Melihatnya yang terlihat merasa terpukul. Ku beranikan diri melangkahkan kakiku mendekati Radit yang terduduk.
"Maaf jika aku sudah merusaknya," ucapku pelan. Mencoba menarik perhatiannya.
Tak ada jawaban darinya. Dia hanya meremas rambutnya dengan frustasi sebelum ia mendongkakan kepalanya, melihat ke arahku yang berdiri di hadapannya.
"Maaf," ucapku kembali. Wajahnya berubah dingin, membuatku sedikit bergidik ketika dia menatapku tajam. Aku melangkah mundur satu kali ketika ia beranjak pergi ke arah kamar, melewatiku. Lalu tak lama dia keluar lagi, dan pergi menggunakan mobilnya. Akan pergi kemana dia? Menemui wanita bernama Alya tadi, kah?
Kuhempaskan tubuhku dengan kasar pada sofa. Menutup seluruh wajahku dengan telapak tangan. Tangisku mulai pecah. Menangisi apa yang aku pun tidak tahu itu apa. Ingatanku kembali mengingat akan Marvel. Jika saja aku menikah dengan Marvel. Semua ini tidak akan terjadi. Tidak akan ada orang yang tersakiti karena kehadiranku. Apa aku sanggup menjalaninya setelah ini? Aku terjebak dalam kondisi seperti ini.
Apa kau melihat ini Marvel? Jika maksudmu aku akan bahagia dengan ini kau salah besar. Aku sama sekali tidak merasa bahagia dengan semua ini, harus hidup dengan orang yang tak kuncintai dan tak mencintaiku. Ini benar-benar sulit.
Aku bangkit dari kursi dan masuk ke dalam kamar, membaringkan diri di tempat tidur. Entah apa yang membuat alam seakan merasakan hatiku, gelegar kilat masuk menerobos ke dalam kamar melalui jendela, awan menjadi kelabu dengan angin yang berhembus kencang.
Aku bangkit dan melangkah menutup jendela yang terbuka. Sesaat menatap hujan yang turun deras secara tiba-tiba, mampu membasahi semua yang berada di bumi dengan waktu singkat. Mengingat semua kenangan bersama Marvel yang sudah tak berada di sampingku. Kebahagiaan direnggut begitu saja dariku. Apa ini adil untukku? Aku merasa, aku dijauhkan dengan semua orang yang menyayangiku.
Pada siapa aku harus mengadu sekarang? Sesak terasa, aku merasa dadaku penuh, kutangkup wajahku dengan kedua tanganku, lagi-lagi aku menangis. Sial! Sejak kapan aku menjadi cengeng seperti ini? Kau membuatku menangis terus-menerus.
Aku memutar tubuhku menghadap kedalam kamar, bersandar pada dinding lalu tergelosor tubuhku hingga bokongku menyentuh lantai. Kulipat kedua kakiku dan ku benamkan wajahku disana "Marveel..." dalam hati ku berteriak.
Baiklah jika ini yang kau inginkan aku akan menjalaninya, menjalani hidupku yang kelam. Laki-laki yang sekarang jadi suamiku itu adalah pilihanmu bukan?
Tubuhku terasa lemas, mataku terasa berat dan beberapa kali aku terkerejap. Sampai tubuhku mengalah dan meringkukan diri di lantai. Tubuh yang mendingin hingga dinginnya lantai berlapis marmer itu pun tak terasa. Saking lelahnya tubuhku, aku terlelap tanpa menghiraukan suara petir yang saling bersahutan. Hingga aku sampai di bawah alam sadarku.
***
Aku mengerjapkan mataku, mempertegas penglihatanku yang terhalang kabut. Semakin lama bayangan laki-laki itu semakin mendekat dengan senyum mengembang di bibirnya.
Aku mengucek mataku meyakinkan apa yang kulihat sekarang ini benar. Senyum perlahan tersungging di bibirku melihat laki-laki yang kurindukan ini. Aku beranjak dari tempat tidur dan menghampirinya. Dia membuka kedua tangannya lebar-lebar dan aku menghambur memeluknya dengan erat.
Kehangatan yang aku rindukan, wangi yang aku rindukan. Aku merindukannya hingga tak tahan menahan air mata yang membuncah. Aku mendongkakan kepalaku melihat wajahnya.
"Jangan pernah tinggalkan aku lagi," ucapku tertahan, Marvel tak menjawab dia hanya tersenyum.
Rasa nyaman yang aku rasakan membuatku kembali terlelap, mencari posisi yang enak sambil memeluk tubuh kekar dan hangatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Second Time (Aliza Bad Marriage) TERBIT
Romance(TELAH TERBIT) Aliza tak habis pikir mengapa sebelum meninggalnya Marvel justru memintanya menikahi Radit--sosok yang tidak dikenalnya sama sekali. Mungkin kalau pria itu punya masalah ekonomi atau memiliki kekurangan fisik, dia akan sedikit memaham...