Part 9: Tears

430 14 4
                                    

HONG JONG HYUN's POV

10.47AM.
Aku terbangun dari tidurku dengan mata yang sangat berat. Sulit untuk membuka kedua mataku. Aku berusaha untuk membuka mataku dan membiarkan diriku termenung.
Tak lama, aku dapat melihat dengan jelas. Tanpa kusadari, aku semalaman tertidur menggunakan setelan Tuxedo. Tiba-tiba aku teringat akan Ah Young.
"Ah.. Aku mulai merindukannya", batinku.
Pikiranku mulai berkutat dengan Ah Young. Senyumnya, tatapannya, tingkah lakunya. Semuanya.
Aku kembali bermalas-malasan dikasurku dan memeluk gulingku, berharap itu adalah Ah Young.
"Mengapa aku tak mencoba menghubunginya?", ujarku pada diriku sendiri, merasa bodoh.
Aku bergegas ke sofa dan mengambil handphoneku, hal pertama yang kulihat dari handphoneku adalah pesan masuk dari Kakao Talk-ku.

"Istirahatlah. Selamat malam. Tidurlah yang nyenyak, Oppa"

Seketika, aku merasa jantungku berdegup 10x lebih cepat dari biasanya.
Entah aku harus merasa senang, sedih, atau menyesal.
Senang, karena Ah Young masih perhatian denganku. Sedih, karena Ah Young tak bersamaku lagi. Menyesal, karena aku tak menghubunginya duluan.
Segala perasaan berkecamuk dalam diriku. "Apa yang harus kulakukan? Aku harus apa?", batinku.
Namun entah apa yang merasuki diriku sehingga aku memiliki keberanian yang tak kusangka.
Jariku mulai mengetik pesan untum membalas pesan Ah Young.

"Aku merindukanmu"

Dan setetes air mata terjatuh dari mataku.

***

KIM AH YOUNG's POV

07.00 AM.
Pagi ini aku terbangun lebih awal. Semalaman aku tak bisa tidur. Entah. Mungkin aku terlalu merindukannya. Aku terus memikirkannya sampai tak mampu lagi untuk menangis.
Kulihat handphone ku yang malang. Tak ada satu pesanpun darinya ke Kakao Talk-ku. Miris.
Aku bergegas ke kamar mandi. Siang ini aku akan melakukan sesi pemotretan untuk sebuah majalah. Aku tak bisa terus-terusan bersedih, masih ada hidup yang harus kujalani.

Setelah mandi, aku bergegas untuk berangkat. Namun, sebelum itu, kusiapkan sarapan untuk Hyeri, Sojin, dan Minah yang masih tertidur lelap.
Aku berusaha menangkal rasa rinduku padanya, aku terus menyibukkan diriku.
Aku berjalan keluar dari dorm dan memasuki mobil. Walaupun pemotretan dimulai jam 2 siang, aku memiliki tujuan lain yang harus ku datangi.
Aku pergi ke Ulsan, kota kelahiranku. Aku datang untuk menemui kedua orang tuaku. Memang hanya sebentar, namun setidaknya aku bisa melepas rindu.
Sesampainya di Ulsan pukul 10 pagi, aku langsung bergegas menuju apartmentku. Tak mau membuang banyak waktu.

***

Back To Author's POV.
"Eomma.. Appa..", peluknya erat pada kedua orang tuanya.
Ibunya menangis haru, membalas pelukan erat Yura. "Akh.. jeongmal bogosipda".
Mereka berpelukan cukup lama, ketiganya memasuki ruang keluarga.
Ayahnya yang sangat baik hati duduk tepat disebelahnya, menggenggam tangannya penuh kehangatan.
"Aku sudah tahu mengenai kau dan Jong Hyun. Janganlah kau bersedih", ujar Ayahnya, langsung memeluk Yura.
Seketika, tangisannya pecah. Orang tuanya tahu betul apa yang ia rasakan saat ini. Ia sangat lelah. Sangat sangat lelah menghadapi rasa sedihnya.
Ibunya menghampirinya dan ikut menggenggam tangannya. Ia pun ikut terjatuh dalam lubang kesedihan Yura.
"Eomma juga sudah tahu, kuatkanlah hatimu, peri kecilku", ujarnya, lalu mencium dahi Yura dengan penuh kasih sayang.
Perlahan Yura merasa lebih tenang sesaat. Ia merasa sangat lega bisa meluapkan kesedihannya pada kedua orang tuanya.
Ketiganya merubah atmosfer ruangan itu menjadi sedikit bersemangat. Yura pun sempat tertawa mendengar candaan antara ibu dan ayahnya.
Yura menatap jam tangannya. Pukul setengah 12. Tak terasa, waktu begitu cepat saat kau sedang bersenang-senang.
"Eomma, Appa, aku harus pergi sekarang. Siang ini aku ada sesi pemotretan dan wawancara. Maaf aku tak bisa berada disini lebih lama", kata Yura, lalu mengecup pipi ayah dan ibunya.
Ayahnya mengangguk pelan, "ya, tidak apa-apa. Setidaknya kedatanganmu membuat kami sangat tenang, walau hanya sebentar", jawab Ayahnya, lalu mengelus-elus rambut Yura.
Ibunya pun menyetujui ayahnya, "ya, sayang. Sering-seringlah datang kesini. Kau tahu, pintu ini selalu terbuka untukmu", pintanya, tersenyum hangat.
Yura memeluk kembali kedua orang tuanya. Cukup lama.
"Terima kasih, Eomma, Appa. Saranghae", ujarnya, lalu berjalan menuju lift.
Senyumnya sedikit mengembang setelah bersenang-senang sebentar bersama Ayah dan Ibunya.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jun 20, 2015 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

We Can't DenyWhere stories live. Discover now