chapter two

178 35 8
                                    

" Perempuan arogan kaya dia nggak mungkin bisa populer disini, Mbak. Buta mata dan hatinya kalau ada yang naksir dia."

Sabar Rei, sabar...

Orang sabar pahalanya dapat suami kaya Jaehyun...

Mencoba menahan emosi agar tidak kalah, Reia hanya mendecih, " You are so rude, brengsek!"

Jevano melirik Reia dengan sudut mata, ulasan senyum setannya terbit sepersekian detik hingga akhirnya lenyap seperti angin.

" Anyway, selamat ya, mbak, gue ikut seneng denger kabar gembira dari mbak. Semoga dilancarkan sampai hari H ya." Tandasnya tak mempedulikan ocehan protes dari rivalnya yang saat ini masih menggerutu.

Anika yang tahu historis hate relationship mereka dari awal hanya bisa menggelengkan kepala sembari tertawa tak habis pikir. Tapi seperti sebelum-sebelumnya, berperan menjadi orang luar Anika tidak bisa banyak ikut campur, apalagi mereka berdua juga sudah sama-sama dewasa, hal itu pasti bisa diselesaikan secara dewasa tentunya dengan catatan mereka memang berniat menyelesaikannya.

Senyum Anika mengembang tulus, " Makasih ya Jev, padahal gue dulu nge-fans sama lo lho, tapi malah tipe lo bukan kaya gue. Congrats juga ya buat pekerjaan dan calon tempat baru lo. Gue ikut seneng lo bisa ambil kerjaan yang lebih worth it."

Jevano duduk sembari memainkan bangkunya ke kanan ke kiri, matanya sempat melirik di ujung belakangnya dimana masih ada Reia disana. Tanpa memperdulikan wanita berambut pirang itu, Jevano kembali memakukan atensi ke arah Anika kembali.

" Makasih juga ya mba, selama gue disini lo udah banyak membantu gue, ngga ngrecokin gue, bahkan nggak nganggep gue rival," gerakan memutar bangku Jevano kini penuh sampai 180 derajat sehingga sempat lelaki itu menghadap tepat ke arah Reia dengan senyum iblis.

" Walaupun hitungannya masih sebentar, tapi bimbingan lo berarti banget buat gue mba, makasih ya sekali lagi." Tandas Jevan dengan senyum sederhana.

Anika hanya manggut-manggut, " Bisa aja lah, Jev. Gue ngga sebaik itu kok. Banyak senior lain yang lebih bagus kalau ngemong junior-juniornya."

Reia merasa sudah terlalu lancang terus berdiri di belakang mereka, padahal awalnya ia ingin memutus percakapan mereka barang sejenak untuk memberi tahu sekalian kepada Anika kalau beberapa catatan di notebook milik seniornya itu sempat hilang karena basah akibat kehujanan beberapa hari kemarin.

Tapi setelah tahu kalau percakapan mereka bergulir lama dan Reia tak ada waktu untuk memutus. Dan bagian yang paling menyebalkannya lagi, Reia harus mendengarkan omong kosong si brengsek itu terkait 'peran' seniornya yang paling ber'jasa' untuk keberlangsungan hidup si manusia buaya itu di kantor. Dengan kata lain, Reia sungguh amat sadar diri dengan sindiran halus Jevano yang muak dengan Reia yang tak pernah ingin akur dengan lelaki itu. Masa bodoh, dia sangat membenci Jevano sampai titik darah penghabisan.

" Mbak," dengan gesture yang sungkan, Reia nekat menyela perbincangan mereka, sebelum nanti ia tak punya kesempatan lagi.

Bukan hanya Anika yang menengok ke arahnya, si manusia jelek di sampingnya juga ikut memakukan atensi.

" Sori mba, ngga bermaksud ngga sopan nyela pembicaraan, tapi aku mau ijin balik ke kubikel lagi ya, makasih buat notebook-nya mbak." Jawabnya.

Untuk sementara, hanya itu yang disampaikan Reia. Untuk perihal catatan yang hilang akibat basah akan ia sampaikan dikesempatan yang lain saja.

" Bentar,"

Reia sudah membalikan badan sampai suara seniornya kembali menghentikan niatnya. Dengan wajah setengah ogah setengah menahan sungkan dia membalikan badan lagi.

Love-HateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang