Buka Aja

3.1K 275 26
                                    

Inayah membuka mata setelah mendengar suara azan subuh serta suara Ahsan di tempat tidurnya. Sejak semalam suaminya ini kelihatan aneh. Tidurnya tampak gelisah. Kadang-kadang terdengar rintihan. Beberapa kali Inayah sempat terbangun. Ia curiga kalau Ahsan sedang tidak enak badan.

Sebelum membangunkan Ahsan, Inayah mengubah posisinya dulu. Ia menyibak selimut, kemudian bangkit dan mengitari ranjang ke posisi Ahsan supaya lebih mudah membangunkan suaminya.

"Mas?" Inayah menyentuh leher lelaki itu dan rasanya seperti baru saja tersengat panci panas. "Mas Ahsan sakit?"

"Hmm." Ahsan bergumam, tetapi matanya masih terpejam.

"Mas mau salat Subuh nggak? Kalau mau, bangun sekarang. Kalau nanti keburu siang."

Ahsan menggeliat. Jemarinya menekan pangkal hidungnya demi meredakan sakit kepala yang menyerang. "Mau, Sayang. Sebentar," jawabnya dengan suara parau.

"Ya udah. Aku duluan yang ambil wudu."

Setelah mengucapkan kalimat itu, Inayah benar-benar beranjak menuju kamar mandi. Dia menggulung lengan baju tidurnya sebelum menyalakan. Dalam waktu singkat, Inayah selesai mengambil air wudu. Saat keluar, Inayah melihat Ahsan masih sama posisinya.

"Mas, kok belum bangun?"

"Kamu duluan salatnya, Nay. Mas masih pusing."

"Ya udah aku duluan."

Setelah itu, Inayah menarik mukena dan sajadah dari gantungan. Dia menunaikan salat Subuh sendiri. Selesai salat dan doa, Inayah bangkit, lalu menghampiri Ahsan yang masih tiduran.

"Mas, ayo bangun. Katanya mau salat Subuh. Kalau sakit habis ini minum obat, tapi salat Subuh dulu."

"Huum."

Ahsan duduk meskipun matanya masih setengah terpejam. Ketika dia mencoba berdiri, tubuhnya justru kehilangan keseimbangan. Inayah spontan memegang lengan suaminya supaya tidak terjatuh. Ahsan duduk lagi seraya memegangi kepalanya.

"Nay, kamu kenapa megangin tangan mas?"

"Ya, nolongin Mas biar nggak jatuh."

"Kalau kamu ikutan jatuh gimana? Kamu nggak boleh jatuh."

"Kenyataannya nggak, kan? Jangan berlebihan, deh. Mas salatnya sambil duduk aja di kasur. Aku ambil air buat wudu."

"Dingin, Nay."

"Ya udah, Mas tayamum aja."

Selanjutnya Inayah membiarkan Ahsan menjalankan salat Subuh-nya. Sementara itu, dia melepas dan merapikan alat salatnya. Selang beberapa menit, dia melihat Ahsan tiduran lagi sembari memeluk guling dan menarik selimutnya sampai dada.

Inayah duduk di sisi suaminya, lalu mengelus kepala laki-laki itu. Ini pertama kalinya melihat Ahsan tidak berdaya. Inayah jadi tahu orang yang jarang sakit sekalinya sakit langsung terkapar seperti ini.

"Mas biasanya minum obat apa kalau sakit?"

"Paracetamol, Nay. Ini demam."

"Tau dari mana kalau demam?"

"Mas dokter, Sayang. Coba aja cek pake termometer kalau nggak percaya."

Untuk membuktikan ucapan suaminya, Inayah mengeluarkan termometer digital dari dalam nakas. Usai dinyalakan, Inayah memasukkan ujung sensornya ke mulut Ahsan. Sekitar tiga menit kemudian, alat tersebut berbunyi, Inayah mengambilnya. Matanya melebar saat melihat angka di termometer, 39.5 derajat celcius.

"Mas kenapa nggak bilang dari semalam kalau lagi sakit?" tanya Inayah sembari mengusap kening suaminya yang panas.

"Mas kira langsung sembuh, ternyata malah makin pusing."

"Sekarang Mas minum obat, ya. Tapi, kalo nggak sembuh juga, kita ke rumah sakit, ya."

"Iya."

"Oke, aku ambilin obat dulu, ya. Mas jangan merem lagi."

Ahsan mengangguk.

•••

Maaf ya dikit. Kalau mau lihat semuanya sih ada di Karyakarsa hehehe. Yang punya akunnya bisa langsung ke sana. Ini aku kasih tahu harga paketnya.


Isinya ada 11 ekstra part dengan harga satuan 2500. Nah, buat yang belum pernah beli langsung beli paketnya aja, kapan lagi sekali seumur hidup cuma bayar 25k. Yang lagi nabung, tenang aja, ceritanya nggak bakalan ke mana-mana. Yang nunggu diskon, tenang aja, aku bakal kasih voucher tiap bulan. Pokoknya follow aku terus jangan hapus dari library biar nggak ketinggalan notif.

Nah adakah yang masih menunggu sekuelnya?

Pelerai Demam - [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang