⚔️4. Teman Lama Berkunjung

142 22 0
                                    


KAMI SUDAH di luar saat kemudian Toko Pakaian Dalam itu perlahan melebur menjadi kabut dan sepenuhnya menghilang. Tempat dimana tadinya ada toko pakaian dalam bersama Khimaira hanya tinggal sepetak tanah kumuh dengan genangan air.

Aku menarik nafas panjang. Di luar, cahaya lebih bagus dari pada di dalam toko sumpek dan gelap itu. Aku bisa melihat dengan jelas kini penampilan Harry Oxley. Baju kaus putih oblongnya kotor parah. Ada noda lumpur hampir di setia sisi kaus. Rambutnya lebih panjang dari terakhir kali bertemu dan lebih berantakan juga (ada beberapa helai gosong). Dan ... Ampun, deh. Apa dia setinggi ini saat natal lalu? Aku merasa menjadi kurcaci di sampingnya.

Harry mengetuk-ngetuk sepatunya pada tanah menghalang lumpur. Kemudian menyapu wajah dengan tangan sehingga wajahnya lebih bersih.

Penampilanku sendiri tidak lebih baik. Pakaianku jorok sekali. Syalku rusak, benangnya bercerai. Aku hampir menangis menyadari celana jeansku terkoyak menampakkan lutut.

"Kalau begitu, dada!"

Harry berusaha kabur tapi kutarik kausnya hingga garis jahitnya terkoyak. "Jangan kabur sebelum menjelaskan padaku semuanya!"

"Aku sudah menjelaskan padamu didalam tadi."

"Belum semua!"

Harry memutuskan agar kami keluar dari gang sempit itu. Kali ini aku tidak menolak. Bau bangkai tikus dan sampah menguar memasuki hidung. Kami keluar dari ujung lain. Sayup-sayup suara mesin kendaraan dan kebisingan kota terdengar. Jalan kota mulai terlihat.

Harry mengangkat tangan menghalau cahaya. "Aku akan segera pulang tapi kau kembalilah."

"Apa-apaan?" protesku.

"Aku akan mengantarmu." Harry memimpin di depan. Anehnya dia seolah tau lokasi rumahku. Padahal aku yakin aku tidak pernah memberitahu lokasi rumah.

"Harry!" Aku menyamai langkah kami. "Jelaskan padaku dimana Malvia? Kau bilang dia menghilang sejak natal?"

Aku tidak bisa melihat ekspresinya. Harry selalu buang muka.

"Bukan secara harfiah. Hanya saja kami tidak bertemu sejak natal," kata Harry.

"Lalu bagaimana dengan Celine?" tanyaku lagi. "Tem–seseorang bilang, dia pernah mengunjungi New Wales."

"Celine pernah mengunjungi New Wales? Sungguh?" Kali ini Harry menatapku. Taulah aku dia sungguhan tidak tau.

"Dengar Elis," ucapnya menggantung. Menggandeng tanganku untuk menyebrang setelahnya kembali berbicara. "Aku tidak tau mengenai temanmu. Malvia mungkin sibuk dengan sihir keluarganya. Aku tidak tau Celine pernah mengunjungi New Wales. Karena Vinicius dilarang datang ke dunia manusia tanpa izin."

"Lalu apa tujuanmu disini?"

"Aku sudah bilang. Aku mencari bubuk portal."

"Bukan itu maksudku, Harry. Apa tujuanmu disini, di New Wales?"

Dia ragu sejenak. Kepalanya menoleh. Di seberang rumahku berdiri dengan bunga-bunga kuncup. Ayah lumayan punya waktu luang untuk berkebun.

"Aku hanya berlibur," sahutnya sambil mendorong lenganku agar lekas masuk. "Masuklah. Aku akan kembali."

Aku enggan. Bertahan hanya akan memperburuk keadaan. Pergi berarti rela menunda rasa penasaran. Harry sepertinya tidak akan menjelaskan lebih jauh.

"Aku akan masuk kalau begitu," putusku. Terkejut dengan nada bicaraku yang ketus. "Kau tidak mau masuk dulu?"

Itu aneh. Aku biasanya tidak akan menawarkan anak cowok masuk ke rumah. Ayah pasti tidak senang. Harry seharusnya menolak. Alih-alih dia masih mempertimbangkan.

ELIS MAXWELL : Prison Of Night Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang