Hingga pagi tiba mataku terbuka aku menoleh ke sampingku, sosok lelaki yang berbaring di sampingku sudah tak berada di tempatnya.
Benarkah ini hanya mimpi, tapi ini bukan mimpi dengan kelopak bunga yang masih bertaburan di mana-mana.
Aku menoleh saat kudengar suara handle pintu bergerak.
"Kau sudah bangun? Bagaimana tidurmu." Radit berada di balik pintu. Dia sudah berpenampilan rapi entah akan kemana, tapi bukan pakaian kerja.
Dia melangkah ke arahku. "Cepat bersiaplah, kita akan pulang."
Aku mengubah posisi tidurku menjadi terduduk, keningku mengerut. "Pulang?" Pulang kemana? Ini rumahku.
"Kau sudah sah menjadi istri Mas, jadi kamu harus mengikuti kemanapun suamimu pergi. Dan kita tidak akan tinggal di rumah orangtuamu. Jadi cepat bersiaplah, Mas menunggumu di meja makan. Pakaian dan barang-barang sudah di kemasi," ucapnya sebelum meninggalkan kamar.
Aku menghela napas dalam-dalam, apalagi ini? Tinggal bersamanya? Bisakah aku? Aku membuang napas dengan kasar, dan beranjak dari tempat tidur yang nyaman ini, melangkah ke arah lemari. Benar saja baju-bajuku sebagian besar sudah tidak berada di tempatnya. Aku meraih handuk dan mandi. Dengan berendam air hangat, mungkin bisa membuatku melepas lelah.
Meskipun dia terlihat baik padaku, tapi hatiku merasa ada yang aneh. Dan tentu saja begitu. Membayangkan aku bisa menikah dengan orang yang tak ku cintai saja aku tak ingin, bagaimana aku bisa mencintainya. Mengenalnya saja aku, tidak. Dan sekarang aku sudah menjadi istri seseorang tersebut? Hari-hariku mungkin takkan indah lagi setelah ini.
Pandanganku menerawang jauh entah kemana, tanganku memainkan air yang merendam seluruh tubuhku. Kenyataan hidup yang pahit. Sekilas aku melihat bayangan Marvel tersenyum padaku, pria yang sangat aku cintai.
Air mataku yang tertahan pecah seketika, sakit rasanya mengingat semua kenanganku dengan pria yang ku cintai itu. Aku masih tak percaya dengan jalan hidup yang aku jalani sekarang.
"Aliza? Kau sedang apa lama sekali." Beberapa gedoran di balik pintu kamar mandi menyadarkan lamunanku.
Bergegas, aku segera bangkit dan meraih handuk yang menggantung di sisi pintu kamar mandi. Aku membuka pintu dan Radit sudah berada di hadapanku. Untung saja aku memakai handuk baju.
"Iya aku siap-siap dulu, keluarlah aku mau berpakaian " ucapku saat berjalan melewatinya dan melangkah menuju lemari.
"Kau menangis?" ucapnya saat pandangan kami bertemu, mataku memang memerah dan sembab akibat nangis tadi. Segera aku memalingkan pandanganku. "Tidak, ini terkena sabun tadi."
"Yasudah, kalau kenapa-kenapa bilang, aku tunggu di mobil. Jangan lama-lama, ya." Aku memperhatikan sosoknya yang mulai menghilang dibalik pintu.
Setelah memilah-milih akhirnya aku memutuskan untuk memakai baju blous warna peach dan rok bunga-bunga selutut. Setelah mengeringkan rambut dan mengikatnya dengan kuncir kuda aku segera keluar kamar. Keadaan diluar sudah tak seramai semalam, bahkan Kak Marissa pun sudah pulang ke rumah suaminya tadi pagi. Hanya ada Mami dan Papi disini.
Sempat sedih karna harus meninggalkan kedua orangtuaku di rumah. Tapi, ini konsekuensi nya. Aku sudah bukan milik kedua orangtuaku lagi sepenuhnya. Sekarang sudah ada laki-laki yag menggantikan posisi orangtuaku untuk menjaga dan melindungiku.
Setelah bersedih-sedihan akhirnya waktu mengharuskanku segera pergi. Aku melambaikan tangan saat mobil di pekarangan rumahku ini mulai melaju.
Suasa hening di dalam mobil, kami sibuk dengan pemikiran masing-masing. Radit fokus dengan jalanan di depan. Sedangkan aku memilih untuk melihat keluar jendela. Menikmati setiap apa yang kulihat.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Second Time (Aliza Bad Marriage) TERBIT
Romance(TELAH TERBIT) Aliza tak habis pikir mengapa sebelum meninggalnya Marvel justru memintanya menikahi Radit--sosok yang tidak dikenalnya sama sekali. Mungkin kalau pria itu punya masalah ekonomi atau memiliki kekurangan fisik, dia akan sedikit memaham...