⚔️10. Kepala Sekolah Baru Bajingan

120 19 4
                                    

Sudah lima menit sepertinya waktu berlalu. Sejak aku memutuskan untuk mengetuk pintu ruangan dan si pemilik menyerukan kata 'masuk' pada kami. Iya, yang kumaksud memang kami. Karena Harry memutuskan turut masuk.

"Aku berutang penjelasan pada si Tua itu," katanya.

Apapun itu aku malah bersyukur, Harry disini membantuku untuk mengatasi degub jantung. Setidaknya sekarang aku bisa bernafas normal.

Ruangan Kepala Sekolah Baru berbeda dengan ruangan Profesor Castile-yang mirip loteng, minim pencahayaan dan mencekam. Yahh, bukan berarti ruangan Kepala Sekolah Baru tidak mencekam. Itu mencekam namun dengan cara yang berbeda.

Ruangan itu tidak terlalu luas namun begitu luang karena properti yang sedikit. Hanya ada satu meja dan kursi besar. Ya, kupikir juga begitu. Pasti Kepala Sekolah Baru tipe introvert yang tidak senang menerima tamu. Bung, maksudku setidaknya dia menyediakan satu atau dua kursi untuk tamu.

Kemudian tiga rak besar berdiri di belakang kursi, berdempet dengan dinding. Lalu di sebelah kiri tiga meter dari pintu ada lemari kecil terkunci. Diatasnya ada lilin yang sudah setengah-masih menyala-dan miniatur kapal bajak laut. Hanya itu. Dibelakang kami hanya lantai kosong dan jendela yang menghadap ke air mancur dekat lapangan.

Aku menggigit bibir kesal. Berarti si Kepala Sekolah Baru ini sudah tau kami akan datang. Bukan dari orang lain, tapi karena dia sudah melihat kami sedari lama. Ahh, aku merasa malu seperti terbaca jelas.

Sosok yang ingin kami temui belum berbicara sedari tadi. Malah seolah tidak menganggap keberadaan kami. Dia membelakangi kami dan pura-pura sibuk dengan buku di rak.

Itu yang kumaksud dengan mencekam. Bukan ruangan ini. Tapi aura yang dikeluarkan orang itu. Auranya benar-benar buruk. Aku langsung bisa merasakan kesialan yang akan kualami bila membuatnya kesal.

"Okay, hentikan itu," sela Harry. "Kau sudah tau kami disini. Berhenti sok sibuk."

Aku menahan nafas. Menanti respon dia.

Butuh lima detik sampai dia menjawab. "Siapa kau sampai aku harus memperhatikanmu?" nadanya sinis.

"Ha?" Harry membelak. Kemudian mendengus. "Pertama pak, aku tidak sedang meminta perhatianmu. Kedua, kau bukan orang sepenting itu."

"Oh nona Elis Maxwell aku ingin sekali mempersilahkanmu duduk. Tapi seperti yang kau lihat hanya tersisa satu kursi. Untukku."

Aku memaksa senyum menyembunyikan rasa kesal. Aku paham akhirnya. Si Bajingan Tua ini sengaja melakukannya untuk meledek kami. Ohh, apakah dia akan memaksa kami mendengar ceramahnya dengan kaki pegal?

Disisi lain dia juga sukses membuat Harry menahan geraman kesal karena sengaja diabaikan.

"Saya sangat memakluminya, Pak," balasku tenang. "Itu wajar bagi orang berumur. Jangan merasa bersalah."

"Uhuk!"

Kepala Sekolah Baru menyipit. Itu lebih cocok sorot mata tajam sebenarnya. Hebat baginya mengontrol emosi dan tersenyum tenang seolah ucapanku tadi bukan masalah besar.

"Sesungguhnya aku merasa terhormat bertemu denganmu, Elis Maxwell. Sebagai pemenang Turnamen Letopeia tahun lalu kau membawa kegembiraan bagi Hippo."

Aku tidak suka gaya bicaranya yang bertele-tele.

"Kau ternyata berwajah manis dan rendah hati," lanjutnya. "Kau tentu lebih penurut dari Igétis kalian."

Dia melirik Harry terang-terangan. Aku buang muka. Menahan kesal. Si Bajingan ini masih berputar-putar dan berusaha menjilat.

"Tapi sepertinya rekanmu tidak memberitahumu apapun tentang situasi Aelivory kita tercinta saat ini," ucapnya kini menjauh dari rak buku dan duduk di kursi.

ELIS MAXWELL : Prison Of Night Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang