Happy reading!!!
-
-
-
-
-"Selamat pagi, Tuan Elvis. Saya diperintahkan oleh master untuk menjemput Anda."
Tepat ketika Cesario terbangun, membuka mata dan ingin meregangkan tubuh, suara yang datang secara tiba-tiba mengejutkannya.
Kepalanya menoleh dan menemukan seorang pria paruh baya dengan setelan jas hitam formal berdiri di samping tempat tidurnya. Tangan yang terlipat ke belakang dengan sopan menunjukkan keprofesionalannya.
"Kau siapa?"
Cesario menyipitkan mata, menatap tajam pada kehadiran pria paruh baya itu yang sangat tiba-tiba. Biasanya, saat ia tertidur instingnya sangatlah waspada. Dia bisa mengetahui seseorang masuk dan mendekatinya. Namun kali ini, dia sama sekali tidak bisa merasakan kehadiran orang ini.
Apakah karena instingnya mengikuti tubuh ini? Atau karena orang di depannya....
"Saya Benjamin Freuzdensich. Pelayan pribadi Anda saat ini."
Cesario dengan curiga menatap penampilan. Tubuh pria paruh baya di depannya terlalu tegap dan dia bahkan bisa melihat otot-otot tersembunyi di balik pakaiannya. Jelas pria ini tidak bisa dikatakan sebagai pelayan biasa.
Dan lagi, Freuzdensich....sepertinya dia pernah mendengarnya di suatu tempat.
"Anda sudah bisa pulang hari ini, Tuan Elvis. Saya akan membantu Anda membereskan barang bawaan Anda." Setelah mengatakan kalimat tersebut, Benjamin sedikit membungkukkan tubuhnya dan mulai mengemas pakaian 'tuannya'.
Di tempat tidur, Cesario masih mengamati setiap pergerakannya. Pikirannya terus bekerja memikirkan alasan mengapa pelayan ini dikirim untuk menjemputnya.
Jika dia tidak salah menebak, maka master dan orang yang mengirimkan pelayan itu adalah sang kepala keluarga Jourell, Aldric.
Tapi, bukankah hubungan antara sang kepala keluarga dengan anaknya buruk? Jadi kenapa dia repot-repot mengirimkan bentuk perhatian seperti ini?
Kening Cesario berkerut dalam. Dia tidak bisa menjawabnya dengan pasti dan hanya menerka-nerka.
Sepuluh menit kemudian, Benjamin selesai melakukan tugasnya. Dia menoleh pada Cesario dan memberikan senyum sopan. "Tuan Elvis, saya sudah mengemas barang-barang Anda. Apakah Anda ingin pulang sekarang?"
Cesario melirik ke luar jendela sebentar sebelum pandangannya jatuh ke wajah berkerut sang pelayan. "Panggilkan dokter muda yang berbakat itu!"
Dia ingin memastikan sesuatu.
"Maaf?" Benjamin tidak bisa memahami siapa yang dimaksud.
"Pemilik rumah sakit ini. Dylan Milard Ellard Arsean."
******
"Kayaknya Lo emang sengaja mainin nama gue." Wajah cemberut sang dokter muda terpampang jelas di depan Cesario. Name tag-nya tercetak namanya secara lengkap tanpa singkatan 'Ellard Dylan Arsean Milard'.
"Namamu terlalu panjang dan menyulitkan. Sudah sangat bagus aku tidak mengubah namamu."
El berdecak mendengar tanggapan santainya. "Jadi kenapa Lo manggil gue? Gue ngga se-senggang itu buat bisa Lo panggil sesuka hati."
"Tenang saja. Ini terakhir kalinya aku memanggilmu."
Wajah El terlihat tidak percaya mendengarnya. Namun Cesario tidak memedulikan dan langsung menuju ke topik utama yang ingin ia tanyakan.
"Apakah pelayan itu benar-benar dikirim oleh....ayahku?"
Mata ungu Cesario tertuju pada pintu yang tertutup. Entah kenapa dia yakin pelayan itu bisa mendengar suaranya.
"Tentu saja. Kalau bukan ayah Lo emang siapa lagi?" jawab El dengan wajah kebingungan.
"Bukankah Kau bilang jika hubungan antar anggota keluargaku buruk?"
Segera setelah mendengar hal ini, El menangkap poin utamanya. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Pupil matanya tidak fokus, berkeliaran kesana kemari.
"Gue bakalan bilang kalau situasi keluarga Lo itu agak rumit. Jadi gue juga ngga tau. Tapi yang pasti, keluarga Lo ngga mungkin ada maksud buruk."
Cesario menatapnya dengan datar, tidak bereaksi pada perkataan El. Pikirannya terfokus pada kalimat terakhir yang didengarnya, sepenuhnya mengabaikan kalimat El selanjutnya, "Gimana kalo kita coba cek kepala Lo dulu? Kayanya emang ada masalah."
Cesario masuk ke dalam mobil dan menyandarkan kepalanya di jendela saat mobil perlahan bergerak. Mata ungunya tertuju pada langit biru cerah, tenggelam di dalamnya.
Tiba-tiba saja dia ingin pergi ke laut.
Warna langit biru selalu mengingatkannya pada laut. Tenang dan indah. Setiap kali pikirannya gundah, ia akan selalu pergi ke laut dan menatap ombak-ombak yang menggulung. Atau jika tidak bisa, dia hanya akan menatap langit selama setengah jam dan membayangkan awan-awan putih sebagai ombak yang menderu.
Seperti efek sihir, segala kegundahannya akan langsung berkurang. Mungkin karena ombak yang menggulung dan hilang membawa segala permasalahannya juga ada di dalamnya.
"Tuan Elvis, kita sudah sampai."
Tidak terasa, Cesario sudah menatap langit tanpa bergerak selama setengah jam hingga tidak menyadari perubahan lingkungan di sekitarnya. Dia tersadar oleh suara pelayan di kursi pengemudi dan pandangannya segera menyapu sekitar.
Dari jendela sebelah kanan, Cesario bisa melihat mansion besar yang mewah berdiri kokoh. Bahkan tidak akan berlebihan jika dikatakan sebagai kastil. Pilar-pilar berwarna emas di samping kanan kiri, dipadukan dengan warna dinding putih gading yang elegan, menambah kemewahannya.
Benjamin membukakan pintu untuk Cesario dan mengulurkan tangan yang bersarung tangan putih untuk membantu.
"Tidak perlu," tolak Cesario singkat.
Benjamin juga tidak keberatan akan penolakan 'tuannya' dan hanya sedikit menganggukkan kepala. "Saya akan membawakan barang-barang Anda nanti, Tuan Elvis."
Cesario meliriknya sebelum berjalan ke arah mansion, meninggalkan dua kata pelan yang masih bisa didengar oleh sang pelayan, "Terima kasih."
Begitu Cesario berada di dalam mansion, hanya kesunyian yang meliputi. Suasana dingin yang menusuk ke tulang dapat dirasakan siapapun yang tidak biasa berada di lingkungan seperti ini.
Namun, entah mengapa, bagi Cesario suasana ini cocok untuk seorang pemimpin Athrope. Dingin dan menindas.
Baru saja Cesario mengambil satu langkah lebih ke dalam, suara rendah dan tenang terdengar dari atas tangga spiral. "Lo udah kembali."
Seorang pria tampan berambut pirang menuruni tangga satu-persatu dengan langkah santainya. Kemeja hitam melekat di tubuhnya yang proporsional, menampakkan kekuatan di baliknya. Senyum malas terukir di bibir tebalnya yang mana membuatnya tampak dipenuhi aura main-main. Hanya dalam sekali lihat bisa disimpulkan jika usianya sekitar 20 tahun.
Kepala Cesario sedikit bergerak. Dia tidak ingat siapa bocah ini. Tapi menghitung jarak umurnya, sepertinya dia putra ketiga Aldric.
"Gue kira Lo udah ninggalin rumah," sarkas pria berambut pirang itu saat dia berdiri tepat di depan Cesario. Matanya tertuju pada tubuh Cesario dari atas hingga bawah, membawa sedikit godaan yang tidak bisa disembunyikan.
Ketika Cesario sudah mempersiapkan segala kemungkinan akan tindakan yang akan terjadi, tidak disangka pria di depannya hanya menepuk bahunya dan melewati sambil meludahkan satu kalimat yang tidak bisa dimengerti, "Yah, semoga beruntung."
Kemudian pria itu pergi sambil bersenandung pelan, mengabaikan mata ungu tajam yang tertuju pada punggungnya.
Cesario benar-benar merasakan keanehan yang tidak biasa atas tindakan pria itu. Terasa sangat dangkal dan abu-abu. Tidak jelas.
Dan juga itu tidak terasa seperti yang dikatakan El, perang dingin. Jadi sebenarnya, bagaimana situasi keluarga Jourell?
_____________________________
Buntu😵💫😵💫!!!
Moga kalian suka deh....hehe
Kasi vote & komen yaa!!!
Have a nice day🥰🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny And Revenge
Novela JuvenilBrothership area!! Bercerita tentang Cesario, ketua mafia Marvori yang dibunuh oleh kakaknya sendiri. Bukannya pergi ke alam baka, jiwanya malah terjebak di tubuh seorang pemuda SMA yang merupakan anak dari musuhnya. Dengan niat membalas dendam pada...