Trigger Warning: This content may have disturbing and violent acts. In the middle of the content there will be a trigger for self-harm and suicidal thoughts. Please consider your condition before continuing to read this content.
Peringatan Pemicu: Konten ini mungkin berisi tindakan yang meresahkan dan mengandung kekerasan. Di tengah-tengah konten akan ada peringatan tindakan menyakiti diri sendiri dan pikiran untuk bunuh diri. Mohon pertimbangkan kondisi Anda sebelum melanjutkan membaca konten ini.
oOo
Keluarga.
Annabeth kecil tidak tahu arti sebenarnya dari kata keluarga.
Setahunya, di buku bacaan yang ia baca, keluarga itu adalah orang-orang yang entah mengapa membuat hatinya senang. Di buku bacaanya, keluarga saling memeluk, menghangatkan satu sama lain. Keluarga makan bersama di meja makan sembari berbincang seru. Keluarga mengucapkan selamat tidur dan membacakan buku cerita. Keluarga pergi berjalan bersama, entah ke kebun binatang, taman bermain, atau berbelanja. Seharusnya begitu, bukan?
Atau ternyata selama ini buku-buku itu salah? Hanya berisi bualan–khayalan indah agar semua anak-anak meromantisasi hidupnya? Agar kalimat keluarga terkesan hangat dan menyenangkan?
Karena seingat Annabeth keluarganya tak begitu.
Pintu bercat putih di depannya ia buka. Ia menghela napas ketika suara pintu menutup berbunyi di belakangnya. Kenapa tidak semua orang dewasa semenyenangkan Tuan Lupin?
"Dari mana saja?" Suara berat ayahnya menyambutnya kali ini. Oh, seperti peduli kemana ia pergi.
"Taman." ucap Annabeth. Ia menahan getaran dan rasa gatal ditenggorokannya.
Annabeth berjalan menuju kamar. Ia butuh pergi dari ruangan itu. Terlalu pengap. Ia tak bisa bernapas dengan lega.
Kakinya terhenti ketika mendengar sang ayah melanjutkan ucapannya, "Atas izin siapa?"
Annabeth menggeleng. Ditatapnya lantai kayu yang mulai keropos itu. Sedikit berdebu. Ah, dia lupa membereskan rumah sebelum pergi.
"Ann, kau sudah pulang?" Itu sang ibu. Suaranya mengalun lembut.
Ia merasakan semilir kelegaan namun cemas mulai menggerayangi. Tidak. Jangan.
"Kau yang mengizinkan anakmu keluar sendirian?"
Annabeth ingin berucap sebelum ibu mengangguk. "Iya, ia izin padaku untuk bermain."
Tawa sang ayah bergema di ruangan itu. Serak dan berat. Ia memicit dahinya kasar.
"Bermain. Siapa yang mau berteman dengan anak aneh ini?" Ia menyesap cerutu yang sudah memendek setengah. "Lebih baik kau bantu ibumu mencari uang!" Suaranya meninggi penuh diktasi.
Ia melanjutkan, "Setidaknya kau jadi lebih berguna daripada menghabiskan uang. Lihatlah betapa kotornya rumah ini. Kau lupa tugasmu, hah? Di otakmu hanya bermain dan bermain. Anak pemalas!"
Ibunya menarik tangan Annabeth. Menyuruhnya dengan pelan untuk menunggu di kamar. Tapi Annabeth muak. Annabeth takut begitu ia bersembunyi, ibunya akan menanggung semuanya. Ibunya yang akan-
"ARGH!" teriakan melengking dan tangan yang menggenggam Annabeth terlepas.
"Semuanya karena perempuan ini salah mendidik anak!" Ayahnya. Tangan ayahnya mencengkram rambut ibunya dengan kasar. Mata Annabeth membesar. Tidak. Jangan ibu!
KAMU SEDANG MEMBACA
Retrouvaille Sérendipiteuse [REVISED]
Fiksi PenggemarAnnabeth selalu percaya bahwa segala hal di muka bumi ini selalu terjadi dengan hukum sebab-akibat. Bagi Ann, tak ada yang dinamakan kebetulan sia-sia. Namun, Ann selalu bertanya-tanya alasan mengapa ibunya selalu tersenyum kepadanya dengan ujung bi...