4. Secret Door

124 17 0
                                    

Nada menyipitkan matanya, memandangi cerahnya langit pagi ini, anak-anak rambutnya yang tak turut terikat berterbangan tak beraturan sesekali menusuk sudut matanya.

Hamparan hijau yang luas sekali, yang biasa Nada lihat dari jendela kamarnya. Nada menoleh, melirik Azriel yang berdiri di belakangnya dengan tangan yang sudah belasan menit memegang wadah berisi makanan ikan.

Nada memasukan tangan mungilnya kedalam wadah, mengambil segenggam penuh pakan ikan lalu menaburkannya ke atas kolam besar di depannya.

Bosan sekali, Nada tidak dibiarkan keluar sama sekali. Aras sibuk keluar sejak pagi, sedang Azriel terus membututinya.

Nada berjongkok lemas, kulit putihnya nampak memerah tersengat matahari, Azriel lantas menyalakan walkie talkienya, mengatakan sesuatu lantas tak berapa lama sesuatu yang teduh melindungi tubuh Nada dari sengatan matahari.

Nada mendongak memandangi payung merah yang membungkus dirinya. Pandangan Nada teralihkan lagi, begitu mobil hitam Aras yang sejak pagi menghilang dari halaman tiba, Aras keluar setelah dibukakan pintu oleh supir pribadinya.

Nada berdiri. Pria itu tidak sendiri.

Aras datang dengan wanita yang Nada liat kemarin.

Keduanya sempat bertatapan sebentar sebelum Aras memutuskan menggiring pinggang wanita yang jauh lebih tua dari Nada masuk ke istananya.

Nada terdiam.

Memandang pantulan dirinya pada air kolam.

Sudah benarkah yang diinginkan Nada adalah perceraian? Benarkah Nada ingin cerai?

Jika iya, mengapa hatinya sakit sekali hanya melihat Aras menggandeng wanita lain.

"Nona ayo masuk, diluar sudah terlalu panas."

Nada menoleh pada Azriel, memandangi lamat pria itu. "Tidak mau," gumamnya mengambil segenggam makanan ikan lagi untuk ia sebarkan pada hamparan air kolam.

Nada tidak mau masuk. Ia tidak mau melihat Aras dengan wanitanya. Nada tidak mau hatinya jadi bimbang. Nada tidak mau terkecoh.

Nada tidak membutuhkan Aras. Pria itu tidak memberinya pernikahan yang Nada inginkan. Pria itu juga bukan manusia seperti Nada. Dua alasan itu sudah cukup untuk membuat Nada ingin cerai. Nada tidak mau keputusannya goyah.

Sembari hanyut dalam pikirannya, Nada sesekali munguping pembicaraan Azriel di balik walkie talkienya, sepertinya pria itu diperintah masuk, benar saja, usai menitipkan Nada dengan penjaga yang memayunginya, Azriel berlari kecil menuju pintu masuk utama.

Nada memeluk wadah pakan ikannya sembari menonton punggung Azriel yang semakin menjauh.

"Nona, apa tidak mau ke ruang teh terbuka di barat?"

Nada menoleh begitu diajak berbicara tiba-tiba. Berpikir sejenak.

"Dimana?" Tanyanya merasa kepanasan juga di bawah terik matahari meski sudah dipayungi.

"Mari saya antar." Nada digiring memutari bangunan megah milik Aras yang tidak ia sangka luas sekali.

"Heeeghhh...." Nada berbinar kagum memandang bangunan kaca di depannya dengan atap berbentuk kubah klasik. Dari luar nampak bunga-bunga menjalar naik ke dinding kaca bangunan hingga ke puncak kubah sehingga matahari yang masuk tidak begitu menyengat.

Nada tidak menyangka tempat seperti itu benar ada.

Nada tak berhenti kagum begitu masuk ke dalam, pilar-pilar putih kokoh berdiri dihiasi oleh tanaman rambat yang segar sekali di mata, sebuah meja kuning pastel dengan sepasang kursi putih tergeletak di tengah bangunan, dengan sebuah teko klasik dan cangkir mungil di tengah meja.

One Day at Rainy Day  (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang