(18). Baikan

175 30 4
                                    

Happy reading kesayangan mbul yang selalu nunggu gabutnya mbul biar bisa up!!!
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
      Mifta berjalan bersama Naren memasuki rumah. Mifta menatap sebentar Naren dibelakangnya. Menepuk pundak itu pelan membuat Naren menghela nafas. Naren sempat gelisah mengingat pertengkarannya dengan Lijen tadi. Ia takut Lijen sakit hati dengan ucapannya yang menganggap pria itu sebatas roomate. Padahal kenyataannya, Naren menganggap Lijen adalah saudaranya sendiri.

      "Tenang aja, Lijen sama yang lain pasti juga mikirin kamu," hibur Mifta.

      Naren menghela nafas sekali lagi, "ayo mas."

      Keduanya saling berjalan memasuki pintu yang masih tertutup itu. Sepi, itulah yang mereka tangkap saat memasuki rumah. Tak ada tanda-tanda kegaduhan diruang tamu, tengah, maupun dapur. Tapi mereka bisa mendengar gelak tawa yang menggelegar dari arah halaman belakang. Dari pintu dapur, Naren dan Mifta dapat melihat si kecil Azriel sedang bermain kejar-kejaran dengan El. Ada Lijen dan juga Lean disana.

      "Mas Mifta baru pulang?" Tanya Jilan yang datang dari arah belakang mereka. Tangannya memeluk dua snack ukuran jumbo. Wajahnya nampak imut dengan sebagian rambut yang dikuncir membentuk tangkai apel. Tawa Naren hampir meledak melihat wajah pria yang terkenal dengan julukan ice princenya itu.

      "Iya, tadi mampir dulu ke resto. Oh iya, Haidar sama Rendra kemana?" Tanya Mifta.

      Jilan mendongak dengan jari telunjuk mengetuk-ngetuk dagunya, "Mas Rendra tadi berangkat kuliah. Kalo Mas Idar katanya mau ngurus sesuatu sama temen-temannya."

      Mifta hanya mengangguk mengerti. Ia menyuruh Jilan dan Naren menyusul teman-temannya di halaman belakang. Sementara Mifta pergi mengambil minuman dan juga menyiapkan beberapa kudapan, oleh-oleh dari eyangnya.

      "Mas Ji! Mas Na!!" Panggil Azriel girang melihat kedua masnya lagi datang. Lijen yang sedang bermain HP segera menghentikan kegiatannya. Tatapannya fokus pada roomatenya yang kini sedang tersenyum pada Azriel. Ingin mendekat namun ia takut sahabatnya itu masih marah padanya.

      "Mas Tata!!!" Seru Azriel semakin girang saat melihat Mifta datang dengan nampan di tangannya. Azriel berlari hingga menubruk kaki jenjang Mifta. Nampan ditangannya sempat oleng, beruntung Lean dengan sigap mengambil alih nampan itu dan meletakkannya di meja kecil yang ada di dekatnya. Mifta beralih menunduk melihat si kecil yang sudah mendongak sambil memperlihatkan deretan gigi mungilnya.

      "Kangen banget nih kayaknya sama Mas Tata," goda Mifta.

      "Azil kangen sama Mas Tata. Mas Tata ndak ajak-ajak Azil pelgi, huh," dengus Azriel mengingat Mifta pergi tanpa berpamitan kepadanya. Mifta terkekeh kemudian mengangkat adiknya ke gendongan. Mifta mencubit pelan hidung kecil didepannya membuat si empu terkikik geli.

      "Nih ada oleh-oleh gethuk dari eyang. Ayo dimakan," ucap Mifta sembari melirik nampan yang ia bawa. Jilan, Lean, dan El langsung mengerubungi meja. Tak peduli baju mereka bisa saja kotor karena duduk di atas rumput itu. Naren memilih menghampiri Lijen yang sedang duduk di atas gazebo. Sebelum kedatangan para mahasiswa ini, Mifta menyulap halaman belakang agar bisa digunakan untuk bersantai. Yang awalnya hanya ada rumpun mawar dan matahari yang dulu ditanam sang mama. Tapi kini ia melengkapinya dengan sebuah gazebo, kursi panjang dibawah pohon rambutan, dan sebuah meja berukuran sedang.

      "Jen," panggil Naren pelan.

      "Hm," balas Lijen dengan deheman. Dalam beberapa detik suasana menjadi hening diantara keduanya. Mereka sama-sama melihat bagaimana Lean dan El yang tengah memperebutkan sebuah kue hingga membuat jus ditangan Jilan tumpah.

      "Na, apa lo beneran nggak nganggep gue sebagai sahabat lo?" Tanya Lijen memecah keheningan. Naren tersenyum tipis dengan tatapan yang tetap mengarah ke depan.

      "Nggak," jawab Naren enteng.

      "Gue nggak nganggep lo maupun yang lain sahabat-" Naren menjeda ucapannya dan beralih menghadap Lijen. Lijen masih setia menatap ke depan dengan raut datarnya.

      "Karena kalian bukan sahabat gue, tapi saudara bagi gue. Makasih udah selalu ada buat gue," Lijen menatap Naren. Ada perasaan kaget bercampur bahagia yang tersirat disana. Naren meringis menunjukkan cengiran khasnya. Spontan Lijen menarik Naren kedalam pelukannya.

      "Gue juga nganggep lo adek gue Na. Jadi tolong, berbagi semua keluh kesah lo sama gue. Gue siap jadi sandaran buat lo," bisik Lijen membuat mata Naren memanas. Naren spontan membalas pelukan pria yang lebih tua beberapa bulan darinya itu. Air mata mengalir tanpa isakan di dalamnya.

      "ADUH GUSTI!! DRAMA PICISAN MACAM APA INI?!" Suara toa El benar-benar merusak suasana. Lean dengan penuh kasih sayang menggeplak kepala belakang El. Niat hati mereka mau diam-diam nonton drama gratis itu malah digagalkan oleh El. Naren dan Lijen melepaskan pelukan mereka. Wajah keduanya tersipu malu sambil menunduk.

      "Gue kaya liat orang homo lagi pacaran," celetuk El tanpa beban.

      "HEH?!" Sergah mereka semua yang berada disana minus Azriel tentu saja.

      "Gue normal ye," bantah Naren tak terima.

      "Lagian gue punya Adisti. Tandanya gue masih normal," sahut Lijen ikut kesal.

      "Ye maap. Soalnya tiada angin tiada hujan engkau berdua mendadak berpelukan. Hal itu begitu sakit dihatiku, Mas! Pelukan it's my dream, mas! Not Naren!!" Kata El begitu mendramatis dengan tangan kanan memegang dada kirinya.

      "Cocok lo ikut akting sinetron," puji Jilan yang membuat El tersenyum bangga.

      "Tapi sinetron azab. Ntar lo yang jadi pocinya," sahut Lean sebelum El sempat besar kepala. El mendengus sebal sambil menatap dua adik tingkatnya yang bertos ria itu.

      "Sini makan gethuk. Nggak kebagian nangis nanti lho," panggil Mifta. Naren mengangguk. Ia sudah turun dari gazebo tapi Lijen menahan tangannya. Naren menatap Lijen dengan satu alis terangkat seolah bertanya ada apa?

      "Lo bau rokok. Lo ngrokok, ya?" Tanya Lijen dengan tatapan tajamnya. Naren mengangguk kaku. Di matanya sekarang tatapan Lijen benar-benar menakutkan baginya.

      "Lain kali kalo gue liat lo ngrokok atau minum americano lagi, gu-" belum selesai ia mengomel, mulutnya sudah disumpal dengan dua potong gethuk sekaligus. Lijen mendelik menatap oknum penyumpal yang malah melompat-lompat kecil menjauhinya. Rambutnya yang dikuncir tangkai apel itu bergerak seiring lompatannya. Naren tak bisa menahan tawa melihat bagaimana dengan santainya Jilan menyumpal mulut Lijen. Ia menjulurkan lidah ke arah Lijen dan segera berlari menghampiri Mifta. Lijen memakan gethuk dimulutnya dengan perasaan kesal. Gelak tawa penuh suka cita itu mewarnai separuh hari mereka.

*******

Halo-halo sayangnya mbul!!
Saya gabut saya up!!
Nggak gabut ding, cuma nunggu kuota malam aja hehe
Dikit dulu ya sayang. Takut kepanjangan
Next?
See u next part 💙

     

Series Of Kosan Mas MiftaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang