Bagian 16

5 2 0
                                    

Perjalanan hidup akan terus berjalan, kini Arina sudah menginjakkan kakinya di kelas XII MIPA 3. Pagi hari ini, ia berangkat bersama Argata. Argata memang memaksanya untuk berangkat bersama, dan meminta Arina untuk menghubungi Delano agar tidak menjemputnya. Arina telah mendudukkan tubuhnya dibangku yang sudah dipilih oleh Naura dan Julian untuknya dan Delano. Ia kembali membuka ruang pesan bersama Delano yang menunjukkan pesannya masih centang 1. Arina berprasangka buruk, mungkin Delano bangun kesiangan dan ia juga berdoa semoga Delano dalam perjalanan ke sekolah tanpa perlu ke rumahnya dulu.

Bel sekolah berbunyi, hari pertama sekolah memang tidak memiliki kegiatan yang tetap. Terlebih hari ini pra masa orientasi siswa, siswa baru yang akan menjadi bagian SMA Wirmapati kini telah berkumpul di aula untuk pembekalan selama masa orientasi berlangsung.

Arina menolehkan kepalanya pada bangku di sebelahnya yang kosong. Ia heran, tidak biasanya Delano seperti ini. Hal itu membuatnya membalikkan tubuhnya ke bangku belakangnya ke arah Julian dan Naura. Terlihat Julian yang fokus dengan Mackbook di hadapannya dan Arina yang terus memperhatikan layar Mackbook Julian. "Ian, kemaren malam lo ada jalan sama Elan?". Tanya Arina.

Julian menggeleng, "Nggak, bahkan udah 2 hari gue nggak kontekan sama dia". Jawab Julian. "Emang kemaren lo nggak sama dia?". Tanya Julian.

"Kemaren dia bilang ada acara keluarga dengan keluarga ayahnya". Jawab Arina sembari menatap layar ponselnya berharap Delano membalas pesannya.

"Ke mana ya, Delano?". Tanya Naura yang sedari tadi memperhatikan interaksi Arina dengan kekasihnya.

"Dulu, Elina juga mau sekolah di sinikan?". Tanya Julian yang diangguki oleh Naura dan Arina kembali melihat Julian menunggu kelanjutan ucapan cowok itu. "Tapi, beberapa hari yang lalu. Bokap bilang kalo dia nggak ada didaftar siswa baru". Lanjut Julian memberikan jawaban yang ditunggu Arina.

"Masa?. Padahal dia pernah cerita kalo SMA Wirmapati sekolah impiannya". Ujar Arina

"Tapi itulah faktanya". Pungkas Julian.

"Tiga hari yang lalu, gue dari rumah Elan tapi di sana nggak dibahas sama sekali tentang ini". Ujar Arina.

"Coba aja nanti pulang sekolah kita ke sana". Saran Julian.

"Boleh, tapi ajak Gina juga". Jawab Arina yang dibalas anggukan kepala oleh Julian dan Naura.

Arina kembali menghadapkan tubuhnya ke depan, ia tetap memikirkan ke mana Delano dan mengapa tidak ada kabar 1 pun darinya.

-L.A.M-

Sebagaimana kesepakatan di awal, kini keempat remaja dalam perjalanan menuju rumah Delano, kediaman Auriga. Dipimpin dengan Ginata yang membonceng Arina dan diikuti Julian dengan Naura dalam boncengannya. Ginata yang memang sejatinya memiliki karakter setengah cowok atau tomboy itu sejak dulu memang menggunakan motor sebagai alat transportasinya untuk ke manapun.

"Tumben banget Delano nggak gasih kabar sama sekali". Ujar Ginata yang masih bisa didengar oleh Arina. Tadi sebelum berangkat kerumah Delano, Arina menceritakan kejadian apa yang terjadi.

"Gue juga nggak tau, Gin. Dari kemaren Elan nggak ada kabar". Lirih Arina, hal itu membuat Ginata mempererat genggaman tangannya pada kemudi motor miliknya.

Tak terasa, kini mereka berempat telah sampai di gerbang yang menjulang cukup tinggi. Rumah itu kini tampak sepi dan seperti tidak dihuni oleh pemiliknya.

Arina turun dan berjalan mendekati gerbang yang ternyata digembok. "Rumahnya digembok". Ujar Arina kembali menghampiri ketiga temannya yang sudah berdiri di depan motor.

"Digembok?". Tanya Julian dengan kerutan di dahinya, dan dibalas anggukan oleh Arina. "Nggak biasanya". Gumam Julian.

"Coba lo hubungi lagi aja, Rin". Saran Ginata.

Arina mengeluarkan ponselnya dan mencoba untuk menghubungi Delano kembali. Hanya gelengan kepala yang didapat ketiga temannya. "Bahkan pesan gue tadi pagi nggak terkirim". Ujar Arina melihatkan ruang percakapannya bersama Delano.

"Aneh, kek bukan Delano". Sarkas Ginata yang memang baru mengetahui fakta.

"Gue takut...". Lirih Arina dan mulai terlihat meneteskan air matanya. Arina terduduk di depan gerbang rumah Delano, pundaknya mulai bergetar.

Naura yang melihat itu membuatnya turut meneteskan air matanya. Ia melangkah mendekati Arina dan memeluknya. "Arina, mungkin Delano belum pulang acara keluarga kemaren". Ujar Naura berusaha menenangkan Arina yang mulai sesenggukan.

Ginata menghampiri dan mengusap pundak Arina yang kian bergetar dengan nafas yang sedikit tidak teratur.

Sementara Julian berusaha menghubungi Delano dengan semua sosial media yang Delano punya. Berharap ada 1 sosial media milik Delano yang sedang dibukanya. Dan ada 1 pesan yang akan dibaca oleh Delano entah itu dari sosial media mana pun.

"Kayaknya kita tunggu sampai besok aja dulu, Rin. Kalo masih belum ada kabar, berarti emang ada hal yang nggak kita semua tau tentang Delano". Ujar Julian tiba-tiba. "Mending kita pulang, udah mau maghrib". Lanjutnya sembari memandang langit merah keunguan.

Arina menyetujui ucapan Julian, ia bangkit berjalan mendekati motor Ginata. Dalam jalan menuju rumah ia berusaha berfikir positif. Perkataan Delano terus mengalun dalam benaknya. Ucapan Delano kala pasar malam itu,

"Na, suatu saat nanti dan apapun itu yang terjadi, gue mohon selalu percaya sama gue".

"Gue emang nggak tau apa yang akan terjadi setelah ini, tapi ujian manusia itu selalu ada. Gue minta, selalu percaya sama gue".

"Gue akan selalu percaya sama lo, Lan". Lirih Arina memejamkan matanya.

Ia harus selalu yakin dengan takdirnya kelak. Sejauh ini, Delano tidak pernah menghianati janji dan ucapannya.

Tanpa mereka sadari, jika seseorang memperhatikan setiap pergerakan keempat remaja yang baru saja meninggalkan rumah berlantai 3 itu. Seseorang yang menatapnya dari dalam rumah itu, "Maafkan Bibi Non, Den. Bibik hanya menjalankan permintaan dari Bapak dan Mas Elan". Ujar Asisten Rumah Tangga - Bik Sulis- keluarga Auriga dengan setetes air matanya yang mengalir dipipinya.

-L.A.M-


30 November 2023

Look at Me (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang