11. Kenyataan

77 11 0
                                    

Sudah dua hari ini, Nada terus berada di balik selimutnya, bergumul dengan kasur, melewatkan beberapa kali jam makan.

"Nona, ayo bangun sebentar."

Nyaris sepuluh kali pelayan bergantian masuk mencoba membangunkan Nada, sekedar untuk duduk sedikit saja atau menenguk segelas air. Namun tidak ada reaksi pasti, Nada hanya mengeliat pelan mengubah posisi atau menaikan selimutnya sembari bergumam tidak jelas.

"Biar saya."

Aras baru tiba hari ini, dua hari sejak Nada kabur Aras tidak di rumah, pria itu baru mendapat kabar dari Azriel mengenai perubahan tingkah laku nada dua hari ini. Aras yang seharusnyx pulang besok alhasil sudah tiba lebih cepat.

Disingkirkannya sebentar anak rambut yang menutupi wajah perempuan itu, "tidak lapar?"

Nada menggeleng pelan dengan mata yang masih terpejam. Ia hanya ingin tidur, siapapun itu, tolong biarkan Nada sendiri.

"Kalau begitu bangun duduk sebentar saja, kamu sudah berhari hari diposisi ini."

Nada menggeleng, menyingkirkan tangan Aras dari bahunya, lalu berbaring membelakangi pria itu.

Aras tidak diam saja, ia lantas menyurih Azriel menghubungi dokter. Nada tidak biasanya seperti itu, jika ada yang mengganggu Nada paling tidak hanya diam berberapa jam saja, selepas itu ceria lagi.

Sayangnya, selain dehidrasi, tidak ada yang salah dengan Nada. Aras hanya diminta untuk tidak membiarkan Nada terus terusan di atas ranjang.

"Kemana saja Nada kemarin Azriel? Kenapa bisa lepas?"

Aras memejamkan mata mengingat pernyataan Azriel beberapa menit lalu. Pria itu tidak tau dengan siapa Nada bertemu sampai tiba tiba saja kembali tanpa suara seperti itu.

Nada membuka pejamannya, mendengar keributan di liar kamar, matanya menyipit memandangi terangnya bulan diluar sana.

Bagaimana bisa. Bahkan diambang kematiannyapun dunia dalam fase cantik cantiknya.

"Emh." Nada bergerak bangun dengan tubuh tanpa nutrisinya, bibirnya benar-benar kering, namun sama sekali tidak haus.

Cantik sekali. Entah sudah beraa hari ia disini sampai tidak sadar bulan sudah sepenuhnya bulat.

Aras bergerak menutup pintu kamar, memandangi Nada yang sudah bangun dari tidurnya, lantas mendekat, duduk di pinggiran ranjang.

"Mau makan?"

Nada menoleh, entah sudah berapa kali pria itu masuk, menanyakan hal yang sama.

"Nada tidak lapar." Jawabnya pelan. Aras mencari semangat di suara Nada, namun sepertinya sudah tidak ada.

"Ada yang menganggu?" Sudut bibir nada terangkat membentuk senyum tipis. Netranya bergerak menelusuri setiap inci wajah sang suami. Nada seperti mengalami adegan yang sama.

"Nada keluar beberapa hari ini," ucapnya setelah cukup lama diam.

"Aneh sekali," dipandanginya kembali bulan di luar sana, "Nada selalu di temui orang orang yang memanggil pengantin."

Nada menoleh lagi, memandang lekat Aras yang membisu.

Nada menunduk, mentap tautan kedua tangannya yang sejak tadi ia remas. Entah sejak kapan kulit dipinggiran kukunya terkelupas.

"Nada diberitau akan mati disini." gumamnya nyaris tak terdengar.

"Nada pikir cuma mimpi, tapi Nada tidak pernah terbangun. Sampai sekarang."

Nada tau, Aras akan diam saja, seolah membenarkan apa yang dikatakannya.

Nada menarik selimutnya, kembali berbaring, memejamkan matanya. Nada takut, ia tidak akan pernah terbangun.

One Day at Rainy Day  (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang