia tetap dengan keputusannya. Menurut Reia makan malam bersama dengan teman kantornya sudah lebih dari cukup untuk menghargai Anika dan Jevano. Ia tidak punya kewajiban lagi untuk tidak enak hati dan terpaksa menerima tawaran senang-senang mereka lagi.

" Maaf, gue tetap ga bisa. Rumah gue 1 jam dari sini. Gue ngga mau bikin lo repot, Yo." Putus Reia dengan alasan klise.

Padahal tentu saja selain alasan itu Reia juga tidak mau menanggung resiko untuk berduaan sepanjang malam yang sunyi dengan lelaki dewasa -tambahan : yang sudah memiliki kekasih, untuk mengantarnya pulang sampai rumah.

Love-HateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang