You're smiling, I'm sorry.
She's vibin', No compass.
When I live, You're dying.
When I'm falling You fall in
Arvi merasakan deru napasnya yang sudah jauh lebih tenang. Berapa kali dia merasakan sensasi gila malam ini? Kaivan benar-benar mengajarinya banyak hal. Terutama urusan bagaimana saling berekspresi di atas ranjang. Tapi tadi nggak Cuma di ranjang. Pipi Arvi langsung bersemu ketika mengulang kembali bayangan dirinya dihimpit di dinding dekat jendela. Satu kaki Arvi diangkat dan Kaivan menghujam tubuhnya dengan cara yang tak pernah Arvi bayangkan sebelumnya. Pria itu tidak bermain kasar, tapi jauh lebih cepat ketimbang percintaan-percintaan mereka sebelumnya.
"Not sleeping yet?" pertanyaan berupa bisikkan itu membuyarkan isi kepala Arvi yang kotor.
Sekarang, apa pun jenis kegiatannya, hanya bayangan dirinya dan Kaivan saja yang menguasai.
"Belum."
"Katanya tadi udah capek banget?"
Kaivan mengucapkan itu dengan kepala yang kembali mendusel pada Arvi. Lelaki itu mengecup leher Arvi hingga kembali meremang. Tangan yang semula hanya memeluk perut Arvi berubah menjadi gerakan stimulan yang bisa Arvi baca kemana arahnya.
"Aku beneran udah capek, Kak Ivan. Udah, ya? Aku nggak kuat kalo harus tambah lagi."
Dengan ucapan yang penuh dengan kelembutan Kaivan mau untuk mengerti dan tidak melanjutkan tangannya yang semula berniat menggerayangi lebih jauh. Yang dilakukan Kaivan akhirnya adalah mengangkat tubuh Arvi hingga berada di atas tubuh pria itu.
"Kak?? Aku berat—"
"Siapa yang bilang kamu berat? Nggak ada beratnya sama sekali."
Kaivan memejamkan mata sebagai tanda tak mau mendengar protes apa pun dari Arvi. Karena merasakan kenyamanan, Arvi akhirnya memilih untuk merebahkan diri di atas tubuh Kaivan. Dalam posisi seperti ini Arvi bisa mendengar detak jantung pria itu dengan jelas. Arvi juga juga bisa menatap wajah Kaivan dari bawah dagu pria itu. Tatapannya tak bisa lepas mengamati seluruh aksen wajah yang dimiliki oleh Kaivan.
Arvi menunggu beberapa menit untuk bisa menggerakan tangannya merasai wajah pria yang benar-benar membuat Arvi jatuh hati. Arvi sudah tidak bisa mengulang kembali peringatan dari orang-orang sekitarnya mengenai reputasi Kaivan. Terlepas dari apa pun yang orang lain lihat, Kaivan hanya pria biasa yang nyatanya membutuhkan kehangatan dan kejujuran. Arvi tahu pria itu menyukai kejujurannya hingga bisa melakukan ini bersama. Sejauh ini mereka selalu melakukan apa pun berdua, tidak ada pesta-pesta selayaknya film anak badboy yang seringkali diwujudkan dalam scene film. Kaivan hanya sosok misterius yang menurut Arvi membutuhkan seseorang di sisinya untuk bisa mengerti pria itu dengan baik.
"Kalo kamu melakukan itu, aku nggak akan bisa tidur dan akan berakhir memaksa kamu untuk menambah satu ronde tanpa kondom, karena kita kehabisan stok."
Arvi semula memang terkejut dengan suara Kaivan, tapi dia menjadi penasaran akan sesuatu.
"Kak Ivan nggak akan melakukannya tanpa kondom."
"Aku bisa melakukannya," balas Kaivan dengan mata sepenuhnya terbuka dan menatap lurus Arvi.
Memang ada ketakutan yang menggoyangkan keyakinan Arvi. Namun, perempuan itu langsung menggelitik kepercayaan diri Kaivan dengan segala pertanyaannya.
"Aku akan hamil kalo Kak Ivan nggak pakai kondom."
KAMU SEDANG MEMBACA
DON'T KISS ME BACK!
Romance"Why would you ever kiss me?" Garvita Yochana mengira mereka akan menjadi sesuatu bila menunggu sembari menikmati waktu indah yang mereka lalui. Namun, Arvi rupanya salah mengartikan sinyal yang diberikan Kaivan Janitra padanya. Ciuman yang mereka l...