1. Kakashi

65 4 0
                                    

Dibawah langit sore yang berwarna jingga, dengan angin sepoi-sepoi, rerumputan yang bergoyang, semerbak bunga yang memenuhi penciuman.

Terdapat seorang gadis yang membaringkan tubuhnya dengan terlentang di atas rumput, sambil menyatukan kedua tangannya yang memegang serangkaian bunga.

Gadis cantik dengan wajah seputih porselen, hidung kecilnya yang mancung, bibir kecil dengan warna kemerahan berkilau akibat pelembab bibir. Matanya tertutup dengan ekspresi tenang.

Dia benar-benar menikmati suasana yang memenangkan itu, berharap bisa merasakannya selamanya. Tidak ada kebisingan tak berarti yang mengganggu waktu santainya. Ini benar-benar candu untuknya.

"Oi... Mau sampai kapan kau disitu? " Ketenangan yang dirasakan gadis itu seketika lenyap, dengan adanya suara berat sedikit serak yang terdengar di telinganya.

Tapi, hal itu tak lantas membuatnya ingin membuka mata. Benar-benar tak ingin waktu istirahatnya berkurang sedetik saja.

Puk.. Puk...

Tepukan pelan mulai terasa dipipi gadis itu. "Ichi, oi Ichi... Bangunlah." Dengan terpaksa gadis itu membuka matanya, karena terganggu. Pemandangan laki-laki bermata satu, wajah di tutupi masker, dengan rambut silver yang melawan gravitas adalah yang pertama kali dilihatnya saat membuka mata.

"Kakashi-sensei. Tolong jangan mengganggu, aku sangat lelah dan ingin beristirahat. " Ichi kembali menutup matanya. Mengabaikan Kakashi yang mengubah raut wajahnya menjadi sangat kesal.

Dengan tak ragu-ragu, laki-laki itu menarik telinga Ichi, hingga membuat gadis itu kesakitan lalu menegakkan tubuhnya. "Aaa... Kakashi-sensei, ini namanya kekerasan dengan murid. " Ichi mengusap pelan telinganya, sambil mengunakan ninjutsu medis miliknya, untuk mengobati dirinya sendiri.

"Benar-benar ya, kau itu. Bukannya mengikuti latihan tanding bersama Naruto dan Sakura, malah bermalas-malasan di tengah kuburan. " Kakashi memijat kepalanya sendiri, mulai pusing dengan kelakuan minus, gadis yang sudah menjadi muridnya beberapa tahun belakangan. "Setidaknya pililah tempat yang lebih normal dari kuburan, dan bunga ini, dimana lagi kau mencurinya? " Rangkaian bunga yang ditangan Ichi sekarang sudah berpindah di tangan gurunya.

"Saya hanya meminjamnya dari makan Sandaime-sama. " Ichi tanpa rasa bersalah, menunjuk makan besar yang menjadi tempat peristirahatan Hokage ketiga.

"Mattaku, kau ini... Ubalah kebiasaan anehmu itu. " Kakashi dengan malas berjalan menuju makan Sandaime Hokage, lalu meletakan bunga tadi ketempatnya kembali. Tak lupa, Kakashi meminta maaf lalu memanjatkan doa.

Merasa tak ada yang salah dengan tingkahnya, Ichi kembali membaringkan tubuhnya di atas rumput, lalu menutup mata.

"Dasar... Padahal baru ku tinggal sebentar saja. " Kakashi menatap kesal pada muridnya itu. Tanpa rasa kasian, laki-laki berusia 27 tahun itu berjongkok untuk kembali menarik telinga Ichi hingga gadis itu bangun.

"Aaa... Kakashi-sensei, telingaku sakit. " Keluar Ichi.

Kakashi tak perduli. Dia bangkit berdiri lebih dahulu, lalu diikuti Ichi. Masih dengan menarik telinga Ichi, Kakashi menarik gadis itu untuk keluar dari pekarangan kuburan. Bahkan, Kakashi terus menarik telinga Ichi sampai ke tengah desa.

Teriakkan Ichi menjadi pelengkap perjalan mereka, membuat mereka untuk kesekian kalinya menjadi pusat perhatian. Karena bukan sekali dua kali, melihat tingkah guru dan murid itu, warga desa Konoha bersikap biasa saja. Tapi, beberapa terkekeh karena merasa lucu, bahkan ada yang berpikir keduanya cocok.

"Teriakan maut yang memenuhi jalan, ini pasti suara Ichi-san." Ujar Lee yang sedang berlatih push up dengan satu tangan, diatas salah satu atap.

"Ya ampun, Ichi-chan. Dia pasti berbuat ulah di makam lagi. " Ujar Ino yang melihat kedua murid dan guru itu lewat di depan toko bunganya, saat dia sedang menyirami bunga-bunga miliknya.

Naruto Fanfic. (One-shot.) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang